Lily langsung lemas mengetahui siapa gadis di depannya itu. Mungkin benar jika dia hanya menebak-nebak, tapi dia yakin hampir 100% gadis kecil ini adalah cucu pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Nama yang disebut anak itu adalah nama anak laki-laki satu-satunya Pak Joshua dan Bu Karmila, dialah pewaris perusahaan Watson
"Mampus gue." katanya sambil duduk di lantai dan menepuk jidatnya sendiri.
Orang-orang yang sebelumnya antusias dan takjub melihat keseruan dua gadis beda generasi ini ngobrol langsung terdiam. Bingung dengan apa yang terjadi.
"Kak, kakak kenapa?" tanya Corey mendekati Lily. Lily menatapnya tajam sampai Corey mundur. Kesalahan besar apa yang udah gue lakuin, tanya Corey dalam hati.
Lily masih terdiam. Dia terlihat benar-benar lemas.
Mamak Donny berinisiatif mengambil air putih dan memberikannya pada Lily.
"Yang kenapanya kau, Nang? Minumlah dulu ini." Mamak Donny menyodorkan gelas itu dan Lily mengambilnya.
Lily menghabiskan air itu hingga tandas hanya dalam sekali teguk. Mamak Donny sampai khawatir melihatnya. Takut Lily tersedak.
"Udah tenang kau? Ada apa, Nang?"
Lily menatap Mamak Donny, Bapak Donny dan semua yang ada di ruangan itu bergantian. Bingung harus menjawab apa.
"Gimana ini, Namboru?" tanya Lily mulai menangis.
"Bah, apanya yang gimana? Kok nangis kau."
Bapak Donny yang dari tadi hanya diam mencoba membuat Lily lebih tenang.
"Pelan-pelan saja kau cerita sama kami, Boru. Ada apa?"
Lily menatap gadis itu lama.
"Dia cucu bossku, Namboru, Amangboru." sahut Lily sambil terus menangis.
Sesaat mereka semua kaget. Corey langsung mendekati Lily. Memeriksa Lily kecil dengan teliti. Melihat setiap inci badan Lily hingga gadis kecil itu tidak nyaman.
Jika mereka semua bingung, Lily kecil sangat bingung. Sekarang malah dia sedikit merasa takut karena kakak yang mengajak dia bicara itu menangis tanpa sebab yang tidak dia ketahui.
Hiks...hiks...hiks...
Lily kecil mulai menangis lagi. Setelah tadi pagi dia juga menangis karena lapar dan karena keterbatasan bahasa, keluarga Donny tidak tahu bahwa gadis itu maunya makan French Toast bukan Nasi Goreng. Tapi setelah dia makan nasi goreng, dia suka rasanya dan lupa bahwa dia ingin makan French Toast. Dia makin senang setelah Mamak Donny memberinya dress yang sangat indah.
Tapi sekarang dia menangis lagi karena melihat satu-satunya orang yang mengerti ucapannya menangis.
Lily yang menyadari hal itu langsung menghapus air matanya. Dia mendekati Lily kecil sambil memeluknya. Dan bertanya
"Pourquoi tu pleures, petite fille ?"
(Kenapa kamu menangis, gadis kecil?)
"Aku melihat anda menangis, aku jadi ikut menangis. Apa ada kata-kataku yang salah, Nona?"
Lily tersenyum, tidak seharusnya dia menangis di depan anak kecil yang sedang bingung.
"Rien de mal, ma fille." ucap Lily
(Tidak ada yang salah, sayangku)
"Pourquoi pleures-vous aloes?"
(Terus kenapa anda menangis?)
Lily tersenyum
"Aku hanya bingung, bagaimana nanti mengantarmu."
Lily mengatakan alasan yang masuk akal bagi gadis kecil itu.
"Aku juga tidak terlalu ingat sih, aku tinggal dimana. Tapi aku ingat kantor kakek. Tidak jauh dari kantor kakek, ada air mancur dan kolam yang luas. Aku hanya ingat namanya Jakarta."
Lily tertawa.
"Dia ngomong apa, Kak?" tanya Donny penasaran. Tadi Lily menangis. Dan dia sudah mengatakan alasannya. Tapi kalau sekarang tiba-tiba Lily tertawa, dia masih bingung.
"Tadi Kak Lily bilang ke dia, Kak Lily bingung mau nganterin dia kemana. Dia juga bingung. Dia cuma tahu kalau rumahnya Jakarta. Nahh Jakarta mana hayooo. Dikiranya Jakarta selebar Kampung Dukuh."
jelas Lily.
Mereka yang mendengar langsung tertawa mendengar penjelasan Lily.
"Wah Kak Lily emang hebat. Maulah awak belajar Bahasa Perancis. Tapi gratis ya, Kak." kata Donny yang disambut geplakan dari Corey.
"Rey." kata Lily kaget. Dia jadi sungkan pada Mamak dan Bapak Donny.
"Maaf ya, Amangboru, Namboru. Adikku ini kadang emang suka kelewatan. Jangan marah ya?" Lily meminta maaf untuk kelakuan Corey. Sedang Corey malah nyengir santai.
"Eh, marah kenapa pula? Kalau yang kau maksud orang si Corey ini kek gitu, udah biasalah itu. Orang Abdullah itu sama pula macam ini. Donny juga. Yang paling baik itu, orang si Arman itu. Nggak banyak omong, kalau dikasih tau ngga ada dia ketawa cengengesan macam orang 3 ini."
"Ihh.. Mak, Mamak jelek-jelekin aku pula di depan Kak Lily. Aku anak Mamak loh, Mak. Aku malu pun."
Donny merajuk.
"Nah Ly, tengok ni... Tengok. Macam mana anak laki-laki kek gini kelakuannya. Manja kali kau, Pa."
tegur Mamak Donny.
Donny hanya garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Setelah berdiskusi, mereka akhirnya memutuskan untuk tetap lapor polisi. Dengan harapan, jika nanti keluarga Watson tidak terima, akan ada polisi yang diharapkan bisa menjadi mediator.
Mereka akhirnya berangkat ke kantor polisi. Donny terpaksa ijin karena dia juga ingin mengantar Corey ditemani Lily dan orangtua Donny ke kantor polisi.
Setelah melaporkan ke polisi dan menceritakan kronologi kejadian, beberapa anggota kepolisian segera bertindak.
Mereka mengantar rombongan Corey menuju kantor Watson.
Lily Numa terlihat sangat bersemangat. Berbeda jauh dengan Lily Brown yang perasaannya tidak karuan memikirkan masa depannya di kantor itu.
Setibanya di kantor setelah menjelaskan ke front office, rombongan Corey dan para polisi dipersilakan memasuki ruangan yang biasa digunakan untuk rapat direksi.
Begitu bertemu dengan Lily, Karmila menangis histeris. Sedang Joshua nampak lebih tenang.
Dia kemudian menelepon anak dan menantunya. Orangtua Lily. Tidak ketinggalan Jared, paman Lily.
Corey beruntung karena Lily baik-baik saja. Hanya sedikit lecet di siku dan lengannya. Sepertinya Joshua dan Karmila Watson nampaknya tidak terlalu mempermasalahkan itu.
Jared datang ke ruangan itu tidak lama setelah sang ayah menelepon. Dia memandangi wajah-wajah asing yang samasekali tidak dikenalnya.
Setelah itu, orangtua Lily datang.
"Ma Chérie..." laki-laki yang Lily perkiraan ayah Lily Numa itu segera memeluk anak perempuannya.
"Kamu baik-baik saja kan?"
Lily Numa mengangguk. Wajahnya nampak sangat ceria.
"Seperti yang ayah lihat. Aku baik-baik saja. Tuan dan Nona serta Tuan dan Nyonya yang lebih tua disana itu membantuku." kata Lily sambil menunjuk rombongan Corey.
Rombongan Corey sudah deg-degan mengira Lily Numa mengadu yang tidak-tidak pada ayahnya. Hanya Lily Brown yang nampak tenang. Dan itu sedikit banyak membuat mereka ikut tenang.
"Oh iya, kakak cantik itu pandai berbahasa Perancis loh, Ayah."
"Yang pakai jaket baseball itu?" tanya ayah Lily Numa.
"Oui."
"Ahhh... Merci Madamoiselle." kata Antoinne menyalami Lily.
Antoinne
"Terimakasih, Nona." kata ibu Lily yang ternyata bisa berbahasa Indonesia walau logatnya aneh.
Giorgina
"Kalau begitu tolong saudara berdua sebagai wali dari saudari Lily tanda tangani surat pernyataan tidak akan menuntut apapun terhadap saudara Corey Brown." kata salah satu polisi sambil menyerahkan surat pernyataan.
Saat Antoinne hendak menerima surat tersebut, Jared langsung menyambarnya.
"Kenapa harus ada surat seperti ini, Pak Polisi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments