Masalah Lily kecil berakhir dengan damai hari itu juga. Lily Brown pun bisa bernapas lega. Kamila sangat kaget ketika mengetahui ternyata Lily bekerja di kantor mereka. Dia cukup familiar dengan keluarga Brown walau tidak mengenal mereka dengan baik.
Entah sejak kapan keduanya malah jadi dekat.
"Kamu itu kok aneh sih, Ly. Lulusan S1, bisa Bahasa Inggris dan Perancis, tapi malah ngelamar jadi office girl. Terus kamu ngga nyoba ngelamar di kantor lain gitu"
"Udah kok Bu. Yahh... cuma kantor ibu aja yang mau nerima."
"HRD nya agak laen kutengok."
Lily hanya tersenyum mendengar ucapan Karmila. Sedikit banyak bossnya itu mengingatkannya pada almarhumah ibunya. Sosok keduanya seperti mirip walau tetap saja berbeda.
Di kantor ini, seolah tembokpun punya telinga. Begitu pula dengan kedekatan Lily dengan Karmila.
Orang-orang yang tahu kalau Lily memang mantan anak pengusaha tidak heran dengan hal itu. Mereka mengira kedua orangtua Lily pernah dekat dengan keluarga Watson. Hanya saja hal itu terlambat diketahui sehingga mereka membiarkan Lily "hanya" menjadi seorang office girl alih-alif staff HRD atau posisi lain yang lebih mentereng.
Lily sepertinya sudah tidak terpengaruh lagi dengan selentingan tentang dirinya.
Dia bahkan benar-benar tidak peduli lagi Odah dan Susy terus-menerus menyindirnya.
Winda nampak lebih emosional di banding Lily. Berulangkali dia menjawab ucapan-ucapan Odah yang kurang pantas terhadap Lily.
"Terus kenapa emangnya, Mpok. Kalau emang jodohnya Lily itu Pak Jared, Mpok Odah bisa apa?" tanya Winda saat Odah dan Susy untuk kesekian kalinya mengatai Lily bermimpi menikah dengan Jared.
Mereka bilang Lily mencoba mendekati Jared lewat ibuny, tapi sayangnya Jared tidak tertarik pada Lily, karena sudah punya tunangan cantik yang jelas statusnya setara, bukan seperti Lily yang hanya mantan orang kaya. Makanya dia menggunakan cara licik dengan mendekati Bu Karmila.
"Eh, Winda. Lu tuh nggak malu banget ya jadi jubirnya dia. Lu tuh kayak kacung tau nggak. Belain majikannya mulu. Lu ikutan mimpi bareng dia biar jadi orang kaya juga?" Susy berbicara tanpa kontrol.
"Eh Susy, lu kalau ngomong jangan sekate-kate ya." kata Winda sambil melotot ke arah Susy. Bersiap menyerang kapanpun. Lily mati-matian menahan Winda yang sudah mulai maju karena Susy terus-menerus memprovokasi.
#*#*#*#**#**#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#
Di ruangan lain, di gedung itu. Seorang pria muda dan tampak kaya sedang berbicara dengan pria lain yang tidak kalah tampan. Si pria berambut coklat gelap itu serius mendengar penuturan sahabatnya.
"Aku nggak nyangka dia dulu anaknya pengusaha. Kasian sekali ya. Orangtuanya bangkrut dan sekarang harus bekerja keras seperti itu. Tapi bagaimanapun, aku salut pada gadis itu. Dia samasekali tidak malu hanya menjadi cleaner di kantor ini."
Jared mendecih. Brian terus saja memuji Lily dan entah kenapa itu membuat Jared jengah.
"Siapa yang tahu itu hanya kedok." ucap Jared.
"Maksud kamu?" tanya Brian penasaran.
"Yeahh, bisa saja kan dia itu nggak sebaik kelihatannya."
"Jared, aku nggak ngerti maksud kamu. Nggak sebaik kelihatannya gimana?"
"Bisa jadi kan, pagi sampai sore dia bekerja di kantor. Bertingkah manis dan polos. Tapi malamnya dia memberikan dirinya pada siapapun yang memberinya uang."
"Aku nggak yakin Miss Brown gadis yang seperti itu." sanggah Brian.
"Mau taruhan? Di antara kita siapa yang paling cepat ti dur dengannya, akan mendapatkan 50 juta. Well, mungkin untukmu itu tidak seberapa McFadden, tapi itu cukup bagus untuk taruhan dengan gadis selevel dia."
Brian menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau.
"Tidak. Aku tidak mau."
Entah apa yang membuat Brian keberatan. Padahal dia sering bertaruh seperti itu dengan Jared. Tapi untuk kali ini, rasanya dia tidak tega.
Brian merasa Lily terlalu polos, naif dan suci untuk menjadi bahan taruhan dan kesenangan mereka.
"Kamu nggak berani? Takut kalah lagi?" ejek Jared.
Brian melirik sebal ke arah Jared. Dia akui, Jared lebih tampan dan pandai bicara. Atau lebih tepatnya pandai merayu para wanita. Berbeda dengan Brian yang cenderung pemalu dan sedikit tidak percaya diri.
"Maumu." kata Brian.
Brian
"Ayolah, kenapa tidak kira coba saja." desak Jared.
"Aku tidak mau. Dia gadis baik-baik. Aku bisa merasakannya."
"Hahaha... Baiklah. Kita lihat saja. Aku akan mendekati gadis itu. Terserahmu kalau kau tidak mau. Aku mau minum kopi di kantin" pungkas Jared sambil berlalu meninggalkan ruangannya.
Dia keluar begitu saja meninggalkan Brian tanpa berkata apapun.
Brian kesal tapi dia tetap mengikuti Jared menuju kantin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments