“Ayah ... Ayah, jangan begini Ayah! Ayah, ... Ayah aku mohon buka mata Ayah! Ayah harus bangun! Ayah ....” Air mata Daisy kian sibuk berjatuhan dan tak lagi bisa dihitung.
Melepas kepergian sang ayah yang ditangani di dalam IGD membuat Daisy linglung. Bibirnya yang bergetar tak lagi menghasilkan suara. Sementara kedua kakinya yang awalnya berdiri kokoh, perlahan gemetaran dan mengantarkannya terduduk lemas.
Tak jauh dari Daisy, sang mama sudah jatuh pingsan dan membuat Daniel menangisinya. Daniel memangku ibu Syifa tak jauh dari depan ruang IGD. Sementara itu, Athan yang sampai terlibat membopong pak Maryo, juga tak kalah hancur dari keluarga pak Maryo. Athan menitikkan air mata memandangi Daisy, ibu Syifa, maupun Daniel.
“Ibu ... Ayah, ... tolong buka mata kalian. Aku mohon,” tangis Daniel sesenggukan sambil mengusap-usap wajah sang mama yang basah oleh air mata sekaligus keringat.
Athan melihat semua kehancuran itu. Termasuk suara hati Daisy yang menyayangkan sekaligus menyesalkan keadaan.
“Ayah, ... kenapa jadi begini? Kenapa bukan aku saja yang tertabrak? Bukankah ketimbang Ayah, aku jauh tidak berguna? Bukankah selama ini, bakatku hanya bikin susah?!” batin Daisy dan sukses membuat Athan yang mendengarnya kacau.
Dada Athan bergemuruh parah di tengah jantungnya yang berdetak kencang. Bersamaan dengan itu, air matanya juga jadi sibuk berjatuhan.
“Aku enggak boleh lemah! Kalau bukan aku, siapa lagi yang urus Ayah!” batin Daisy. Ia berusaha berdiri bahkan bangkit. Meski kedua kakinya yang gemetaran, tak kuasa membuatnya melakukannya. Karena yang ada, ia terus terjatuh. Bahkan ketika akhirnya sang ayah diboyong dari sana. Sang ayah dipindah ke ruang operasi Daisy terus berusaha, tapi ia nyaris tetap berada di tempat. Padahal, tangan dan kedua kaki Daisy terus bergerak.
Kini, Daisy yang terdiam pasrah, menunduk seiring ia yang teringat. Daisy masih sangat ingat, kedua kaki sang ayah remuk. Sementara bersuara saja, sang ayah yang awalnya melotot, tak lagi bisa. Tadi, Athan sendiri yang memboyong pak Maryo secara langsung hingga UGD. Pakaian Athan, khususnya pakaian bagian depan tubuh Athan, jadi basah darah pak Maryo.
“Kenapa harus setragis ini?” lirih Daisy yang akhirnya sampai di depan ruang operasi.
Di depan ruang operasi, Athan masih terjaga. Namun, kenyataan Daisy yang begitu hancur karena tatapan saja sangat nanar, membuat Athan makin merasa bersalah. Athan yang awalnya berada di posisi lebih depan dari Daisy, sengaja menghampiri Daisy untuk meminta maaf.
“Aku enggak butuh kata maaf, Bos. Aku mau, ayahku balik saja. Seperti sedia kala. Aku mau, ... aku mau semuanya baik-baik saja!” ucap Daisy membalas permintaan maaf dari Athan. Balasan yang terdengar melantur bahkan di telinganya sendiri.
Tak lama kemudian, polisi datang. Athan lah yang maju dan memberikan keterangan mengenai kronologi kecelakaan. Dua polisi yang datang juga menjelaskan, bahwa pengemudi mobil yang menabrak mobil Athan maupun pak Maryo, dalam keadaan mabuk.
“Baji.ngan! Keca.catan bahkan nyawa melayang karena kelalaiannya yang mengemudi dalam keadaan mabuk. Sementara hukuman bagi mereka paling banter sepuluh tahun. Itu saja jarang yang sampai sepuluh tahun!” marah Athan dalam hatinya.
Perginya polisi juga membuat Athan menghubungi sang papah. Sementara Daisy yang awalnya berdiri menunduk, sudah kembali terduduk loyo di depan pintu ruang operasi. Hanya saja, gadis berisik itu berakhir pingsan setelah seorang suster mengabarkan bahwa kedua kaki pak Maryo harus diamputasi, itu saja belum menjamin pak Maryo sembuh dari koma.
“Aku benar-benar berhutang budi,” lirih Athan yang sudah merengkuh tubuh Daisy. Ia masih bersimpuh, sementara kedua tangannya perlahan mengeratkan dekapannya terhadap punggung maupun kepala Daisy.
“Kenapa selalu begini? Kenapa orang-orang selalu mengorbankan nyawa mereka hanya untuk melindungiku? Ya Allah, ... sebenarnya aku kenapa? Aku manusia biasa, ... aku bukan malaikat maut!” batin Athan yang tersedu-sedu. Athan menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa pak Maryo.
••••
Daisy terbangun di keesokan harinya. Dengan pakaian masih berlumur darah, harapan bahwa apa yang menimpa sang ayah hanya mimpi buruk, pupus sudah.
“Itu beneran bukan mimpi?!” panik Daisy buru-buru menarik paksa selang infus dari punggung jari tangan kirinya. Karena memang, Daisy sampai diinfus.
Daisy meninggalkan ruang rawatnya dengan sangat buru-buru. Ibu Hasna yang awalnya terjaga di bangku tunggu depan ruang rawat Daisy, kewalahan menyusul.
“Daisy, ayah kamu masih di ICU!” seru ibu Hasna dan sukses mematahkan langkah Daisy.
Daisy yang jadi sempoyongan, berangsur menoleh bahkan balik badan. Ia menatap nanar sekaligus tak percaya ibu Hasna. Wanita itu tetap melangkah tergesa menghampirinya.
“Ibu Rain ....” Daisy tak menyadari dirinya sampai salah sebut nama. “Ayahku bisa sembuh, kan? Biarkan aku saja yang menggantikannya. Tolong bilangkan ke dokternya. Enggak apa-apa, aku ikhlas!” lanjutnya masih berucap lirih.
Perasaan ibu Hasna jadi campur aduk. Apalagi alasan pak Maryo seperti sekarang karena sopirnya itu berusaha melindungi Athan.
Tak lama kemudian, akhirnya Daisy bertemu ibu maupun adiknya. Keduanya masih duduk loyo di ruang tunggu sekitar ICU pak Maryo dirawat. Daisy menitikkan air matanya dan tetap gagal berusaha tegar. Ia yang awalnya akan memeluk ibu dan adiknya tidak jadi. Daisy memilih masuk ke dalam ruang ICU sang ayah dirawat. Ia sampai memakai pakaian khusus dan tersedu-sedu di sana.
“Ayah, aku mohon buka matamu. Aku janji, akan belajar lebih giat lagi. Aku akan menghafal nama dengan cepat. Aku juga akan jadi anak pendiam. Aku enggak akan berisik lagi. Aku akan memplester mulutku agar aku tidak berisik!” batin Daisy.
Di tempat berbeda dan itu di kantor milik Rain, Elena merasa puas bahkan menang. “Si karyawan baru beneran dipecat!” batin Elena yang sampai mengintip dari balik pintu ruang kerja Daisy yang juga menjadi pintu utama ruang kerja Athan.
Dari luar, Athan yang sudah berganti pakaian dan jadi lebih pendiam bahkan dingin melebihi biasa, tak sengaja memergoki Elena. Sempat nyaris berhenti melangkah lantaran ingat suara hati Daisy yang membahas Elena, Athan langsung mempercepat langkahnya. Bertepatan dengan Elena yang senyum-senyum puas karena Daisy tak ada di ruang kerjanya, menyudahi intipannya. Detik itu juga Athan ada di sebelah wanita cantik nan seksi itu. Keduanya tak hanya berhadapan. Karena tatapan keduanya juga sampai bertemu. Bedanya, ketika Elena menatap Athan penuh senyuman, Athan justru menatapnya penuh kebencian.
Dada Athan naik turun secara teratur seiring napasnya yang terdengar tak beraturan. “Elena Teresia!” tegas Athan meski ia masih berucap lirih.
Detik itu juga, wajah cantik Elena makin dipenuhi senyum. Elena bahkan menyugar rambut panjang bergelombangnya, ke belakang telinga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Erina Munir
and hidup luh elena...senyam senyum...nangiis luuh ntrr
2024-07-14
0
Hilmiya Kasinji
ya Allah kak, baru awal aku udah mewek gak karuan
2024-06-26
0
FiaNasa
kasihan deasy,,gara² si ular elena smua ini terjadi,
2024-06-16
0