Lucas menyibukkan diri dengan pekerjaan agar bayangan akan kehilangan Calysta bisa sedikit ia lupakan. Biarlah itu menjadi kenangan. Bukan saatnya meratapi kesedihan. Lucas berusaha bangkit dan mulai lagi fokus pada masalah kasus kecelakaan Calysta. Ia akan mengajukan banding.
"Selamat pagi tuan Lucas."
"Masuk Leon."
"Ini data yang anda minta, informasi mengenai Indhira."
Lucas membuka sebuah berkas dan mulai membacanya. "Dia memiliki sebuah coffe shop. Hmmm.. Wanita mandiri rupanya." Lucas mulai berkomentar. "Oh ternyata Damian adalah ayah tirinya." gumamnya. "Di awal aku mengira dia ayah kandungnya. Yang aku tahu Damian juga memiliki anak perempuan."
"Zora. Anak kandung Damian bernama Zora."
"Lantas siapa ayah kandungnya?"
"Saya harap tuan tidak terkejut, karena dulu dia adalah salah satu klien kita. Tuan Farrel Wijaya."
"Ya.. Ya.. Aku pernah ingat nama itu. Dia menjadi klien kita waktu awal aku buka firma hukum."
"Betul tuan."
Lucas kembali membaca data diri Indhira. Semua kegiatannya, saudara, teman bahkan tempat yang sering di kunjungi pun ada.
"Jadi sekarang ini ia sudah tidak tinggal bersama Damian?"
"Tidak tuan, ia kembali tinggal di ruko. Sepertinya selama tiga bulan ini ia bersembunyi di rumah Damian. Karena sama sekali tidak ada aktivitas."
"Bagus. Itu memudahkan rencanaku. Ternyata ia takut pada ancamanku" Lucas tersenyum penuh kemenangan.
Leon sempat terhenyak mendengar Lucas mengatakan hal itu. Ia juga tidak menyangka bahwa atasannya itu masih memiliki dendam setelah kemarin datang ke rumah Arini. Ia pikir dengan Arini sudah menerima Indhira itu artinya Lucas tidak memiliki dendam lagi. Ternyata ia salah dendam itu masih menyala. Entah siapa yang akan memadamkannya.
"Maaf tuan. Ada hal yang harus anda tahu."
"Apa?"
"Salah satu firma hukum yang bekerja sama dengan kita mempunyai kasus yang agak rumit. Dan akhirnya menyerahkan kepada kita."
"Apa kasusnya? Jangan bertele - tele."
"Kasus pemindahan surat tanah secara ilegal. Dan surat tanah itu atas nama Indhira Varsha Almeera."
"Indhira.. Hmm menarik. Lanjutkan." Lucas menatap Leon dan serius mendengar penjelasan asistennya.
"Sepertinya Damian ingin merubah surat tanah milik Indhira menjadi atas namanya. Padahal yang kita tahu tuan Farrel mewariskan tanah itu untuk putri semata wayangnya yaitu Indhira." Leon menjelaskan. "Hubungan antara Indhira dan Damian tidak baik. Tentu saja mustahil dengan sukarela Indhira menyerahkan surat tanah itu ke tangan Damian."
"Bisa jadi Damian mencuri tanpa sepengetahuan Indhira. Atau bisa juga Indhira tidak tahu bahwa surat tanah itu sudah atas namanya "
"Betul tuan. Tapi ini hanya dugaan saja."
"Tanah milik tuan Farrel memang letaknya sangat strategis. Aku pernah survey ke lokasi. Luas dan cocok untuk usaha real estate. Tidak heran jika banyak yang mengincarnya. Yang aku dengar, dari pihak keluarganya tidak ada yang mau menjualnya." ucap Lucas. "Coba kau ambil berkas sembilan tahun yang lalu."
"Baik tuan." Leon segera mengambil berkas milik Farrel Wijaya. "Ini tuan."
Dengan serius Lucas kembali mempelajari isinya. "Disini kepemilikan berpindah ke tangan putri satu - satunya ketika berumur tujuh belas tahun. Dan putrinya bernama Indhira Varsha Almeera." Lucas tersenyum sambil memandang Leon. "Tuhan masih berpihak padaku Leon. Hahahahahhh." ia tertawa begitu bahagia. "Bawa surat tanah itu kemari, aku akan mengurusnya sendiri."
Leon hanya memandangi Lucas. Semoga yang menjadi rencana tuan nantinya tidak akan membuat tuan hancur, doa Leon dalam hati.
"Tuan, saya menyerahkan berkas kasus nona Calysta. Berkas ini sudah saya bukukan dan akan menaruhnya di ruang arsip."
"Jangan dulu Leon. Taruh di sana. Aku ingin melihatnya lagi." ucap Lucas yang seketika melemah teringat kasus Calysta.
"Kalau begitu saya permisi dulu tuan."
Sepeninggal Leon, Lucas kembali melihat sekotak berkas - berkas dari Calysta. Matanya tertuju pada flashdisk yang ada di sana.
Lucas mulai membuka flashdisk di laptopnya. Tangannya sedikit bergetar ketika menyalakan tombol play. Tampak Calysta sedang berada di pinggir jalan sedang menerima telepon. Itu pasti telepon dariku, ucap Lucas dalam hati. Ia mengusap air matanya ketika melihat sosok Calysta. Dan____
Tunggu dulu, Lucas tampak menyadari sesuatu. Ia mengulang - ulang rekaman CCTV itu. Calysta menerima telepon lagi? Dari siapa? Setelah menerima telepon yang kedua kenapa Calysta bisa tiba - tiba menyeberang padahal jarak mobil Indhira begitu dekat? Banyak pertanyaan berkecamuk di pikiran Lucas. Kemarin - kemarin ia hanya fokus pada saat mobil Indhira menabrak Calysta.
"Leon datang ke ruanganku cepat."
Tak berapa lama Leon masuk kembali ke rungan Lucas.
"Saat Calysta kecelakaan di mana handphonenya?"
"Sudah jadi barang bukti di kantor polisi tuan."
"Cari handphone itu, kalau perlu minta kembali dari kantor polisi."
"Baik tuan akan saya usahakan."
"Harus dapat!"
"Baik tuan."
Lucas mendengus kesal. Ia harus benar - benar menyelidiki kasus ini secara perlahan sama seperti ia akan menyiksa Indhira.
🌺🌺🌺🌺
Eswari membuka brankas dan mengeluarkan seluruh isinya. "Aneh kenapa surat tanah itu tidak ada. Aku yakin menyimpannya di sini." gumamnya sambil terus mencari hingga akhirnya ia menyerah.
"Bik.. Bibik..!" panggilnya.
"Iya nyonya."
"Siapa orang terakhir yang masuk kamarku?"
"Wah saya tidak tahu nyonya."
"Bagaimana bisa tidak tahu. Kamu kepala pelayan di sini."
"Kalau berdasarkan jadwal, yang terakhir masuk bagian kebersihan kamar mandi nyonya."
"Cepat kamu panggilkan."
"Baik nyonya."
Kepala pelayan tergopoh - gopoh mencari pelayan bagian kebersihan, hingga tanpa sengaja menyenggol Zora.
"Heh punya mata nggak sih!"
"Aduh maaf non."
"Maaf! Maaf! Mau aku pecat!"
"Jangan non. Ini juga karena nyonya."
"Kenapa dia?"
"Ada barang yang hilang di kamar. Dan nyonya menyuruh saya mencari siapa saja yang sudah masuk ke kamar."
"Heh berasa yang punya rumah dia!" gumam Zora kesal. "Ya sudah pergi sana. Awas kalau buat kesalahan lagi."
"Baik non. Terima kasih. Saya permisi dulu."
Zora berjalan menuju kamar Eswari dan membuktikan omongan kepala pelayan. Ia melihat Eswari sibuk membongkar isi lemari.
"Ada yang hilang?"
"Eh Zora. Iya ada. Surat tanah milikku."
"Heh paling juga surat tanah sepetak. Kenapa heboh sih?"
Eswari menghentikan kegiatannya. Ia menghampiri Zora. "Walau ini hanya tanah sepetak, tapi sangat berarti bagi Dhira."
"Kriminal sepertinya tidak pantas terima hal seperti itu."
"Kriminal?" mata Eswari menatap tajam Zora. Ia naik pitam. "Sekarang aku tanya, bukankah kalian bersama malam itu. Bagaimana bisa ada pelayan yang berani memasukkan obat ke minuman Dhira? Kalian sekarang itu saudara harusnya saling melindungi tapi kenapa kau membiarkan itu terjadi. Atau jangan - jangan kamu otak dari semua ini?" tanya Eswari dengan nada penuh penekanan.
"Hei jaga mulutmu ya! Kamu bukan mama ku! Kau tidak berhak berkata seperti itu!" teriak Zora.
"Makanya yang sopan dengan orang yang lebih tua. Jangan sembarangan berbicara."
"Jangan berlagak menjadi nyonya di rumah ini hanya karena sudah menikah dengan papa! Ingat itu wanita tua!" Zora membalikkan badan meninggalkan Eswari sendiri. "Berani membentakku? Baiklah." gumam Zora tersenyum smirk. "Anakmu yang akan terima akibatnya."
Ternyata sikap manisnya selama ini hanya sementara. Aku pikir ia sudah menerimaku. Sikapnya padaku ketika ada Dhira pun berbeda. Menjadi lebih manis. Kenapa sekarang berubah tanya Eswari dalam hati.
🌺🌺🌺🌺
Zora sudah berada di depan kantor firma hukum milik Lucas. Dengan tersenyum penuh percaya diri, ia memasuki ruangan.
"Tuan ada nona Zora datang mencari anda."
"Zora?"
"Putrinya Damian."
"Baiklah suruh dia masuk."
Leon mempersilahkan Zora masuk ke dalam. Zora sempat terhenyak beberapa detik melihat Lucas.
Ternyata Lucas pria yang tampan. Beruntung benar si Calysta bisa menjadi kekasihnya, ucap Zora dalam hati. Tapi sayang dia sudah mati. Saatnya yang hidup yang bisa menikmatinya.
"Tuan Lucas. Senang bertemu dengan anda."
"Ada perlu apa?"
"Saya rasa anda pasti sudah bisa menebak maksud kedatangan saya." ucap Zora. Ia menarik napas sebelum melanjutkan pembicaraannya. "Saya tidak mau melihat saudara tiri saya hidup dengan tentram dan nyaman. Jadi saya akan membantu anda untuk balas dendam."
Lucas menarik napas. "Maaf, saya tidak tertarik."
Zora mengernyitkan dahinya. "Saya tidak mengerti. Bukankah anda membenci Dhira karena sudah membuat kekasih anda meninggal."
"Itu akan menjadi urusan saya."
Zora tersenyum, ia beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri Lucas. Tubuhnya sedikit menunduk dan condong ke arah Lucas. Jari - jari lentiknya menyusuri pundak pria keturunan Rusia itu dan terhenti di dada bidangnya. "Ayolah Lucas, dengan bantuanku semuanya akan menjadi lebih mudah." bisiknya di telinga Lucas.
Dengan wajah datar Lucas menangkis tangan Zora yang sudah mengusap perut sickpack nya. "Saya tidak suka orang lain ikut campur. Jika anda tidak suka dengan wanita kriminal itu, anda lakukan sendiri." jawab Lucas dengan tegas. "Pintu keluar ada di sana nona Zora. Hari ini saya sibuk."
"Brengsek!" umpat Zora. "Suatu saat kau akan datang berlutut meminta bantuanku!" ancamnya yang kemudian pergi meninggalkan ruang kerja Lucas.
"Leon." panggil Lucas. "Aku tidak mau wanita itu menginjakkan kaki di sini lagi."
"Baik tuan, saya akan memerintahkan resepsionis untuk mem backlist nona Zora."
"Bagus." Lucas beranjak dari duduknya. "Aku pergi, kau tidak usah ikut."
Lucas mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi dan berhenti di sebuah coffe shop yang cukup ramai. Lucas melepas kacamata hitam dan melihat ke arah Coffe shop milik Indhira.
Tampak Indhira di dalam ikut membantu melayani pembeli. Bahkan tak segan ia juga ikut membersihkan meja yang kotor.
"Mbak Dhira, sudah biar saya saja yang bersihkan." ucap Raga.
"Nggak apa - apa mas Raga, memang hari ini kita lebih banyak pembeli dari pada hari biasanya."
"Iya mbak. Alhamdulillah."
Mbak Sri dari meja kasir ikut bergabung bersama mereka. "Mbak, kita tutup lebih awal nih."
"Kenapa?" Indhira melihat jam di tangannya. "Masih jam lima sore lo."
"Persediaan kopi kita habis."
"Ya tuhan, aku sampai lupa belanja." Indhira menepok jidatnya. Membuat Sri dan Raga tertawa melihatnya.
"Ya sudah, sore ini aku belanja dulu. Mbak Sri sama mas Raga lanjut beres - beresnya terus pulang."
"Kuncinya?"
"Kan ada dua. Yang satu mbak Sri bawa dulu aja."
"Oke."
Indhira bergegas keluar dan membawa mobilnya untuk belanja di supermaket. Memang untuk kopi yang ada di cafenya ia memilih yang terbaik dan mengutamakan kualitas. Lucas mengikutinya dari belakang. Mengawasi gerak-gerik Indhira.
Indhira memarkirkan mobilnya dan segera keluar, akan tetapi tiba - tiba ada seseorang yang memeluknya dari belakang.
"Hei siapa ini! Lepaskan!" teriaknya. Ia meronta - ronta berusaha melepaskan diri.
Orang itu sama sekali tidak melepaskan pelukannya bahkan mempererat. Dengan tenaga yang tersisa, Indira berusaha menyiku perut pria itu menggunakan tangannya. Dan usahanya tidak sia-sia pria itu melepaskan pelukannya.
Indhira berbalik untuk melihat siapa yang telah melecehkannya. "Om Damian!" teriak Indhira. "Jangan kurang ajar atau aku panggilkan security!"
"Ayolah Dhira.. Aku kangen padamu."
"Persetan dengan kangenmu itu!" Indhira membalikkan badan dan pergi meninggalkan Damian akan tetapi tangannya dicekal oleh Damian dan menariknya ke dalam pelukan.
"Mau ke mana beri aku ciuman dulu." goda Damian.
"Dasar brengsek! Cuiihh." Indhira meludah ke muka Damian. Begitu lepas pelukan Damian ia segera berlari masuk ke dalam supermaket.
Tampak Damian mengelap wajahnya dengan kesal dan segera pergi meninggalkan supermarket.
Lucas yang dari tadi ada di lokasi, mengambil gambar dan tersenyum smirk. "Satu lagi kelemahanmu Indhira. Tunggu saja dengan ini semua aku akan membuatmu menderita secara perlahan-lahan. Selamat menikmati neraka dunia ciptaanku." gumam Lucas.
🌺🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Regita Regita
mau di apain si Indira sama Lucas. jangan jangan mau di bikin viral lagi
2024-11-17
0
Sleepyhead
Zora was Digging her own grave... Morron!
2024-10-07
0