Sekarang Isabel terlihat semakin menggila. Dia tidak menghentikan pukulannya meski Hilman telah jatuh ke lantai.
Buuk!
Buuk!
Buuk!
Suara pukulan Mirna berulang kali terdengar menggema di ruangan itu.
“Aku sedari tadi diam mengharapkan dirimu bersahabat, ternyata malah menyebalkan!” Ucap Mirna dengan marahnya itu
Mirna terlihat seperti monster yang mengamuk dan siap memakan Hilman bulat-bulat.
"Aww! Arghh ...!" Hilman merintih kesakitan.
Dari mulutnya terdengar ucapan kasar karena rasa sakit atas hinaan yang diucapkan Hilman.
"Rasakan pukulan tanganku ini, dasar setan!" ucap serapah Mirna pada Hilman Karena emosi yang tak bisa ditahannya.
Mirna tak bisa menguasai amarahnya. Dan sekali lagi, pukulan telak Isabel mendarat di wajah Hilman.
Buuuk!
Bunyi pukulan itu terdengar keras dan renyah sekali.
"Uhh!...Argh! Sakit sekali!" Hilman berteriak sambil tangannya memegang wajahnya akibat pukulan Mirna itu.
Wanto panik melihat apa yang dilakukan oleh Mirna kepada Hilman.
“Ayo lawan Aku, Hilman! Atau Kamu tidak berani lantaran Aku perempuan?” Tanya Mirna dengan penuh emosinya itu.
Merasa takut terjadi apa-apa kepada Hilman, terutama Wanto merasa was- was, dia takut Hilman melawannya dan membuat Mirna terluka.
“Sudah cukup menghajarnya, Mirna!” Ucap Wanto merasa ketakutan.
Wanto tidak terlalu memperdulikan luka yang dialami oleh Hilman. Dan yang lebih ditakutkan lagi jika terjadi sesuatu pada Hilman yang membuat murka Ayahnya Ambarita kepadanya.
“Sudah!...Sudah cukup! Jangan memukul lagi, nanti tanganmu terluka, Mirna!” Ucap Wanto lagi menghentikannya.
Oleh karena itu Wanto pun langsung buru-buru menghentikan Hilman agar tidak bertindak lebih jauh.
“Kalian berdua cepat Kemari, tolong pegang kedua tangan Hilman, agar dia tidak bisa bergerak lagi, Cepat!” Ucap Wanto pada kedua Anak buahnya itu.
“Baik, Tuan!” Ucap kedua Anak buahnya itu sambil bergegas memegangi tangan Hilman itu.
Merasa tidak senang melihat kedua Anak buah Wanto memegangi kedua tangannya, Hilman pun berontak sambil memakinya.
"Hey keparat, Hentikan! Jangan pegang kedua tanganku ini, Lepaskan Aku!” ucap Hilman merasa berusaha untuk meronta.
Wanto buru-buru berlari menghampiri Hilman yang sedang tergeletak di lantai dan kedua tangannya dipegangi kedua Anak buahnya itu. Lalu Wanto menunjukkan amarahnya dengan membentak Hilman agar jangan melawan.
"Diam Hilman jangan berani- berani membuat Mirna marah lagi, Mengerti!” ucap Wanto sambil mencekik lehernya itu.
"Keuk!...Keuk! Lepaskan Wanto!" Teriak Hilman padanya.
Suara Hilman merintih dan meronta akibat cekikan Wanto itu.
Apa yang diucapkan oleh Wanto membuat Hilman pun diam, sambil menahan rasa sakit pada lehernya karena dicekik.
Hilman menatap tajam kedua mata Mirna. Dia terlihat sangat marah sekali dengan apa yang telah dilakukan oleh Mirna padanya itu.
"Dasar wanita tidak tahu diri, Kamu pikir dengan memukuli seperti itu kamu terlihat hebat, sayangnya Kamu itu perempuan!" Ucap Hilman pada Mirna dengan geramnya.
Mirna masih berdiri dengan jarak sekitar tiga meter dari Hilman. Dia masih mengepalkan kedua telapak tangannya dengan keras dan tubuhnya masih bergetar karena emosi yang meletup-letup.
“Diam! Aku belum puas bila mulutmu itu belum aku robek- robek dengan tanganku ini!” Ucap Mirna lagi dengan nafas yang memburunya itu.
Lalu terdengar Wanto bicara dengan emosi tinggi dan rasa khawatir yang dalam hingga ucapannya sangat kasar.
"Kelakuanmu itu layaknya seorang Banci, Kamu hanya berani pada perempuan, Hilman!" Ucap Wanto saking kesalnya itu.
Mirna menatap tajam kedua mata Wanto sambil menggelengkan- gelengkan kepalanya.
Sambil merasa tidak mau diam menahan beratnya amarah, lantas Mirna berjalan menghampiri Wanto dan langsung bicara padanya penasaran dalam hatinya.
“Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu, Wanto? Mengapa sampai terjadi seperti ini? Kamu ditugaskan Ayahku untuk menasehati dan menjaga tingkah Harun agar tidak berlaku semaunya, Wanto!” Ucap Mirna merasa sangat marah padanya.
Wanto tertunduk malu pada Mirna, dia seakan tidak bisa untuk menjelaskannya.
"Maafkan Aku, Mirna! Untuk masalah ini Aku tidak bisa menasehatinya?!" Jawab Wanto dengan merasa pusing di kepalanya itu.
Mirna merasa jawaban Wanto adalah sebuah alasan belaka.
"Tentu aku tahu betapa keras kepalanya Suamiku itu, tapi bukan berarti Kamu membiarkan dia berbuat sesukanya. Ini sudah kelewatan sekali, Wanto!” Ucap Mirna dengan suara yang bergetar karena emosi.
Wanto terdiam dengan seribu bahasa sambil wajahnya menunduk di hadapan Mirna yang terbakar api emosi itu.
Melihat wajah Mirna yang semakin merah terbakar emosi, Hilman melihatnya semakin benci padanya, Dia tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Mirna kepadanya itu.
"Perlakuan ini sungguh aku tak terima. Aku bisa membalasmu dengan lebih menyakitkan, Mirna!" Ancam Hilman pada Mirna dengan rasa sakit dalam hatinya itu.
Mendengar Hilman mengancamnya, kembali amarah Mirna terbakar di dalam dirinya.
"Jadi Kamu mengancamku, Hilman?" Tanya Mirna pada Hilman tersinggung.
Kini Hilman menatap tajam wajah Mirna dengan penuh amarah, kemudian dia berkata padanya.
"Memang Aku akui dunia ini milikmu karena Ayahmu adalah Orang Kaya raya dan terpandang, jadi Kamu bisa berbuat sesukamu pada Orang lain, Mirna!" Ucap Hilman merasa dendamnya tidak lepas, malah semakin menjadi.
Amarah Mirna begitu berapi-api. Selama ini dia tidak pernah diremehkan oleh seseorang, baru kali ini dia mendapatkannya. Dan yang paling membuatnya marah adalah orang yang menantangnya itu adalah Hilman yang baru dikenalnya.
“Seumur hidupku baru kali ini Aku dihina dan direndahkan layaknya sampah!” Ucap Mirna menggerutu padanya.
Hilman menatap tajam kedua mata Mirna, Dia sama sekali tidak takut dengan ancaman dari orang kaya itu.
“Mau mengancam apalagi? Silahkan saja! Toh Aku hanya bisa diam!” Ucap Hilman pasrah.
Kini Mirna mengambil ponselnya dari saku celananya. Kemudian dia pun langsung menghubungi koleganya yang merupakan seorang polisi. Dia ingin meminta tolong kepadanya untuk mengurus Hilman.
Tuuut…!
Bunyi tunggu panggilan telepon di ponsel Mirna, Setelah beberapa kali berdering, barulah terdengar koleganya mengangkat panggilan suara itu.
"Halo!" Ucap Koleganya itu pada Mirna.
"Ini Aku Paman, Mirna!" Jawab Mirna pada Kompol Willy koleganya itu dengan rasa penasaran padanya.
"Ada apa, kok tumben telpon aku?" tanya Kompol Willy merasa ingin tahu.
"Ada sedikit masalah, Paman! Aku ingin minta tolong kepada Paman untuk membantuku. Apakah Paman bisa bantu aku?" Tanya Mirna pada Kompol Willy lagi.
"Bantu apa itu? Jika bisa, Paman pasti akan membantumu!” Tanya balik Kompol Willy pada Mirna menjelaskan.
Dengan penuh rasa khawatir di dalam dirinya, Mirna pun menceritakan pada Pamannya itu tentang apa yang baru saja terjadi termasuk penghinaan terhadapnya.
"Oh, jadi seperti itu. Baiklah, Aku akan segera meluncur ke situ. Tunggu saja, Aku segera akan menyeretnya ke dalam penjara!" Ucap Kompol Willy menjelaskan.
Setelah itu panggilan suara pun diakhiri oleh Kompol Willy.
Setelah menelpon, Mirna memalingkan pandangannya kepada Hilman dengan tatapan penuh kebencian.
"Sebentar lagi Kamu akan ke penjara dan tak bisa lagi menghirup udara bebas karena kamu telah menghina dan merendahkanku. Itulah akibatnya jika kamu berani macam-macam denganku!” Ucap sombong dan angkuh Mirna saking bencinya.
Jika Hilman biasa saja dalam menyikapi telepon yang dilakukan oleh Mirna dengan Kompol Willy, berbeda dengan Wanto. Dia terlihat gelisah dan cemas. Wanto takut terbawa-bawa dan kemudian mendapat hukuman atas perilaku Mirna itu oleh Suaminya itu Harun..
Kini Hilman menoleh ke arah Wanto. Dia ingin memastikan kalau kebebasannya itu dikabulkan oleh Tuan Ambarita.
"Wanto, Aku sangat berharap kebebasanku dapat terwujud, Dan itu Harun sendiri yang menjanjikannya padaku, Wanto!" Ucap Hilman menagihnya.
Dengan cepat Wanto menganggukkan kepala sambil berkata padanya.
"Tentu saja itu adalah wewenang Harun, nanti jika Harun kemari kamu bisa langsung tanyakan kepadanya, Hilman!” Jawab Wanto menjelaskan padanya.
Hilman masih menatap tajam Wanto. Dia ingin memastikan sekali lagi kalau Harun benar-benar akan melakukan apa yang dikatakannya.
"Bagus kalau memang itu benar, Sebab jika kebebasanku batal, kalian juga wajib menanggung akibatnya itu!" Ucap Hilman dengan sedikit mengancam mereka.
Tatapan mata Mirna begitu tajam. Ekspresi wajahnya pun menunjukkan keseriusannya atas ucapan yang baru saja dia dengar dari mulut Hilman.
“Apa? Harun menjanjikan kebebasan padanya?” Tanya Mirna merasa ragu.
Dengan mengangguk pada Mirna, kemudian Wanto berkata lagi padanya.
"Tenang saja, jangan takutkan itu, Mirna! Aku akan melakukan apapun untuk melindungi Suamimu. Bukan hanya soal kebebasannya itu, tetapi juga rencana konyolnya itu!" Jawab Wanto dengan berjanji padanya.
Mirna tersenyum dengan sangat lebar. Dia merasa tenang mendengar ucapan Wanto itu.
“Terima kasih, Wanto! Jika memang mau melaksanakan ucapanmu itu!” Jawab Mirna untuk mengingatkan padanya.
Tidak lama kemudian terdengar suara sirine mobil polisi.
Eo…eo…eo…eo!
Akhirnya, polisi yang ditunggu- tunggu itu pun datang juga. yang mana dia itu merupakan kolega dari Mirna.
Mirna tersenyum lebih lebar dari biasanya setelah mendengar sirine mobil polisi itu. Dia menganggap jika sekarang adalah waktunya dia memberi pelajaran pada Hilman.
"Selamat siang, Mirna!" Sapa Kompol Willy pada Mirna sambil bersalaman padanya.
Mirna merasa senang koleganya itu datang untuk membantunya. Tidak lama Mirna pun menjawabnya.
"Selamat Siang juga, Paman! Akhirnya Kita bisa bertemu juga, Sudah lama sekali kita tidak berjumpa. Rasanya aku rindu!" Jawab Mirna pada Kompol Willy yang tidak lain adalah Pamannya.
Kompol Willy berkata padanya merasa ingin tahu.
"Katamu di telepon tadi, ada orang yang sudah menghina dan merendahkanmu? Siapa yang melakukannya?" Tanya Kompol Willy merasa geram.
Dengan cepat Mirna pun menjawabnya.
"Ya, ada orang kurang ajar yang telah berani padaku. Orang itu harus membusuk di Neraka!” Ucap Mirna dengan sedikit menahan marahnya itu.
Setelah itu Mirna pun menceritakan apa yang dia alami, namun tentu saja banyak kejadian yang tidak dia ceritakan juga untuk membuat Pamannya itu bersimpati kepadanya dan mau untuk menangkap Hilman.
"Setelah aku menceritakan semua masalahnya, aku ingin Paman menangkap orang itu. Biarkan dia terkurung di penjara sampai dia membusuk!" Ucap Mirna pada Kompol Willy dengan berapi-api.
Kemudian Kompol Willy pun segera menghampiri Wanto yang berdiri di depan pintu membelakanginya.
“Bisa Aku masuk sekarang untuk melihat Orang itu?” Tanya Kompol Willy meminta izin darinya itu.
Wanto hanya mengangguk pada Kompol Willy dan segera mempersilahkannya.
Lalu Dia berjalan sambil melirik pada Wanto dan semua orang Anak buahnya itu. Dia terlihat seperti seorang pahlawan yang datang belakangan ketika pertarungan akan berakhir.
Mirna semakin senang saja. Dia sudah membayangkan bagaimana nanti Hilman memohon ampun kepadanya agar tidak dihukum.
Ketika sudah sampai di samping Hilman, Kompol Willy menghentikan langkah kakinya. Kemudian dia pun menoleh ke arah Hilman.
Dan tiba- tiba…?
Boom!
Kompol Willy terperanjat merasa kaget, hingga melompat satu langkah ke belakang.
“Astaga!” Ucapnya kaget setengah mati.
Matanya melotot, mulutnya terbuka dengan lebar.
Perwira Polisi itu tampak seperti orang yang sedang melihat malaikat pencabut nyawa, karena merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Tubuh Kompol Willy kini mulai gemetaran menahan amarah yang muncul menggerogoti seluruh pikirannya, dengan wajah emosi yang memuncak dan siap untuk meledak melihat siapa yang akan ditangkapnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments