Indhira terbangun agak terlambat. Dari semalam tidurnya tidak nyenyak akibat demam dan juga mimpi - mimpi yang ia tidak mengerti. Bagaimana bisa Lucas hadir dengan pelukan hangatnya, berbanding terbalik dengan dunia nyata. Pagi ini ia berusaha ikut bekerja dan tidak mau kena marah oleh Lucas.
"Mana Indhira?"
"Di belakang tuan."
"Panggilkan?"
"Baik tuan." jawab Nora seraya pergi ke belakang memanggil Indhira.
"Tuan memanggil saya?"
Lucas masih terdiam menikmati sarapan paginya. Indhira bersabar dengan masih berdiri di sana walau kepalanya sedikit pusing.
Lucas mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Ia meletakkan secarik kertas di atas meja makan. "Ini daftar belanja."
Dengan hati - hati Indhira membukanya. Semua berisi daftar makanan yang biasa di konsumsi oleh Lucas. Ada susu rendah kalori, camilan sehat sugar free, berbagai jenis kacang - kacangan. Indhira banyak tahu bahwa makanan itu tidak terdapat di supermaket sembarangan.
"Ini uangnya."
"Baik tuan."
"Oya. Aku mau kau jalan kaki, biar tubuhmu tidak lemah."
Indhira menghela napas. Sudah ia duga pasti tidak akan semudah itu.
"Menolak?" tanya Lucas yang mendengar helaan napasnya.
"Tidak tuan. Akan saya lakukan. Permisi." pamit Indhira. Ia ke kamar berganti pakaian dan mengambil tasnya.
"Yakin kamu bisa? Badanmu kan sedikit demam."
"Nggak apa - apa bu. Dari pada menolak pasti hukumannya lebih berat."
"Ya sudah hati - hati. Kalau ada apa - apa telepon aku. Oke."
"Iya pasti."
Indhira keluar dari rumah Lucas dengan berjalan kaki. Jarak supermaket yang di tuju cukup jauh sekitar sepuluh kilo. Lumayan lama kalau di tempuh dengan jalan kaki. Beruntung ini pagi hari jadi Indhira menikmati perjalanannya setelah sekian lama berada di rumah itu.
Sekitar jam sepuluh ia sampai di supermaket yang di tuju. Indhira memilih - milih belanjaan berdasarkan daftar yang di berikan oleh Lucas. Dan tiba - tiba matanya tertuju pada seseorang yang tidak asing.
"Bukankah itu pelayan yang ada di hotel." gumamnya. Ia menghampiri dan mengabaikan belanjaannya karena menurutnya ini lebih penting. "Maaf." sapanya.
Pelayan itu membalikkan badannya. Dari raut wajahnya yang terkejut, Indhira bisa menyimpulkan bahwa dia memang pelayan yang malam itu menaruh obat di minumannya.
"Kamu pelayan hotel kan?" tanya Indhira.
"Maaf saya tidak kenal anda." jawabnya. Ia berbalik pergi menghindari Indhira.
"Hei tunggu!" dengan cepat Indhira menarik tangannya.
Pelayan itu menangkis tangan Indhira. Dengan kuat ia mendorong tubuh Indhira hingga terjatuh ke belakang. Kemudian ia berlari pergi.
Indhira berusaha bangun dengan cepat dan mengejar pria itu. "Hei tunggu! Jangan lari!"
Pelayan itu sudah berada di atas motor hendak pergi meninggalkan supermaket. Indhira berlari lebih cepat lagi. Dan beruntung ada ojol yang sedang mangkal di sana.
"Mas tolong saya ngejar orang itu." ucap Indhira dengan napas tersengal - sengal.
"Copet mbak?"
"Iya. Ayo cepat mas!" desak Indhira. Terpaksa ia berbohong. "Jangan sampai lolos ya."
"Siap mbak."
Indhira sudah tepat di belakang pelayan itu. Ia sudah optimis akan bisa menangkapnya. Dengan di tangkapnya pelayan itu, hidupnya pasti akan berubah.
"Ayo cepat mas."
"Iya sabar mbak. Jam makan siang begini lalu lintas agak padat."
Indhira cemas karena jarak mereka semakin jauh tertinggal. Bahkan terkadang jejak pelayan itu hilang. Dan benar juga apa yang menjadi kekhawatirannya, pelayan itu sudah tidak terlihat lagi gara - gara lampu merah. Mereka tertinggal jauh.
"Gimana sih mas! Hilangkan malingnya." ucap Indhira penuh emosi.
"Ya maaf mbak. Namanya juga belum beruntung." elak tukang ojek. "Sudah lapor polisi saja. Saya antar ke sana."
"Nggak usah mas, sudah saya ikhlaskan." jawab Indhira. Kalau sampai ke kantor polisi ia khawatir akan ketahuan berbohong dan masalahnya akan menjadi runyam. Ia cari amannya saja. "Mas tolong antar saya kembali ke supermaket saja."
"Bayarannya double mbak."
"Iya nggak apa - apa."
Hari sudah semakin sore. Sampai di supermaket sudah jam lima sore. Indhira segera berbelanja sesuai dengan daftar yang di berikan Lucas. Terpaksa ada beberapa barang yang tidak ia beli, karena uangnya untuk membayar tukang ojek.
Indhira bergegas pulang ke rumah Lucas. Dalam hatinya ia sedikit cemas, membayangkan bagaimana wajah Lucas yang menakutkan membuat demamnya bertambah. Tubuhnya sudah terasa lemas. Belum makan, mana membawa tas belanjaan yang berat pula.
Setelah berjalan hampir satu setengah jam akhirnya ia sampai di rumah Lucas. Ia bernapas lega karena sepertinya sebentar lagi hujan. Ia sudah sampai depan pintu tapi ada yang aneh. Pintunya terkunci dari dalam. Ia menekan bel berkali - kali tapi tidak ada seorangpun yang membuka pintu untuknya.
Indhira memutuskan ke samping kolam renang, karena di sana ada pintu kaca. Ia melihat Lucas sedang duduk dengan membawa ipad di tangannya. Indhira bernapas lega, ia menggedor - gedor kaca dengan harapan Lucas akan membukakan pintu untuknya.
"Tuan! Tuan Lucas. Saya sudah pulang."
Lucas hanya menengok saja dan kemudian fokus lagi pada Ipadnya.
"Ya tuhan dia mengabaikanku. Hukuman apalagi yang akan aku terima." gumam Indhira lemah. Ia memutuskan mencoba lagi siapa tahu berhasil menarik perhatian Lucas.
"Tuan! Tuan! Buka pintunya! Sebentar lagi hujan!" dan benar usahanya membuahkan hasil. Lucas beranjak dari duduknya dan menghampirinya.
"Syukurlah tuan mau membukakan pintu." ucapnya bernapas lega. Indhira bersiap masuk.
"Siapa yang menyuruhmu masuk?!"
"Maksud tuan?"
"Kamu terlambat pulang! Tidur di luar."
"Ini masih jam delapan tuan."
"Memang masih jam delapan. Harusnya sore kau sudah sampai di rumah! Mau melarikan diri!"
Indhira jadi teringat akan pelayan itu. "Tuan, saya ada alasan kenapa sampai terlambat." Indhira menarik napas. "Tadi saya bertemu dengan pelayan yang menaruh obat di minuman saya. Tapi ia melarikan diri, jadi saya mengejarnya."
"Masa bodoh dengan itu semua! Aku tidak peduli!" teriak Lucas.
"Tapi itu penting untuk saya." mata Indhira mulai berkaca - kaca. "Saya harus mendapat keadilan."
"Apalagi itu berhubungan denganmu. Aku semakin tidak peduli!"
"Tuan, saya mohon____."
"Diam! Hukumanmu tidur di luar! Mengerti!" Lucas menutup pintu dan pergi kembali duduk di sofa.
"Tuan! Biarkan saya masuk! Ini mau hujan." teriaknya. Lucas masih bersikap sama, acuh tak acuh. Indhira berhenti menggedor pintu dan berteriak, karena ternyata melelahkan. Perutnya lapar, demamnya bertambah, kakinya sakit dan sekarang ia merasa pusing.
Bulir - bulir air keluar dari sudut matanya. Ia bersandar di tembok dan melihat beberapa kilatan tanda mau hujan. Ya tuhan malam ini aku harus tidur diluar, mana mau hujan lagi ucapnya dalam hati. Indhira berusaha menerima perlakuan kejam dari Lucas, entah bagaimana caranya agar rasa dendam di hatinya bisa hilang.
Di temani dengan rintik hujan, dinginnya malam akhirnya Indhira memejamkan mata.
🌺🌺🌺🌺
Asep membuka semua pintu dan bersiap membersihkan halaman. Itu rutinitas pagi yang biasa ia lakukan. Sambil berdendang dan terkadang mengenakan headset. Pandangannya mulai tertuju pada satu hal di dekat kolam.
"Hah.. Siapa itu? Kok tiduran di luar." gumamnya. Dengan hati - hati Asep menghampiri. "Ya Allah, Dhira?" Asep sedikit berjongkok. "Eh Dhira ayo bangun. Ngapain tidur di sini?" teriaknya.
Asep kebingungan karena Indhira tidak merespon. "Eh Dhira, ayo bangun! Kalau tuan Lucas lihat bisa di hukum kamu."
Lagi - lagi Asep kebingungan, ia garuk - garuk kepala. Terpaksa ia menepuk - nepuk lengan Indhira. "Lo lah, kok badannya panas." ucapnya kaget. "Ini bajunya juga basah." Asep memutuskan memanggil Nora.
"Nora! Nora! Nora!" panggilnya. Nora yang kebetulan habis mandi terkejut dengan teriakan Asep.
