Athan menjadi orang yang merasa paling bersalah sekaligus berdosa atas kematian pak Maryo. Di antara tangis kehilangan yang begitu pecah dari istri dan kedua anak pak Maryo, Athan terdiam menatap sendu wajah ketiganya.
“Ya Allah, ... ampuni aku. Namun aku bersumpah, aku akan menggantikan peran pak Maryo dalam urusan ekonomi. Aku pastikan, mereka tidak akan pernah kekurangan ekonomi, meski pak Maryo tak bersama mereka lagi!” batin Athan. Layaknya papa mamanya, ia memakai lengan panjang warna hitam. Namun untuk menyembunyikan kesedihan sekaligus air matanya, ia yang berdiri persis di belakang Daisy, sengaja memakai kacamata hitam tebal.
Di lain sisi, Elena yang akhirnya menemukan semua dokumennya, malah langsung diam melongo. Sebab hujan deras yang mengguyur, membuat dokumen itu hancur.
“Ya ampun ... ya ampuun!” panik Elena. Namun di tengah kepanikannya, ia malah nyaris tersambar petir. Alasan yang juga membuatnya buru-buru lari ngacir. Padahal dari kemarin, wanita cantik itu berkutat di antara sampah-sampah kantor. Namun turunnya hujan disertai petir, seolah menegaskan bahwa semesta alam lebih menginginkannya mendapatkan hukuman dari Athan. Iya, Athan ... si tampan yang kali ini mendadak menjelma menjadi malaikat kematian untuknya.
Turunnya hujan disertai petir juga membuat mereka yang masih ada di sekitar makam pak Maryo undur. Pak Rain segera merangkul sang istri yang ia payungi. Sementara Athan juga melakukan hal serupa kepada ibu Syifa maupun Daniel. Athan yang terus bersikap dingin bahkan rela membiarkan punggungnya basah terkena hujan. Hanya agar ibu Syifa dan Daniel tidak kehujanan. Karena kebetulan, hujan yang turun meski tidak begitu deras juga sampai disertai angin kencang.
Daisy dan Dimas menjadi yang paling akhir pergi. Namun berbeda dengan Athan dan orang tuanya, payung yang Dimas kendalikan justru terbawa angin. Hingga Athan yang mengetahuinya meminta orang tuanya untuk turut menampung Daisy.
“Huh!” kesal Dimas yang terpaksa hujan-hujanan sendiri.
•••
Malamnya, Dimas, Athan dan juga orang tuanya masih menjadi bagian dari Daisy sekeluarga.
“Benar, alasan ayah kamu meninggal karena mencoba melindungi Athan bos kamu itu?!” sarkas Dimas.
Di dalam kamarnya, Daisy layaknya mayat hidup. Ia duduk loyo sambil mendekap sebuah bingkai foto berukuran 20R. Daisy hanya menatap Dimas dengan malas. “Aku dan ibu maupun Daniel masih berduka. Tolong, jangan memperkeruh keadaan!” tegas Daisy masih mendekap bingkai berisi foto keluarganya. Di sana, ia dan ibu maupun Daniel, masih disertai sosok pak Maryo. Mereka masih dalam formasi lengkap. “Hubungan kami dengan bos kami sangat baik. Mereka bahkan yang membiayai sekolahku hingga SMA. Termasuk sekolah Daniel, sampai sekarang juga masih pak Hasna yang bayar.”
“Masalahnya andai benar, kamu bisa menuntut ganti rugi! Atau minimal, bawa saja masalah ini ke ranah hukum!” bawel Dimas yang kemudian berkata, “Kamu bahkan bisa mendapat jaminan jasa raharja! Nominalnya beneran lumayan, bisa buat kebutuhan ibu sama adik kamu. Soalnya tetanggaku yang ada di kampung juga pernah dapat!”
Berbeda dengan Dimas yang sibuk membuat pikiran Daisy panas, Athan dan pak Rain malah fokus mengurus persiapan acara yasinan maupun tahlil. Meski merupakan orang kaya, pak Rain dan Athan melakukan semua yang harus tuan rumah lakukan. Terlebih, Daisy dan ibunya tak mungkin melakukannya. Ditambah lagi, di Jakarta, keluarga Daisy tidak memiliki kerabat. Kebanyakan kerabat orang tua Daisy itu asli orang kampung. Tentunya, kematian pak Maryo yang terbilang mendadak, tak mungkin membuat keluarga dari kampung langsung bisa datang.
