"Dhira.. Dhira.. Ayo bangun. Sarapan dulu."
"Oahemmm.. Masih ngantuk bu."
"Eh ini sudah pagi."
Indhira membuka matanya. "Sudah pagi? Yang benar bu?"
Nora membuka jendela. "Tuh lihat."
"Ya tuhan, ternyata aku tidur begitu lama." Indhira tampak pucat. "Tuan marah nggak bu?"
"Aku nggak tahu. Tuan belum keluar dari kamar."
"Syukurlah."
"Sudah sana mandi dulu."
"Iya." Indhira tersenyum. Ia mencepol rambutnya ke atas. Menyibak selimut dan turun dari tempat tidur. "Aaauuwww!" teriaknya.
"Kenapa?"
"Ternyata buat jalan masih nyeri." keluhnya.
"Mau aku papah ke dalam?"
"Nggak usah bu. Nanti jalan jinjit masih bisa."
Nora meninggalkan Indhira yang masih bersiap ke kamar mandi.
Dengan berlahan Indhira berjalan, walau masih nyeri ia tetap berusaha mandiri. Ia tidak mau membuat masalah yang bisa membuatnya di hukum. Mana kaki belum sembuh.
Kamar mandi untuk pelayan ada dua, satu untuk pelayan wanita dan satu untuk pelayan pria. Semuanya terletak di belakang.
"Kamu bisa mandinya?" teriak Nora dari luar.
"Bisa bu. Tenang saja." jawab Indhira dari dalam. Padahal ia penuh perjuangan untuk bisa mandi. Beberapa kali ia meringis menahan kesakitan.
"Ya sudah kalau begitu, aku tinggal ke depan sebentar ya."
"Oke."
Indhira menikmati mandinya, ada untungnya kakinya sakit. Mungkin saja ia bisa menunda penyiksaan dari Lucas.
"Hmmm.. Sabun ini wangi sekali. Siapa yang mengganti?" gumam Indhira. "Ah masa bodo yang penting wangi." ia sedikit berdendang dan___
Braakkk! Bruukkk!
"Aauuww!!!" teriaknya di dalam kamar mandi. "Aduh bokongku." ia meringis kesakitan. Nggak lucu kan, kaki sakit tubuh pun sakit. Indhira berusaha berdiri tapi kesulitan. Berulang kali ia terjatuh, masih ada sisa sabun yang belum tuntas bersih.
"Bu! Bu Nora! Bu! Tolong aku bu!" teriak Indhira. "Bu Nora Tolong!" ia berteriak berulang kali. Tidak ada respon dari Nora. "Ah iya ya, tadi bu Nora kan pamit ke depan sebentar." ia bicara sendiri. Tiba - tiba.. Brraakkk!!! Pintu terbuka. Dan____
"Apa yang terjadi!" Lucas mendobrak masuk setelah mendengar teriakan Indhira.
"Aacchhh!!! Apa yang tuan lakukan!!!" teriak Indhira sejadi - jadinya karena ia dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.
"Oh siall!!!" Lucas mengumpat sambil memalingkan muka.
"Kenapa tuan masih di situ! Keluar! Keluar!" teriak Indhira. Ia berusaha meraih handuk tapi apa daya tangannya kesulitan meraihnya.
Lucas keluar sambil menutup pintu, napasnya memburu dan ia butuh waktu untuk mengaturnya lagi. "Nora! Nora! Nora!" teriaknya keras.
Datang dari arah depan Nora dengan setengah berlari. "Ya tuan."
"Tolong Indhira!" tunjuknya di kamar mandi.
"Bbaik tuan."
Nora masuk ke dalam dan tampak Indhira dengan wajah penuh kelegaan.
"Apa yang terjadi?" Nora meraih handuk.
"Aku kepeleset bu." adunya seperti anak kecil.
Nora segera menutupi tubuh Indhira dengan handuk. "Ayo ibu bantu berdiri." Nora yang sudah berusia empat puluh tahun keatas merasa kesulitan dan membuat Indhira terjatuh lagi. "Sebentar." Nora berlari keluar kamar mandi.
"Hei, mau kemana?" tanya Lucas yang masih menunggu di depan kamar mandi.
"Mau panggil Asep. Maaf tuan saya kesulitan membawa tubuh Dhira."
"Tidak perlu panggil Asep!"
"Ttapi saya tidak ku____."
"Aku akan membawanya keluar."
"Ttuaan?" Nora mengulangi seakan tidak percaya dengan yang di dengarnya.
"Iya cepat! Sebelum aku berubah pikiran."
"Bbaik tuan."
Nora dan Lucas masuk lagi. Kali ini aman karena Nora sudah menutupi tubuh Indhira dengan handuk. Tapi berbeda dengan yang ada di pikiran Lucas. Melihat bulir bulir air menetes di leher Indhira membuatnya bergairah.
Tanpa berkata apa - apa Lucas segera membopong tubuh Indhira. Indhira terlihat kikuk, ia melirik ke arah Lucas. Pandangannya tertuju pada sepasang mata hazel yang indah. Namun kemudian ia segera menunduk, tidak berani menatap mata hazel itu. Ini pengalaman pertamanya di perlakukan seperti itu oleh seorang pria.
Setelah sampai kamar Lucas menghempaskan tubuh Indhira ke atas tempat tidur. "Lain kali hati - hati." pesannya sambil pergi keluar kamar.
Indhira hanya terdiam. Nora masuk ke dalam membawa pakaian yang tertinggal di kamar mandi.
"Bu aku malu." wajah Indhira memerah.
"Kamu sih. Tadi kan sudah ibu bilang, kalau kesulitan ngomong saja nggak usah sungkan."
"Iya lain kali aku ngomong." jawab Indhira. "Duh tubuhku yang suci sudah ternoda." gumamnya.
"Sudah nggak usah terlalu di pikirkan. Ini tadi keadaan darurat."
"Tapi kenapa mesti tuan, bu. Pak Asep atau Murti kan bisa." keluhnya.
"Tuan yang melarang."
"Pasti dia senang melihat aku jatuh. Jadi dia mau menikmati kesengsaraanku." bibir Indhira manyun.
"Sudah jangan berpikiran negatif. Sudah beruntung tuan mau menolongmu.
Nora tersenyum melihat ekspresi Indhira yang tampak sangat malu.
🌺🌺🌺🌺
Eswari dan Damian menikmati keindahan kota paris. Mereka bersenang - senang dan berbelanja.
Drrtt.. Drrtt.. Drrtt..
"Sebentar ya sayang, aku angkat telepon dulu."
"Siapa? Selingkuhanmu?"
"Ayolah sayang, jangan merusak suasana bahagia ini. Ini telepon dari asistenku." Damian memperlihatkan handphone nya.
Eswari tersenyum. "Maaf."
Damian beranjak dari duduknya dan sedikit menjauh dari Eswari.
"Halo. Aku kan sudah bilang jangan telepon aku selama ketika liburan."
"Maaf tuan, ini berita yang sangat penting."
"Apa!"
"Pengacara yang mengurus surat tanah itu ternyata rekanan dengan firma hukum milik Lucas. Dan ia telah menyerahkan kepengurusan itu pada Lucas.
"Apa! Dasar bodoh!!! Di mana otakmu! Kenapa ini bisa terjadi?!"
"Maaf tuan."
"Sayang apa ada masalah?" tanya Eswari yang mendengar suaminya mengumpat kesal.
"Tidak. Hanya masalah kecil. Nikmati saja minumanmu." Damian berusaha menenangkan Eswari. Ia menghela napas sebelum melanjutkan pembicaraan dengan asistennya.
"Aku tidak mau tahu. Surat tanah itu harus kembali padaku."
"Tapi tuan, bagaimana kalau Lucas bisa menyelesaikan masalah balik nama ini."
"Bodoh! Itu tidak mungkin setelah tahu riwayat kasus Indhira."
"Terus apa yang harus saya lakukan tuan?"
"Rebut kembali surat itu apapun cara! Mengerti?"
"Baik tuan."
Damian menutup telepon dan kembali bergabung dengan Eswari.
"Sayang." rayunya.
"Pasti ada yang kau mau?"
Damian menciumi pundak dan leher Eswari. "Kau sangat mengerti aku."
"Apa yang kau inginkan?"
"Aku tidak bisa menemanimu liburan hingga selesai. Ada masalah kecil di perusahaan dan itu butuh sentuhan tanganku."
Eswari tersenyum. "Sudah aku tebak."
"Ayolah sayang. Ini juga kan demi memuaskan jiwa sosialitamu." Damian terus menghujani Eswari dengan ciuman - ciuman. Bahkan tak segan tangannya ikut bermain di dalamnya.
"Jangan disini." cegah Eswari sambil memejamkan mata. Ia menikmati setiap sentuhan yang di berikan oleh Damian.
"Kenapa? Sekali - sekali kita lakukan di tempat terbuka." Damian semakin inten memberikan ciuman dan sentuhan yang membuat Eswari terbuai dalam pelukannya.
🌺🌺🌺🌺
Hari ini banyak bahan makanan datang ke rumah Lucas. Sayuran, ayam, telur, tempe dan susu. Beberapa pelayan menaruhnya di dapur.
"Wah bahan makanan sebanyak ini buat apa bu?" tanya Indhira.
"Entahlah, tuan tidak mengatakan apa - apa."
"Heh jangan - jangan_____."
"Dhira!" panggil Lucas.
Baru saja Indhira mau menebak, ternyata tebakannya menjadi kenyataan. Pasti ini wujud siksaan dari tuannya.
Dengan sedikit di seret Indhira menghampiri Lucas.
"Hari ini aku akan menjamu sekitar seratus tamu. Kau yang bertugas memasak."
"Ssaya tuan."
Lucas mengangguk. "Jika tamuku mengeluh masakanmu tidak enak, kau yang akan menanggung resikonya."
"Tttapi itu terlalu banyak. Sssaya tidak bisa tuan."
"Menolak? Baiklah." Lucas mengeluarkan handphonenya dan menghubungi seseorang. "Leon, surat tanah milik Damian____."
"Tunggu." cegah Indhira. Ia meraih tangan Lucas. "Jangan di teruskan. Saya akan memasak."
"Bagus." Lucas tersenyum puas. "Bahan makanan ini akan di masak sendiri oleh Indhira. Siapa yang membantunya akan aku pecat." pesannya pada beberapa pelayan yang lain. Lucas pergi meninggalkan Indhira sendiri.
Indhira hanya memandangi bahan makanan yang begitu banyak di depannya. Ia bingung harus mulai dari mana. Apa yang mau di masak. Keahliannya dalam memasak hanya biasa saja, itu pun sedikit dan tidak sebanyak ini.
Ah sudahlah daripada terus berdiam diri, pikirnya. Entah ini nanti jadi apa.
Indhira mulai mengupas beberapa sayuran dan bumbu - bumbu. Melihat jenis sayuran yang ada ia akan membuat sayur sop, ayam goreng, tempe goreng dan telur balado. Itu jenis makanan rumahan yang ia bisa masak. Ia tidak berpikir lagi apakah Lucas setuju dengan masakannya itu atau tidak. Lebih baik bertempur dari pada menyerah.
Nora menatap Indhira dengan tatapan sedih. Bagaimana nona dari keluarga kaya bisa menjadi pelayan dan mendapat siksaan dari tuan. Tidakkah tuan merasa iba dengannya. Nora sangat menghargai perjuangan Indhira, tapi ia yakin jauh di lubuk hati Indhira ia adalah gadis yang rapuh yang butuh perlindungan.
Saat ini Indhira mulai menggoreng ayam. Sepengetahuannya agar minyak tidak meletup - letup ia membalut ayam dengan tepung. Tangannya terasa pegal dan terlihat gemetar. Peluh dan keringatnya di mana - mana. Dan akhirnya sore masakannya sudah matang semua.
Kali ini Lucas memperbolehkan pelayan yang lain membantunya menata di meja makan. Lucas sama sekali tidak protes dengan menu makanan kali ini. Tak lama kemudian tamu yang di nanti sudah datang. Ternyata itu adalah seratus anak yatim piatu.
Tersungging senyum bahagia pada wajah Indhira. Lelahnya menjadi hilang ketika makanannya di makan dengan lahap oleh anak - anak. Ya tuhan mereka menyukainya, ucap Indhira dalam hati. Beberapa kali ia mengusap airmatanya.
"Sedih?"
Indhira menggelengkan kepala. "Nggak bu. Aku bahagia. Lihat itu mereka memakan masakanku. Sama sekali tidak tersisa. Apakah seenak itu?"
"Iya. Aku tidak tahu kalau makanan itu untuk anak - anak yatim. Mereka bahagia." ucap Nora. "Lihat ini, tanganmu kena minyak."
"Nggak apa - apa bu. Nanti di kasih obat juga sembuh." jawab Indhira yang masih memperhatikan anak - anak makan dengan lahap.
Setelah selesai makan mereka berdoa bersama dan pulang dengan membawa banyak hadiah dari Lucas.
Indhira dan beberapa pelayan lain membereskan piring - piring kotor. Semuanya habis di makan tanpa sisa. Seenak itukah masakannya, ia bertanya dalam hati. Atau mungkin karena anak - anak itu bisa menghargai jerih payah orang lain.
Indhira melihat Lucas sedang duduk di ruang keluarga. Ia memberanikan diri menghampirinya.
"Tuan." panggilnya pelan.
"Apa?"
"Terima kasih sudah memberikan kesempatan pada saya untuk melihat anak - anak bahagia."
"Maksudmu?"
"Hmmm.. Membuat masakan dan mereka makan dengan lahap membuat saya bahagia."
Lucas hanya diam tanpa reaksi. Karena tidak ada respon, Indhira memutuskan untuk kembali ke belakang bersama dengan yang lain. Yang penting ia sudah mengucapkan terima kasih. Walaupun dalam siksaan ia masih bisa merasakan bahagia, berguna untuk orang lain.
"Tempe gorengmu keasinan." sahut Lucas tiba - tiba.
Indhira menghentikan langkahnya. "Oh maaf tuan, saya akan belajar pada bu Nora." jawabnya sambil tersenyum.
Indhira melangkahkan kaki kecilnya sambil bersenandung. Walau Lucas terkesan mencemooh masakannya tapi menurut Indhira itu adalah pujian yang sempurna.
🌺🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Sleepyhead
Lucas has A good heart
2024-10-16
0
Sleepyhead
Pasti enak Dhira karena dibuatnya penuh hati ❤💞
2024-10-16
0
Putri Sary
ayo thor buat mereka dekat dan lukas mulai cinta
2024-10-16
0