"Ada apa sih? Ngagetin orang saja."
"Cepet sini." Asep menarik tangannya.
"Aduh.. Bentar jangan cepat - cepat." Nora kewalahan mengimbangi langkah Asep.
"Ini harus cepat."
"Ada apa sih?" Nora sedikit kesal.
"Tuh." tunjuk Asep.
"Ya tuhan! Dhira!" pekik Nora. Ia berlari menghampiri Indhira yang tergeletak tak sadarkan diri. "Apa yang terjadi, Sep?"
"Nggak tau." jawab Asep. "Tadi pagi waktu buka pintu kondisinya sudah seperti itu."
"Jadi semalaman dia tidur di luar Sep. Aku pikir setelah bertemu tuan ia tidur karena tidak enak badan." sesal Nora. "Ini badannya demam Sep. Terus bajunya basah begini. Ia pasti kehujanan di luar Sep." Nora mulai terisak. "Sep, bawa Dhira ke dalam terus panggil dokter."
Asep segera membawa tubuh Indhira yang basah ke dalam.
"Siapa itu?" Lucas bertanya sambil menuruni tangga.
"Dhira tuan. Ia pingsan di luar tubuhnya basah." lapor Nora.
Lucas tampak terkejut, ia segera mengecek sendiri keadaan Indhira. "Panas." gumamnya. Ia segera merebut Indhira dari gendongan Asep. "Siapkan mobil, kita ke rumah sakit."
"Bbaik tuan." jawab Asep yang masih bengong.
"Cepat Sep!" teriak Lucas.
Asep segera mempersiapkan mobil. Nora mengambil selimut untuk menutupi tubuh Indhira yang basah.
"Kenapa bisa demam begini?" gumam Lucas di dalam mobil. Walau pelan Nora bisa mendengarnya.
"Sejak tenggelam itu badannya sudah demam tuan."
Lucas hanya terdiam mendengar penjelasan Nora. Batinnya berperang dan terus terang ia merasa bersalah, kenapa tidak membiarkannya masuk? Egois kah dia jika hatinya terbawa dendam sehingga rasa kemanusiannya jadi hilang.
Lucas menggenggam tangan Indhira yang dingin. Sudah dua kali ia hampir saja menghilangkan nyawa gadis itu. Sudah cukupkah penyiksaannya atau terus ia lakukan agar Indhira lebih menderita. Hati kecil Lucas terus berperang.
Mereka sudah sampai di rumah sakit. Indhira sudah mendapatkan perawatan khusus dari dokter. Indhira pingsan karena kecapean dan kurang makan. Ia harus mendapatkan infus vitamin dan di rawat selama beberapa hari di rumah sakit.
"Kau tunggulah dia di sini."
"Tapi nanti yang bertanggung jawab pada pelayan yang lain siapa tuan?"
"Biar nanti Asep."
"Baik tuan."
Lucas meninggalkan rumah sakit. Dan ia berhenti di suatu tempat.
"Tuan mau saya belikan bunga?" Asep menawarkan.
"Tidak usah, Sep. Aku hanya sebentar." Lucas turun dari mobil dan memasuki area pemakaman umum. Penjaga makam di sana sudah mengenalnya karena hampir tiap hari ia datang ke makam Calysta. Lucas duduk jongkok di depan makam Calysta.
"Hei, aku datang lagi." ia berbicara sendiri. "Aku bingung, seandainya kau ada di sini tentu aku tidak akan semenderita ini. Apakah yang aku lakukan itu salah? Apakah kau tenang di sana setelah tahu apa yang aku lakukan pada gadis itu? Selama ini kata hatiku bertentangan dengan egoku." Lucas mengusap pusara Calysta. "Aku sangat merindukanmu sayang."
Lucas merasa lebih tenang setelah mendatangi makam Calysta. Dan ia bergegas pulang.
"Kita pulang tuan?"
"Tidak, aku mau mengunjungi bu Arini sebentar."
"Baik tuan." jawab Asep. Walaupun ia bukan sopir pribadi Lucas, Asep juga ahli dalam setir mobil.
Lucas mengambil handphonenya dan melakukan panggilan. "Leon, hari ini aku tidak berangkat kantor. Batalkan semua janji temu dengan klien."
"Baik tuan." jawab Leon. "Ada yang perlu saya sampaikan."
"Apa?"
"Ternyata detektif yang di sewa oleh nyonya Eswari sedang menyelidiki seorang pria bernama Sean. Menurut informasi, Sean ada di malam itu dan terlihat berbincang dengan pelayan yang memberikan obat pada nona Indhira."
"Kenapa Sean tidak ada di pengadilan dan juga namanya tidak di sebut ke dalam daftar saksi." ucap Lucas. "Selidiki dan laporkan segera padaku."
"Baik tuan."
🌺🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Sleepyhead
Lucas maunya apa si
2024-10-19
0
Putri Sary
ayo selidiki biar ketahuan siapa yg slaah
2024-10-19
0