Zora terbangun dengan sakit kepala yang luar biasa. Semalam akhirnya ia minum cukup banyak. Ia berusaha duduk akan tetapi ada suatu benda berat berada di atas tubuhnya.
"Tangan siapa ini?" gumamnya. Ia cukup terkejut melihat tubuhnya tanpa sehelai benang pun. "Ya tuhan apa yang aku lakukan." Zora mengacak rambutnya dengan kasar. Ia segera menyingkirkan tangan itu.
"Morning honey." suara serak khas pria baru bangun tidur.
"Morning." jawab Zora. Ia mengenakan bathrub dan menuju ke kamar mandi.
Pria asing itu duduk santai di sofa, ia menyalakan televisi. Tak lama kemudian Zora keluar.
"Do you want to play again?"
"No thank."
"I want you." pria itu bangkit dan memeluk Zora dari belakang. Pria itu ia kenal dengan tidak sengaja di sebuah club. Karena sama - sama mabuk mereka melakukan one night stand.
Zora melepas pelukan dan menaruh segepok uang di dada pria itu.
"What's this?"
"Uang.. Money."
"I don't understand."
"I don't like you, we only one night stand. Okey."
"No honey. I love you."
"Please go away. Leave me alone!" teriak Zora marah, ia mendorong pria itu.
Pria itu mengenakan pakaiannya kembali dan keluar dari apartemen Zora.
"Oke.. Oke.. I'm leaving but i'll be back."
Sepeninggal pria itu Zora terduduk, ia menyesal karena sembarangan melakukan hubungan bahkan tanpa pengaman. Bagaimana kalau ia hamil. Zora mengambil sesuatu dalam tas nya dan segera meminumnya.
Ting tong.. Ting tong..
"Siapa sih.. Ganggu aja pagi - pagi." gerutunya. Ia melangkah dan membuka pintu.
"Pagi sayang."
Zora memandang malas dengan pria di depannya itu. "Mau apa?"
"Hanya mau memastikan, apakah kau suka dengan hadiahku."
"Hadiah."
"Iya.. Pria bule yang membuat malammu menjadi lebih berwarna."
"Dasar brengsek!" Zora menutup pintu tapi di tahan oleh Sean.
"Jangan mengusirku. Ayolah kita ini tim yang baik. Hanya saja aku khawatir jika kekasihmu di Jakarta melihat video ini." Sean membuka handphone dan melihat video antara dirinya dan pria asing tadi. "Wow sangat panas bukan?"
"Kau mengancamku?!" teriak Zora.
"Tidak sayang. Tidak mungkin aku berbuat tega seperti itu."
Zora tersenyum sinis mendengar perkataan Sean. "Apa maumu?"
Sean mendekat dan memeluk Zora dari belakang. "Aku hanya ingin cintamu."
"Jangan buat aku marah Sean!" ucap Zora. "Kau ingin berapa?"
"Hahahahah.. Gadis yang pintar." Sean memegangi perutnya akibat tertawa terbahak - bahak. "Oke.. Oke.. Aku merasa heran, kenapa dulu aku tidak jatuh cinta padamu."
Zora hanya diam, tak bereaksi. Ia mengambil cek dan menuliskan sebuah angka. "Ini cukup kan?"
Sean melihat kemudian tersenyum puas. "Sangat cukup. Terima kasih sayang."
"Keluarlah. Aku mau istirahat."
"Dengan senang hati." Sean beranjak keluar. "Oya satu - satunya alasan aku tidak memilihmu karena rasamu tidak manis."
"Dasar brengsek! Keluar!" teriak Zora sambil melempar botol minuman, hingga pecah berceceran di lantai.
🌺🌺🌺🌺
Eswari berada di kamar mewahnya. Berbeda dengan kehidupannya dulu yang penuh dengan kesederhanaan. Almarhum suaminya tidak suka dengan kemewahan walaupun ia bisa memberikan itu untuk anak istrinya.
Eswari melihat beberapa foto almarhum suaminya dengan Indhira.
"Maafkan aku, aku tidak bisa menjaga Dhira dengan baik." gumamnya perlahan. Matanya mulai berkaca - kaca. "Sekarang aku tidak tahu di mana dia. Bagaimana keadaannya." Eswari mulai terisak.
Sebelum suaminya meninggal ia pernah berpesan untuk selalu menjaga Indhira. Tapi apa yang di lakukannya sekarang. Ia lebih memilih tinggal bersama Damian tanpa memperdulikan perasaan putri semata wayangnya.
Menurutnya Damian adalah pria yang baik, yang mencintainya dan Eswari cukup dengan itu semua setelah sekian lama tidak merasakan jatuh cinta.
Drrrtt.. Drrttt..
Telepon dari detektif swasta suruhannya.
"Halo."
"Maaf mengganggu waktu liburan anda?"
"Ada apa? Aku harap informasi yang kau bawa ini penting."
"Kami sudah menyelidiki tuan Damian. Sepertinya ia sedang berurusan dengan surat tanah. Karena sering keluar masuk firma hukum."
"Surat tanah? Apa surat tanah itu milikku?"
"Itu yang sulit kami selidiki. Tuan Damian orang yang teliti, tidak bisa kami masuk ke sana kecuali mencurinya."
"Kurang ajar!" gumam Eswari. "Ya sudah. Hmmm satu lagi. Apa Damian terlihat bersama wanita lain."
"Sampai saat ini kami belum pernah melihat tuan Damian berselingkuh dengan wanita lain."
"Baiklah. Lanjutkan kerjamu."
"Baik nyonya."
Panggilan di akhiri, Eswari bernapas lega karena Damian saat di Indonesia tidak selingkuh darinya. Ternyata apa yang dia khawatirkan tidak terjadi. Dan tuduhan Indhira tidak mendasar.
🌺🌺🌺🌺
Sore itu di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Jakarta.
"Sudah bisa di hubungi?" tanya seorang wanita sambil menaruh kopi hitam di meja.
"Belum. Sepertinya orang itu sudah mengganti nomor teleponnya."
"Aduh bagaimana ini? Uang kita sudah menipis."
"Iya aku tahu, tapi mau bagaimana lagi, orangnya nggak bisa di hubungi."
"Ya sudah ancam saja, kita akan menyebarkan bahwa dia dalang yang memberikan obat itu."
"Kamu ini istri yang bodoh." pria itu menonyor kepala istrinya. "Mau mengancam siapa, wong teleponnya susah di hubungi. Yang ada jika salah langkah, malah aku yang masuk penjara."
"Bagaimana kalau kita kasih tahu saja pengacara atau gadis itu. Kita pasti dapat uang banyak."
"Tidak semudah itu. Jadi kamu senang kalau aku di penjara?!"
"Ya nggak lah."
"Kau tahu, dalam hatiku tidak tenang. Kasihan wanita yang di tuduh menabrak itu. Bagaimana ia bisa melanjutkan hidup dalam tuduhan membunuh."
"Masa bodoh. Salah sendiri bergaul dengan orang - orang salah."
"Aacchh sudah. Jangan bahas itu. Sekarang yang harus kita pikirkan, bagaimana kita bisa dapat uang." pria itu menyeruput kopi pahit di meja. "Huueekk.. Pait."
"Ya jelas pahit. Gulanya habis." wanita itu terlihat sewot ketika suaminya protes.
"Kemarin tetangga sebelah cerita katanya tempatnya bekerja ada yang butuh karyawan."
"Jadi apa?"
"Pelayan di supermaket."
"Ya sudah besok aku ke sana melamar kerja."
🌺🌺🌺🌺
Uni memarkirkan motor beat warna hitam di halaman rumah kayu. Ia mengambil sebuah bungkusan dan berjalan masuk.
"Selamat sore bu Yuma." ucap Uni
"Masuk saja Uni. Pintunya tidak di kunci."
Uni masuk ke dalam dan melihat dosennya dulu sedang terbaring lemah di atas tempat tidur. Uni kasihan dengan keadaan dosennya yang sama sekali tidak ada sanak saudara yang menemani.
"Aku bawakan kue pukis kesukaan ibu."
"Terima kasih. Oya mana Dhira?"
"Hmmm.. Dia pergi liburan bu. Meninggalkan aku sendiri."
"Mungkin dia butuh waktu sendiri. Kasihan anak itu masalahnya banyak." Yuma berusaha untuk duduk. Dengan cepat Uni membantunya.
"Sejak ibunya menikah lagi, ia jadi jarang tersenyum."
"Kamu benar. Ia hanya tersenyum bahagia ketika bersama anak - anak kampung belakang." Yuma memegang dadanya. "Uhuk! Uhuk! Uhuk!"
"Sebentar aku ambilkan minum bu." Uni berlari ke dapur mengambil minum. Segara ia kembali.
"Ya Allah bu Yuma!" teriaknya ketika melihat Yuma yang sudah pingsan.
Uni segera minta tolong beberapa warga sekitar dan menelepon ambulance. Membawa Yuma ke rumah sakit.
🌺🌺🌺🌺
Indhira mulai memejamkan mata setelah merasakan kurang enak badan. Tak berapa lama ia tertidur.
Indhira berada di sebuah taman yang ia tidak asing. Yah itu taman di rumah Lucas. Taman yang sudah ia renovasi. Indhira merasakan ketenangan yang selama ini tidak pernah ia dapat. Serasa sangat damai.
Indhira menikmati bunga Lily hingga seseorang memeluknya dari belakang. Pelukan yang penuh kehangatan dan di rasakan Indhira sangat melindunginya. Pelukan yang selama ini ia nantikan. Perlahan Indhira membalikkan badan siapakah pemilik tangan yang merengkuhnya dengan penuh kehangatan. Dengan penuh senyum kebahagiaan Indhira melihat wajah pria itu.
Mata itu.. Pikir Indhira. Mata indah itu adalah milik Lucas..
🌺🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
RizQiella
wah
2024-10-19
0
Sleepyhead
Life is really simple, but we insist on making it complicated. Dhira Ibumu terlalu naif oleh kesenangan semata, tanpa memikirkan efforts yang diterima dengan mengabaikanmu. mengabaikan orang yang benar² peduli padanya. membuat rumit hidup dengan ulahnya sendiri.
2024-10-18
0
Sleepyhead
Haha Bodoh wanita bodoh, Believe it Karma moves in two directions. If we seed happiness, we will plant happiness. And if we seed some fake, we sill suffering the result.
2024-10-18
0