Menyiapkan suguhan dan menyuguhkannya, Athan lakukan bersama sang papa. Termasuk membagikan buku yasin, keduanya lakukan secara bekerja sama. Di rumah KPR milik pak Maryo yang terbilang rapi, acara yasinan dan tahlil terbilang ramai. Depan teras rumah yang digelari tikar sudah penuh oleh tetangga.
“Ya Allah ... kalau aku balas mas Dimas, yang ada kami malah ribut!” Suara hati Daisy barusan mengusik konsentrasi Athan. “Si Dimas, rese, ya?” batin Athan sudah langsung kesal. Rahangnya yang mengeras, juga kedua tangannya yang mengepal, mempertegas kemarahannya. Ditambah lagi sejak awal bertemu, baginya Dimas sama sekali tidak menghargai Daisy. Jangankan bersikap layaknya kepala keluarga karena biar bagaimanapun, Dimas akan menjadi suami Daisy. Menghibur Daisy sekeluarga yang sedang berduka saja, Dimas tidak melakukannya.
Kini, kenyataan Athan yang tiba-tiba pergi dengan tampang kesal, mengusik pak Rain yang awalnya duduk di sebelah Athan.
“Itu anak kenapa?” pikir pak Rain sadar, sang putra dalam keadaan emosi. Namun, ia tak mungkin pergi begitu saja dari sana. Karena memang tidak ada tuan rumah yang memimpin.
Sampai saat ini, Athan masih melangkah lebar sekaligus tegas. Kamar Daisy langsung menjadi tujuannya. Dengan jarak yang terbilang dekat dari teras, membuat Athan tak membutuhkan waktu tempuh lama.
“Athan itu pembunuh ayah kamu! Kamu jangan terus menerus membela dia! Minimal, minta ganti rugi! Karena ganti ruginya juga bisa berguna buat biaya hidup ibu dan adikmu!” tegas Dimas bertepatan dengan Athan yang menerobos masuk pintu kamar Daisy.
Kebetulan, pintu kamar Daisy memang tidak tertutup rapat apalagi sampai dikunci.
“Kamu tidak usah berisik! Biarkan Daisy tenang karena Daisy masih berduka! Jangan mentang-mentang kamu tunangannya, kamu merasa bisa seenaknya!” tegas Athan sengaja bertutur lirih meski ia sudah ingin menerkam Dimas.
Dimas yang awalnya agak membungkuk demi menyamakan tingginya dengan Daisy yang meringkuk, langsung kicep. Dimas hanya diam kebingungan dan sekadar menatap Athan saja, langsung tidak berani.
“Sementara untuk biaya hidup Daisy dan ibu maupun adiknya, nanti itu jadi urusan saya! Sekarang saja saya sudah merancang pendidikan untuk Daniel agar dia bisa jadi laki-laki berguna yang tidak banyak mulut seperti kamu!” tegas Athan yang juga langsung menarik kemeja bagian dada Dimas. “Biarkan Daisy istirahat sekaligus menenangkan diri. Sekarang kamu ikut aku ke depan. Kita sama-sama yasinan sekaligus tahlilan!” tegas Athan.
Daisy yang awalnya melow, jadi merasa ada yang aneh dengan Athan. “Kok Bos Athan jadi peduli banget, yah, ke aku dan keluarga aku? Serius gitu, Bos Athan bakalan melakukan semua yang baru saja ia katakan?” pikir Daisy yang juga langsung terdengar oleh Athan.
“Ya ... aku bahkan tidak akan membiarkanmu menikah dengan Dimas yang bisa kupastikan tidak bisa membahagiakan kamu!” batin Athan yang diam-diam jadi bertanya-tanya dalam hatinya.
Athan memikirkan bagaimana caranya agar dirinya bisa menjauhkan orang seperti Dimas dari Daisy? Apalagi meski bar-bar dan sangat berisik, pada kenyataannya, Daisy itu berhati bersih. Akan sangat disayangkan jika wanita seperti Daisy justru menjadi bagian apalagi istri dari pemuda labil seperti Dimas!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Rahmawati
Dimas ini beban hidup daisy
2025-02-11
0
Damai Damaiyanti
athan kalo nurun opa ojan ,itu si dimas auto udah di kasih jurus kentut yg melegenda hahaha
2024-07-01
0
Hilmiya Kasinji
bang Athan sweet banget...mending Daisy nya sama Athan ya , walaupun nanti Athan bakalan ngenes
2024-06-26
0