Corey tidak pulang malam itu. Ponselnya tidak bisa dihubungi. Berkali-kali Lily harus melongok ke jendela memastikan melihat siapa saja yang melewati jalanan depan rumah mereka.
"Lu santai bisa nggak sih, Ly. Pusing gua liat lu mondar-mandir mulu." kata Rose yang sedang makan malam dengan lauk dari Budhe Atin.
Nenek mereka sudah tidur dari jam 8 tadi. Hannah menjelaskan pada kedua cucunya kelakuan satu-satunya lelaki dalam keluarga mereka itu.
"Memang dia itu pembawa sial. Sehari setelah Corey lahir, kakek kalian meninggal. Di hari ulang tahunnya yang ke 6 orangtua kalian meninggal karena kecelakaan. Sekarang dia tumbuh besar jadi berandalan. Kurang bukti apa anak itu pembawa sial?"
Baik Rose maupun Lily sama-sama sudah bosan mendengar pidato nenek mereka tentang Corey. Jadi dibiarkan saja neneknya terus berkhotbah hingga akhirnya kelelahan sendiri lalu tidur setelah minum obat.
"Aku khawatir sama Corey, Kak." jelas Lily.
Rose memutar bola matanya. Dia jengkel sekali atas sikap berlebihan Lily pada Corey. Walau rasa jengkelnya pada Corey lebih besar lagi daripada sikap berlebihan Lily.
"Nggak usah lebay deh, Ly. Ni baru jam berapa sih? Ntar tengah malem juga dia dateng."
"Kok Kakak yakin banget?"
Rose menjentikkan jarinya ke jidat Lily.
"Gua udah apal mati ma kelakuan adek lu itu."
"Adik Kak Rose juga dia mah."
"Males banget sebenernya ngakuin dia adik. Laki-laki satu-satunya tapi nggak berguna samasekali." kata Rose sambil menyalakan rokok.
Lily terbatuk karena asap rokok itu.
"Kakak ngapain sih ngerokok gini. Sejak kenal Mas Bagas, Kak Rose malah makin nggak sehat gaya hidupnya." protes Lily pada saudara perempuannya itu.
"Berisik lu, Ly. Jangan jelek-jelekin Mas Bagas dong. Dia sedikit banyak bantu keluarga kita loh. Harusnya lu terimakasih ma Mas Bagas. Salim kek kalau ketemu. Jangan malah lu suguhin tampang ditekuk kayak gitu." bela Rose kepada Bagas. Kekasihnya.
Bagas adalah pemilik bar tempat Rose bekerja. Sudah 3 tahun ini Rose bekerja di situ. Jadi bisa dibilang Bagas itu boss sekaligus pacar Rose.
Tidak ada satupun di bar itu yang mengetahui hubungan mereka. Bagas mewanti-wanti Rose untuk tidak memberitahu siapapun tentang hubungan mereka.
Bagas beralasan, dia takut Rose akan dibully teman-temannya dan menganggap Rose mendapatkan posisi ini karena hubungan mereka. Bukan karena prestasi Rose.
Rose memang cerdas. Dia mungkin hanya bekerja di bar. Tapi dia manager di situ. Rose yang pandai berbahasa Inggris, Mandarin dan Perancis, membuatnya mendapat nilai plus di mata para pelanggan bar yang kebanyakan kaum expatriat muda dan setengah baya.
Rose mengingat kembali masa-masa 10 tahun lalu. Masa sebelum bekerja di bar. Rose bekerja serabutan sebagai penerjemah online ataupun tour guide dadakan.
Dia sedikit banyak membantu ekonomi keluarga itu Dia juga membiayai sekolah Lily sampai Lily lulus SMP. Begitu juga dengan sekolah Corey. SMP dan SD negeri memang gratis. Tapi buku-buku serta tugas sekolah di luar SPP ditanggung sendiri oleh siswa.
Itulah yang dicover oleh Rose. Walau lebih banyak dia menggunakan gajinya untuk kepentingan pribadinya. Memenuhi gaya hidup hedonisnya walau terkesan sangat memaksa.
Rose tidak mau melanjutkan S1. Dia menganggap itu hanya membuang uang dan waktu. Berbeda dengan sang adik yang walau tidak terlalu pintar tapi dia suka belajar. Lily bilang, paling tidak ada satu saja putri Sage Brown yang harus meraih gelar sarjana. Rose setuju, asal putri itu bukan dia.
Yang membuat Rose miris adalah, Lily hanya mendapat posisi sebagai petugas kebersihan dengan ijazah sarjananya itu.
Sejak Lily masuk SMA, Rose benar-benar lepas tangan masalah sekolah dan urusan rumah tangga.
Lily bekerja paruh waktu di warung Budhe Atin. Tetangga mereka yang membuka warung bakso. Sepulang sekolah sekitar pukul 4, Lily akan pulang ke rumah sebentar. Istirahat, makan dan beres-beres lalu langsung pergi ke Warung Bakso Budhe Atin sampai jam 8 malam.
Walau bekerja paruh waktu, Budhe Atin memberikan gaji penuh pada Lily. Karena dia tau, Lily ingin menabung untuk kuliah.
Setelah lulus SMA, Veda, putra Budhe Atin membuka kafe yang dikelolanya sendiri. Ketika kafe makin ramai, dia meminta Lily serta dua sepupunya untuk membantunya di kafe.
Lily dengan berat hati meninggalkan warung Budhe Atin dan pindah jadi karyawan di kafe Veda.
Dia terus bekerja di sana bahkan sampai saat ini ketika dia sudah lulus kuliah dan jadi karyawan di perusahaan Watson.
Rose kembali mengawasi Lily yang masih saja mondar-mandir menunggu kedatangan si bengal Corey.
Lama-lama dia lelah sendiri melihat ulah adik perempuannya itu.
"Dahlah... Mau mandi nih gua. Untung hari ini libur. Badan gua rasanya remuk. Males banget kalau kudu masuk kerja. Mau tidur lagi."
Lily tidak menanggapi ucapan kakaknya itu. Dia hanya menaikkan alisnya sesaat.
Malam makin larut. Sudah jam 12 dan Corey masih saja belum menunjukkan batang hidungnya.
"Pergi kemana anak nakal itu?" gumam Lily sambil terus mencoba menghubungi Corey yang masih saja belum nampak mengaktifkan ponselnya.
Hannah terbangun tengah malam. Dia merasa haus. Dilihatnya teko di atas nakas kosong. Hannah merutuki dirinya yang lupa meminta Lily untuk mengisi lagi tekonya itu.
Mau tidak mau Hannah harus keluar dan mengambil air sendiri dari dispenser di ruang tengah yang juga berfungsi sebagai ruang tamu dan tempat tidur Corey.
Hannah kaget ketika melihat sekelebatan bayangan melintas di ruang tengah yang gelap.
Dia langsung menyalakan lampu. Membuat Lily yang sebelumnya tidak menyadari kehadiran sang nenek jadi kaget.
"Astaga Lily. Kamu bikin Nenek kaget aja. Ngapain kamu malem-malem mondar-mandir di ruang tamu . Bukannya tidur." tegur Hannah.
Lily yang ditanyai neneknya bingung harus menjawab apa.
Tapi ternyata tanpa Lily jawab pun, Hannah tau apa yang dilakukan Lily.
Sesaat setelah bertanya pada Lily, disadarinya Corey tidak ada di atas tempat tidurnya. Sofa panjang di ruangan itu kosong tanpa penghuni yang biasa meringkuk tertutup selimut.
"Kamu ngapain nungguin Corey?" tanya Hannah sambil duduk di kursi di depan meja makan.
Lagi-lagi Lily bingung harus menjawab apa. Alih-alih menjawab, Lily malah menanyakan keadaan sang nenek.
"Nenek gimana kabarnya? Udah enakan?"
Hannah hanya menjawab dengan mengangguk. Dalam hatinya dia juga mengkhawatirkan keberadaan dan kondisi si cucu lelaki.
Lily memijit bahu sang nenek.
Hannah mengusap tangan Lily. Walau bisa dibilang dia lebih menyayangi Rose, Hannah tahu bahwa Lily lah yang benar-benar tulus merawat dan memperhatikannya.
"Istirahat, Ly. Besok kamu kan harus kerja."
Lagi-lagi Lily merasa hangat dalam hatinya. Neneknya diam-diam memperhatikannya. Walau Lily selama ini merasa bahwa sang nenek lebih menyayangi Rose yang cantik dan berkelas.
"Iya, Nek. Bentar lagi Lily tidur kok. Nenek juga ya. Ayo Lily anter ke kamar lagi."
"Nggak usah. Nenek bisa sendiri. Kamu tidur sana. Kunci pintunya. Biarin aja itu si Corey. Jangan dimanjain terus. Jadi kayak gitu tuh kelakuannya ma orangtua." pesan Hannah sebelum beranjak pergi.
Lily mengangguk.
"Iya, Nek." sahut Lily.
Setelah sang nenek kembali ke kamar, Lily memandangi lagi pintu sebentar. Dia memutuskan untuk mengunci pintu dan tidur di sofa. Berjaga-jaga seandainya nanti Corey datang.
Corey
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Ratna Shinta Dewi
secara wajar, manusia menyukai keindahan, nenek lebih sayang ke Rose krn cantik, tp ketulusan Lily memenangkan hati nenek
2024-06-21
1