Setelah kejadian di dapur tempo hari Ella masih berusaha mencari gara - gara dengan Indhira. Walau terkadang Ella sendiri yang akan celaka, Indhira bukan lawan yang mudah untuk di hadapi.
Pagi itu Ella bersungut kesal sambil memegangi tangannya yang sakit.
"Hei kenapa penampilanmu kusut begitu?"
"Gara - gara babu baru itu!"
"Gadis yang di bawa sama tuan? Indhira?"
"Iya dia. Siapa lagi!"
"Memang kenapa dia?"
"Biasa. Berlagak dia. Mentang - mentang yang bawa tuan, bisa seenaknya dia keluar masuk kamar tuan." cerita Ella. "Langsung saja aku tegur. Eh malah tanganku di pelintir."
"Lagian kamu sih. Kenapa juga ikut campur urusan tuan. Biar saja dia mau seperti apa, itu bukan urusan kita. Ingat kita di sini itu sama - sama pelayan. Sama - sama kerja. Selama dia tidak mengganggu kita, ya biarkan saja." jawab Murti sambil memasukkan baju ke mesin cuci.
"Nggak bisa begitu dong. Di sini harus di tunjukkan siapa yang senior dan siapa yang junior." Ella masih emosi. "Jangan sampai kita lemah, bisa - bisa gaji kita dia yang atur."
"Ya nggak mungkinlah. Kan sudah ada bu Nora dan pak Asep. Dan aku lihat sepertinya Indhira wanita baik - baik."
"Wanita baik - baik gimana? Keluar masuk kamar tuan, kalau tidak nemani tidur ngapain coba?" Ella duduk di kursi belakang.
Murti salah satu pelayan yang bertanggung jawab terhadap pakaian Lucas menghela napas. "Kita jangan menilai orang lain menggunakan baju sendiri."
"Maksudmu?"
"Maksudku jangan samakan Indhira dengan kamu. Yang suka keluar masuk kamar tuan diam - diam karena ada maksudnya. Iya kan?"
"Heh jangan nuduh sembarangan ya."
"Lah, itu kan kenyataan. Aku lihat sendiri pas mau ambil baju kotor tuan. Kamu ambil celana dalamnya kan? Buat apa coba? Mau di bawa ke dukun?" Murti mencibir.
"Heh jaga mulutmu ya. Kalau sampai orang lain tau, aku pastikan kau tidak lama kerja di sini!" ancam Ella. Ia pergi meninggalkan Murti sendiri.
Murti menggelengkan kepala melihat kelakuan teman kerjanya yang satu itu. Murti tipe orang yang tidak mau tahu urusan orang lain, beda dengan Ella. Dalam pikiran Murti ialah ia bekerja sebaik - baiknya menghasilkan uang buat keluarganya di kampung.
Sementara itu..
Ella masuk ke dalam kamarnya. Ia membuka almari pakaian dengan hati - hati. Membuka sebuah kotak berisi boxer warna hitam yang bertaburan dengan bunga. Ia mengambil sebuah botol kaca yang berisi cairan dan menuangkannya beberapa tetes di atas boxer itu.
"Ella."
Ella terkejut, dengan cepat ia menutup kotak dan almarinya. Mengatur napas sebentar sebelum membalikkan badan.
"Bu Nora."
"Bisa kita bicara?"
"Bisa bu." jawab Ella. Ia berharap Nora tidak tahu apa yang di lakukannya. Ia berjalan mengikuti Nora ke halaman samping.
"Kamu bertengkar dengan Dhira?"
Ella memasang wajah malas begitu tahu, apa yang akan di bahas. "Iya."
"Kenapa? Apa alasannya? Kau kan tahu tuan tidak suka ada keributan."
"Anak baru itu berlagak sombong karena menjadi pelayan pribadi tuan."
"Siapa yang jadi pelayan pribadi tuan? Tuan tidak memiliki pelayan pribadi. Dhira hanya pelayan biasa, sama seperti kalian."
"Jangan berusaha melindunginya bu Nora. Ia hanya mendapat perintah dari tuan, kalau tidak pelayan pribadi lantas apa namanya."
"Kita semua mendapat perintah langsung dari tuan termasuk jenis pekerjaan kita di sini. Tugasku hanya mengawasi kalian dan menyampaikan apa yang tuan perintahkan."
Ella hanya terdiam.
"Karena ini baru satu kali terjadi, aku hanya memperingatkan kalian. Dan ingat jangan membuat keributan lagi. Kalau itu sampai terjadi lagi, aku akan melaporkan ini pada tuan."
Ella mengepalkan tangannya. "Pilih kasih." gumamnya.
"Tidak ada yang pilih kasih di sini. Aku hanya bersikap adil." ucap Nora kemudian meninggalkan Ella sendiri.
Ella sedikit lega karena Nora sama sekali tidak tahu apa yang ia lakukan barusan. Dengan cepat ia kembali ke kamarnya dan menyelesaikan ritual itu dengan cepat.
🌺🌺🌺🌺
Indhira tampak membolak balikkan baju yang tertata di dalam almari.
"Kau belum siap juga. Kalau tuan tahu ia bisa marah." Nora memperingatkan. Ia melihat Indhira yang masih di dalam kamar ketika waktu sudah menunjukkan jam tujuh pagi.
"Bu Nora lihat sisirku nggak?"
"Sisir apa?"
"Sisir warna hitam yang di gagangnya ada semburat warna gold."
"Aku kok nggak lihat." jawab Nora. "Sudah pakai sisirku dulu. Cepat keluar."
"Baik bu."
Indhira bergegas merapikan rambutnya dan segera keluar ke meja makan. Hari ini tuan masih sakit dan menghendaki untuk makan di dalam kamar.
"Dhira. Bawa nampan itu dan ikut aku ke kamar tuan."
Mata Indhira terbelalak. Nggak salah tuh bu Nora menyuruhnya. Kemarin saja yang terakhir ia terkena lemparan bubur panas.
"Tapi bu___."
"Hmmm.. Maaf bu Nora. Kalau Dhira tidak bisa, aku bisa menggantikannya." sahut Ella dengan cepat.
"Tuan menginginkan Dhira yang membawa makanannya ke kamar." jawab Nora tegas, membuat Ella tampak kecewa. "Ayo Dhira, cepat bawa dan jangan membantah."
"Baiklah." dengan langkah gontai Indhira membawa nampan berisi makanan dan susu naik ke atas.
Tok.. Tok.. Tok..
"Masuk."
Pintu kamar terbuka.
"Maaf tuan saya membawakan sarapan."
"Bawa kemari." perintah Lucas dengan tegas. Walau ia sakit suara dan wibawanya tidak berubah menjadi lemah.
Dengan perlahan ia menaruh nampan di atas tempat tidur Lucas tanpa berani memandang wajahnya. Ia tahu bahwa Lucas saat ini sedang mengawasinya.
"Santai kamu."
Indhira hanya diam.
"Aku bicara padamu! Tidak punya telinga?!"
"Oh maaf tuan. Saya tidak tahu kalau tuan bicara dengan saya."
"Setelah aku sembuh, jangan harap kau bisa sesantai ini."
Indhira menyesal kenapa tadi ia tidak segera menjawab.
"Apakah makanannya ada yang kurang tuan?" Nora berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Cukup." Lucas hanya memakan setengah saja. Lidahnya masih terasa pahit ketika menelan makanan.
"Hari ini dokter akan memeriksa tuan."
Lucas hanya mengangguk. Ia melihat ke arah Indhira dengan tajam. Mungkin ia baru memikirkan bagaimana cara membuat gadis itu sengsara. Menyiksanya dengan perlahan memberikannya suatu kesenangan yang tak dapat ia jelaskan.
"Nora, kau tahu aku baru sakit."
"Iya tuan."
"Nanti sore aku mau merasakan udara yang segar di taman samping."
"Baik tuan nanti sore saya akan meminta Asep membawa tuan ke taman samping."
"Bukan.. Bukan itu maksudku."
Indhira yang mendengarkan pembicaraan mereka sepertinya tahu maksud dari Lucas. Pasti ada hubungannya dengan dirinya.
"Aku mau semua tanaman di taman samping di ganti dengan tanaman yang baru."
Nah benar kan, kata Indhira dalam hati. Pasti aku juga nanti yang di suruh.
"Baik. Tuan ingin di ganti dengan tanaman apa? Biar Asep nanti yang menanamnya."
"Jangan Asep. Dia sudah banyak pekerjaan. Dia saja yang lakukan."
Terdengar Indhira yang menghela napas mendengar perintah Lucas.
"Ganti dengan beberapa pohon jenis cemara udang, Lili Paris, Dracena, beberapa Sanseviera dan palm. Aku juga mau ada beberapa tanaman bonsai."
"Maaf. Apa semua tanaman di samping di ganti semua."
"Tentu saja."
"Tapi waktunya tuan."
Lucas menatap tajam Indhira yang masih menundukkan kepala. "Aku rasa dia sanggup. Bukankah begitu Dhira?"
Indhira mendongakkan kepala. "Eh, iya tuan."
"Dengar sendiri kan?"
"Baiklah. Kalau begitu kami permisi." pamit Nora.
Indhira segera mengambil nampan bekas makanan Lucas. Ia memberanikan diri melirik ke arah Lucas. Dan ia melihat pria dengan mata terindah itu tersenyum smirk padanya.
Nora dan Indhira menuruni tangga. "Kenapa kamu tidak menolak. Menanam tanaman segitu banyak tidak akan mungkin selesai tepat waktu."
"Menurut ibu, apa aku punya kesempatan untuk menolak?"
"Tidak."
"Nah.. Jadi selesai tidak selesai aku harus melakukannya."
Nora menemui Asep dan meminta di pesankan tanaman yang Lucas minta.
"Lah, mau di ganti semua?"
"Iya. Tuan yang minta."
"Padahal tanaman yang ini masih bagus dan segar - segar. Apa nggak sayang kalau di buang?"
"Sudah jangan mikir gitu. Ini tuan yang minta." desak Nora.
"Aduh lembur lagi nih." keluh Asep.
"Bukan kamu yang mengerjakan tugas ini, tapi Dhira."
"Loh kok."
"Sudah cepat, nanti sore harus selesai."
"Oalah, tuan memang aneh." ucap Asep sambil pergi. Ia melihat Indhira yang sudah mulai mencabut semua tanaman. Ia merasa kasihan melihat gadis itu. Baru kemarin keluar dari perkebunan dan sekarang harus kerja berat membuat taman.
Setelah beberapa waktu. Semua tanaman yang di minta Lucas tiba di rumah. Asep di bantu dengan beberapa pelayan lain menurunkan tanaman itu di taman samping. Cukup banyak dan perlu tenaga ekstra. Ia hanya bisa berdoa melihat wajah Indhira yang sudah lelah.
Sementara itu.. Tampak dari kejauhan Ella tersenyum melihat Indhira.
"Rasakan!" gumamnya.
"Sudah.. Jangan di lihat terus. Kasihan." ucap Murti.
"Heleh, orang seperti itu tidak perlu di kasihani."
"Kerja.. Kerja.."
"Kerja saja sendiri sana. Aku masih ada urusan." Ella pergi ke kamarnya dan menutup pintu. Entah apa yang di lakukannya.
🌺🌺🌺🌺
Sudah hampir jam tiga sore. Indhira masih berkutat dengan tanamannya. Ia memulai dengan menanam tanaman yang kecil - kecil terlebih dahulu. Dan sekarang masih ada dua pohon cemara udang dan satu buah palm. Pohon itu cukup besar. Butuh dua orang untuk mengangkatnya. Tapi karena tidak boleh ada yang membantu, ia terpaksa menyeretnya.
"Aduh beratnya." keluhnya. Beberapa kali ia mengusap peluh yang membasahi keningnya. "Ayo kurang sedikit lagi Dhira." ucapnya menyemangati dirinya sendiri.
Dan akhirnya tepat pukul empat sore ia selesai mengerjakan itu semua.
"Eh kok malah tiduran di situ. Ayo ke belakang, tuan sedang dalam perjalanan kemari."
Indhira bergegas bangun dan membawa alat - alatnya kebelakang. Ia akan emosi jika melihat wajah Lucas. Saat ini yang ia butuhkan adalah mandi dengan air yang segar. Tubuhnya terasa lengket, gatal dan kotor.
Indhira menikmati setiap tetes air yang membasahi tubuhnya. Cukup lama ia di dalam sana dan memastikan tubuhnya benar - benar bersih.
Indhira keluar dengan menggelung rambutnya ke atas. Ia menuju ke kamarnya. Kamarnya terletak di sebelah kamar Ella. Dan ia mencium bau yang aneh dari kamar tersebut.
"Kok bengong?"
"Coba bu Nora cium. Baunya aneh kan?"
Nora mendekat dan mencium sesuatu yang ia tahu. "Ini bau kemenyan."
"Duh.. Jangan - jangan setan bu."
"Hush, kamu kira Ella memelihara tuyul." Nora membuka pintu kamar yang kebetulan tidak di kunci. Indhira mengikuti dari belakang.
"Loh, ini sisirku yang hilang bu." ucap Indhira sambil mengambil sisirnya. Tapi ada yang aneh, sisir itu tampak sedikit basah. "Huh, baunya." dengan cepat ia melempar sisir ke atas tempat tidur.
Nora dengan cepat mengambilnya. "Ini bau kemenyan." gumamnya. "Dhira, ini benar - benar aneh. Bantu aku menggeledah kamar Ella."
"Baik bu."
Nora dan Indhira menggeledah asal dari bau kemenyan. Mereka membuka beberapa laci penyimpanan dan terakhir almari.
"Ya tuhan." pekik Indhira. "Ini apa bu?"
Nora segera melihat apa yang ada di dalam kotak. "Ini celana dalam milik tuan."
🌺🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Regita Regita
Ella ketauan mau guna gunain Lucas
2024-11-17
0
Indah Darma Indah
Ella mau jadi nyonya rumh JD segala cara di lakukan nya
2024-10-13
0
Sleepyhead
yeaaaaakssss
2024-10-13
0