Setelah meninggalnya Sage dan Rosi, Hannah dan ketiga cucunya terpaksa harus pindah ke rumah kontrakan di daerah perkampungan di pinggiran kota Jakarta.
Hannah
Tempat itu tidak kumuh sebenarnya. Lebih tepat kalau di bilang asri. Karena masih banyak pepohonan dan halaman luas yang bisa ditemukan. Kalau kalian melihat sinetron Si Doel Anak Sekolahan, seperti itulah keadaan tempat Hannah dan cucunya tinggal.
Tapi Hannah dan Rose selalu menyebut itu kawasan kumuh. Entah apa yang akan dikatakan kedua wanita itu kalau melihat bahkan benar-benar tinggal di sebuah kawasan kumuh di Jakarta Utara sana. Berbeda dengan Pantai Indah Kapuk yang memanjakan mata, salah satu kawasan kumuh di Jakarta Utara itu membuat hati nelangsa.
Hannah tau tempat itu dari Marlina, salah satu pekerja rumah tangga yang dimilikinya. Marlina pula yang meminta si pemilik rumah kontrakan untuk membiarkan Hannah dan cucunya menempati rumah itu tanpa membayar pelunasan terlebih dahulu. Marlina menjamin bahwa Hannah dan cucunya akan segera melunasi pembayaran segera setelah Rose mendapatkan pekerjaan. Sedang uang DP untuk menempati rumah itu dibayar oleh Marlina.
"Makasih ya, Lin. Kamu baik banget dah nolongin kita. Yahhh, walaupun rumah ini nggak lebih besar dari paviliun kalian di rumah saya yang dulu, tapi cukuplah buat ditinggali sementara waktu." ucap Hannah pada sang mantan pegawai.
Marlina tidak tersinggung dengan kata-kata Hannah yang tetap menghujat di akhir ucapan terimakasihnya.
"Sama-sama Nyonya. Maaf kalau saya cuma bisa bantu segini." jawab Marlina.
"Mbak Lina beneran mau ke luar negeri?"
"Iya Non, gimana lagi. Anak Mbak Lina kan banyak. Butuh biaya. Kalau nggak ke luar negeri, susah juga, Non cari kerjaan di Jakarta yang gajinya gede."
Lily hanya manggut-manggut mendengar ucapan orang yang telah mengasuhnya dari kecil itu.
"Non Rose, Non Lily, Sinyo harus jagain Nyonya ya. Nanti kalau udah sukses semua, beli lagi rumah kalian yang di Menteng."
"Pasti itu, Mbak." ucap Lily. Sedang Corey yang masih 6 tahun hanya mengacungkan jempol. Entah dia mengerti atau tidak ucapan Marlina.
Sedang Rose hanya tersenyum simpul.
Dia berpikir keras bagaimana hidupnya ke depannya nanti. Dia bahkan hanya lulusan SMA. Akan sangat sulit mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar.
Sebenarnya dia tidak tahan lagi untuk kembali seperti dulu. Tapi dia masih memegang janji yang diucapkannya pada sang ayah. Hal itulah yang membuat dirinya menahan diri untuk tidak lagi menjadi gadis penjaja cinta.
Tapi sekarang dia mulai ragu, sampai kapan dia bisa bertahan dengan keadaan ini.
Lily masih 12 tahun. Sedang Corey masih 6 tahun. Tidak mungkin memperkerjakan mereka. Rose masih cukup waras untuk meminta keduanya meminta-minta di lampu merah. Tidak. Rose tidak akan membiarkan hal itu.
Lily yang bisa menebak isi hatinya Rose langsung memeluk Rose dan berkata...
"Kakak tenang aja. Aku bakal bantuin kakak cari duit. Buat sementara, kakak bantu kepindahan sekolah aku dan Corey dulu ya. Corey biar pindah di TK deket sini. Terus aku ntar mau pindah aja ke SMP negeri yang nggak jauh dari sini."
Untuk pertama kalinya Rose menangis melihat keluarganya. Lily yang masih sangat muda, bahkan bisa dibilang masih anak-anak harus merelakan masa-masa bahagianya dengan teman sekolahnya.
Tanpa Rose sadari, dia selintas menyimpan rasa sesal karena kelakuannya. Coba kalau dia tetap jadi gadis baik-baik yang tidak gampang di ajak ti dur para suami orang. Pasti kemungkinan besar, akan banyak yang membantunya.
Tapi dia lalu menepis itu. Dia berpikir harusnya orang-orang itu, teman-teman ayahnya itu membantunya dari dulu. Saat ayahnya terpuruk. Bukan malah menjauhi mereka dan malah seolah menganggap mereka hama.
"Liat aja kalau aku sukses nanti. Aku akan balas rasa sakitku ini." gumam Rose dalam hati.
Mulai hari itu, keluarga Hannah menempati rumah kontrakan itu. Banyak tetangga yang menyambut mereka dan ingin berkenalan.
Mereka tahu itu adalah mantan boss dari Marlina. Tetangga mereka yang terkenal baik. Marlina juga selalu bercerita bahwa boss nya sangat baik dan menganggap Marlina seperti keluarga sendiri.
Tapi para tetangga Marlina harus menelan kecewa karena sepertinya Hannah dan cucunya yang paling besar seperti menjaga jarak dengan mereka.
"Wong Boss mu iku sombong ngono kok, Liiin Lin. Kok dibilang apik. Sampeyan ngarang yo?"
(Orang boss kamu sombong kayak gitu, Liiin Lin. Kok dibilang baik. Kamu ngarang ya?)
ucap Mbah Rinah, salah seorang yang dituakan disitu.
"Mboten loh, Mbah. Kagem nopo loh, kulo ngarang. Dimaklumi mawon nggih."
(Nggak loh, Nek. Buat apa loh, saya ngarang. Dimaklumi aja ya)
"Namanya juga orang kaya terus tiba-tiba jatuh miskin. Tinggal di rumah yang kecil banget. Malah kamar saya disana jauh lebih besar daripada kamar mereka disini. Paviliun kami aja bisa 4 kali lipatnya rumahnya Haji Daim. Wajar mereka shock."
ujar Marlina membela mantan boss nya. Hannah memang congkak dan sombong. Tapi dia baik dan tidak sayang memberi hadiah untuk para pekerjanya. Itulah yang membuat para pegawai itu betah.
"Alahhh...Emang dasarnya sombong mereka tu. Liat kite aje kayak jijik gitu. Abis d ajak salaman di lap tuh tangannya ke baju. Emang tangan kite bau ape?" Mpok Gayoh melakukan protes pada Marlina.
"Ude....maapin ye, Mpok."
"Gue kalau kagak mandang lu, Lin. Ogah banget nerima mereka tinggal disitu. Liat aja tuh lehernya si nenek nenek, di dongakin ke atas mulu. Kagak takut kejengklak apa" ujar Rukayah, anak Haji Daim.
"Makasih ya, Ruk. Lu baik banget emang." kata Marlina sambil mengusap bahu Rukayah. Mencoba menenangkan hati Rukayah yang panas.
Rukayah tersenyum sambil mengusap balik bahu Marlina.
Pembicaraan tentang keluarga Hannah itu terus berlanjut tanpa bisa dicegah oleh Marlina.
Mereka baru selesai ghibah setelah adzan Maghrib berkumandang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments