Setelah bekerja sangat keras sampai malam. Indhira akhirnya tertidur dengan pulas. Ia meregangkan otot - ototnya. Sekitar pukul tiga pagi ia di bangunkan oleh Nora. Sesuai dengan perintah Lucas mata Indhira di tutup dengan sebuah kain.
"Ini mau kemana bu?"
"Sudah kamu turuti saja perintah tuan."
Nora menuntun Indhira dengan hati - hati dan menaikkannya ke dalam mobil.
"Awas kakimu." Nora memperingatkan. "Percayalah kau akan baik - baik saja." bisik Nora di telinga Indhira sebelum pergi.
Masih dengan kondisi mata tertutup Indhira merasa mobil itu berjalan. Ia hanya terdiam walaupun jantungnya berdetak dengan kencang. Ia mau di bawa kemana ini. Kira - kira hampir satu jam ia berada di dalam mobil dan akhirnya berhenti. Suara pintu mobil di buka dan sebuah tangan menarik lengannya.
"Turun."
Ia tahu itu suara Lucas. Tak lama kemudian penutup matanya di buka. Ia melihat sekelilingnya yang tampak sangat asing. Sebuah lahan kebun yang luas dan ada sebuah gubuk kayu yang cukup tua. Indhira kembali memandang Lucas.
"Kamu akan di jemput Asep tiga hari lagi." ucap Lucas.
"Maksud tuan apa? Bagaimana dengan makan saya?" tanya Indhira. Sepertinya kebun itu jauh dari pemukiman warga. Indhira sama sekali tidak membawa apa - apa termasuk handphone. Hanya baju saja yang ia bawa.
"Itu urusanmu."
"Kamu gila."
Lucas menatap Indhira penuh amarah, tangannya kembali mencekik leher kecil itu. "Aku memang gila! Dan kau yang membuatku gila karena kehilangan Calysta! Kau harus merasakan bagaimana bertahan hidup dan menghargai sebuah kehidupan!" teriak Lucas dan menghempaskan tubuh Indhira ke belakang. Ia segera pergi mengendarai mobil.
"Tuan tunggu! Tunggu!" teriak Indhira mengejar mobil Lucas. Ia sungguh tidak tahu apa yang harus dilakukan di tempat asing seperti itu sendirian. Dalam pengejaran Indhira jatuh tersungkur. Airmata membasahi pipinya. "Apa yang harus aku lakukan?!" ia berulang kali memukul tanah karena kesal.
Perlahan ia bisa mengatur napasnya, ia menjadi lebih tenang. Ia mulai berpikir jernih dan memutar otaknya, bagaimana ia bisa hidup tiga hari ke depan. Tidak mungkin ia akan mati dengan sia - sia di sana.
Lebih baik aku ke gubuk itu, pikir Indhira. Ia melangkahkan kaki ke sana dan beruntung saat itu siang hari. Ia tidak kesulitan melihat situasi sekitar. Walau dalam keadaan tidak beruntung ia masih bersyukur.
Gubuk itu sudah cukup tua dan lama tidak di huni. Banyak debu dan rumah laba - laba di sana. Atapnya juga terdapat beberapa lubang. Mudah - mudahan tidak turun hujan.
Indhira menengok bagian dapur. Masih terdapat beberapa peralatan seperti panci, wajan, golok dan cangkul. Tidak terdapat bahan makanan di sana.
"Ya tuhan makan apa aku nanti." gumam Indhira.
Ia duduk meringkuk di sudut pojok gubuk. Kedua tangannya memeluk kedua kakinya. Ia teringat akan ibu di rumah.
"Apakah ibu masih ingat padaku?" gumamnya lagi. Ia merasa hari - hari terasa lama. Ia rindu dengan gelak tawa Uni, senyuman anak - anak panti, keramahan bu Yuma.
Ia berdiri. "Ayo semangat Dhira!" teriaknya keras. Ia mulai keluar dan melihat apa saja yang bisa ia konsumsi. Ternyata tanaman di kebun ini cukup beragam ada pisang, ketela dan pohon kelapa. Indhira berusaha berkeliling di sekitar apakah ada sumber air dan ternyata nihil, ia sama sekali tidak menemukannya.
Gedebukkk!!! Suara benda jatuh. Indhira melihat sekelilingnya dan ternyata terdapat sebuah kelapa jatuh dari atas. Melihat kelapa itu matanya berbinar.
"Wah ternyata tuhan masih sayang padaku." ucapnya riang. Ia mengambil golok di dalam rumah. Dengan hati - hati ia mengupas kulit kelapa yang keras. Beruntung dulu almarhum ayahnya memiliki kebun, jadi ia tahu banyak tentang alam.
Indhira kembali masuk ke dalam gubuk setelah meminum beberapa teguk air kelapa. Rasanya tidak sesegar kelapa muda tapi tak apa. Ia mulai membersihkan sebuah bale - bale kecil dari bambu untuknya tidur.
Indhira merebahkan tubuhnya, melihat ke atas atap yang sudah mulai rapuh. Ia harus bertahan tiga hari dengan kondisi seperti ini sampai Asep menjemputnya. Semakin lama matanya tertutup dan ia tertidur.
🌺🌺🌺🌺
Sssshhhh.. Kresekk.. Kresekk.. Sssshhhh.
Sesuatu melintas di atas tubuh Indhira. Ia terbangun karena merasakan sesuatu di atas tubuhnya. Sesuatu yang terasa dingin, halus, licin dan melata.
Ya tuhan apa yang ada di atas tubuhku, pikirnya. Perlahan ia membuka mata dan alangkah terkejutnya ketika ia melihat ada ular melingkar di atas tubuhnya. Indhira berusaha tenang dan tidak membuat gerakan tiba - tiba yang bisa membuat ular itu mematuknya. Ia menarik napas dengan sangat pelan dan terus memanjatkan doa agar ular itu segera pergi darinya.
Ternyata tuhan menjawab doanya, ular itu segera pergi. Indhira menarik napas sebanyak - banyaknya karena merasa lega. Sepertinya ia harus waspada karena bisa saja ular itu kembali karena ini perkebunan yang tidak terawat.
Kruukk Kruukk Kruukk perutnya berbunyi sepertinya minta di isi. Indhira keluar dari gubuk dan ternyata hari sudah gelap. Mau keluar mencari ketela ia juga takut dengan ular. Ia akhirnya memakan kelapa sisa dan melanjutkan tidur kembali. Dinginnya malam menjadi AC alami yang membuatnya berkhayal tidur di sebuah hotel berbintang.
Keesokan paginya Indhira terbangun, ia berencana menyusuri daerah sekitar siapa tahu ada sungai atau mata air yang bisa ia gunakan untuk minum. Ia berjalan terus menyusuri perkebunan yang kosong itu. Setelah berjalan cukup lama ia terpaksa harus menelan pil pahit bahwa tidak ada sungai dan penduduk sama sekali. Sepertinya Lucas sudah mencari tempat yang benar - benar aman untuk menyiksanya.
Indhira memutuskan kembali ke pondok dan____.
"Waduh, tadi arah pulang sebelah mana ya." ia bingung karena sibuk mencari mata air hingga lupa arah pulang. "Wah gimana ini, mana sudah siang, panas lagi." gumamnya sendiri. Ia menyesal kenapa tadi ia tidak menandai jalan yang sudah di lalui. "Sudah jalan saja dulu, nanti juga ketemu."
Indhira terus berjalan, ia jadi teringat masa kecilnya ketika ikut kegiatan pramuka. Dulu waktu ada kegiatan itu ia tidak begitu mengikuti dengan baik, walau sejatinya ia suka dengan alam.
Hari sudah hampir sore dan akhirnya setelah lama berjalan Indhira bisa kembali ke gubuk.
"Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga." ucapnya lega. Ia berjalan masuk sebelum langkahnya tertahan oleh sesuatu. Pria dengan mata hazel sudah menunggunya.
"Dari mana saja kamu?!"
"Cari air tuan."
"Bohong! Kau pasti mau melarikan diri kan?!"
"Tidak tuan!" jawab Indhira. "Kalau saya melarikan diri buat apa saya kembali lagi ke gubug."
"Kau pikir aku tolol! Tentu saja kau gagal melarikan diri karena tempat ini jauh dari pemukiman."
"Terserah tuan mau percaya atau tidak. Yang pasti saya tidak melarikan diri." ucap Indhira kesal. Tubuhnya sudah capek, lapar, haus dan masih juga harus menerima amarah dari Lucas.
"Dasar pembunuh!" Lucas menyeret tubuh Indhira dan membawanya ke sebuah tiang penyangga dalam gubug.
"Hei apa yang tuan lakukan!" teriak Indhira.
Lucas hanya diam, ia mengikat tubuh kecilnya di sana.
"Jangan tuan, saya mohon jangan ikat saya." Indhira terus berteriak memohon. "Semalam ada ular tuan, bagaimana kalau ular itu kembali dan menggigit saya. Saya takut mati."
Lucas menatap tajam. "Takut mati? Bagaimana dengan Calysta yang malam itu mati kau tabrak? Ia juga meminta kesempatan untuk hidup!"
Lucas berdiri. "Baguslah kalau ular itu datang dan menggigitmu. Aku tidak perlu repot membalas kesakitan Calysta." setelah memandang Indhira dengan tajam Lucas meninggalkannya sendiri.
"Tuan tolong lepaskan saya! Tuan! Tuan!" teriakan iba Indhira sama sekali tidak meluluhkan hati Lucas yang sudah di penuhi dengan dendam.
Indhira terus meronta berusaha melepaskan diri, tapi ikatan tali Lucas sangat kuat hingga tenaganya habis. Indhira akhirnya tertidur.
🌺🌺🌺🌺
Suara kicauan burung dan sinar matahari yang masuk melalui celah - celah kayu sudah membangunkan Indhira. Tubuhnya terasa sakit dan lelah. Semalaman ia harus tidur dengan posisi terikat dan perut kosong.
Perlahan ia menggerakkan tubuhnya. Dan alangkah terkejutnya ketika menyadari bahwa tangannya sudah tidak terikat.
"Siapa yang melepas ikatanku? Apa ada orang lain selain aku di sini? Atau jangan - jangan Lucas yang melakukannya?" gumamnya sendiri. "Ah itu tidak mungkin ia akan melepasku begitu saja, ia sudah mengikatku."
Ah masa bodoh, pikirnya. Ini adalah pertolongan dari tuhan. Mau setan, mau gendruwo atau Lucas ia tidak ambil pusing. Yang penting ia bisa bebas. Indhira berdiri dan melihat kondisi kedua tangannya yang berdarah akibat gesekan tali. Rasa sakit itu masih bisa ia tahan. Hanya rasa lapar dan hausnya yang tidak bisa. Ia segera mengambil kelapa yang jatuh kemarin dan membukanya. Kelapa tua itu terasa segar di tenggorokannya.
Indhira mencari pohon pisang yang kemarin ia lihat ada beberapa buahnya yang hampir matang. Dan benar saja, dengan berbekal golok ia memangkas pohon pisang itu. Buah itu masih sedikit mentah mungkin dua hari lagi matang dengan sempurna. Tapi apa boleh buah, perutnya minta di isi.
"Kurang satu hari lagi Dhira, ayo kamu kuat." ucapnya memberi semangat pada dirinya sendiri. Ia duduk bersandar pada sebuah pohon. Ia melihat tubuhnya yang lusuh. Seandainya ada Uni di sini ia pasti akan melalui hari berat ini dengan cepat. Indhira menghapus airmatanya. Ia harus berpikir bagaimana melalui satu hari ini dengan kuat.
Indhira mengambil cangkul dan mencari beberapa ketela. Ia teringat akan hobby ayahnya. Ternyata ketela di sana besar - besar. Yang jadi masalah adalah, bagaimana ia bisa membuat api. Tidak mungkin ia membuat api dengan menggesekkan batu atau kayu seperti di film - film. Tidak semudah itu.
Bukan Indhira namanya kalau pantang menyerah. Ia mencari sesuatu di dapur. Kalau gubuk ini pernah di tinggali pasti ada korek api yang tertinggal. Dan benar saja, usahanya tidak sia - sia. Ia menemukan sebuah korek api dan merasa menemukan harta karun.
Malam ini Indhira bisa makan ketela bakar.
🌺🌺🌺🌺
"Dhira.. Dhira.. Ayo bangun." seseorang mengguncang tubuh Indhira.
Indhira berusaha mengenali suara itu, sambil mengerjap - erjapkan matanya.
"Pak Asep."
"Ayo bangun. Kita pulang." ucap Asep yang terlihat iba melihat kondisi Indhira. "Tadi Nora sudah masak enak buatmu."
Indhira tersenyum dan berdiri pelan - pelan di bantu Asep. "Makasih ya pak. Aku kira bapak lupa menjemputku."
"Tentu saja tidak. Syukurlah tidak terjadi apa - apa denganmu." ucapanya. "Tuan memang keterlaluan." gerutunya.
"Apa pak?" tanya Indhira.
"Nggak apa - apa."
Asep memapah Indhira berjalan menuju mobil. Hatinya lega bisa melalui siksaan demi siksaan yang di berikan oleh Lucas.
Ia benar - benar menikmati sepanjang perjalanan yang menyuguhkan pemandangan perkebunan. Ternyata perkebunan tempatnya dengan pemukiman warga cukup jauh. Perlu waktu dua puluh menit dengan menggunakan mobil. Pantas saja setelah berjalan jauh ia sama sekali tidak menemukan rumah warga satu pun.
🌺🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Regita Regita
fisik Dhira kuat juga. kalo aku di posisi Dhira mungkin udah k.o, dirawat d rumah sakit karena dehidrasi dan malnutrisi
2024-11-17
0
Sleepyhead
Be tough Dhira U can do it... Come on Hwaitiiiiiiiing
2024-10-10
0
Alif 33
lukas agak lain ya😁
2024-10-10
0