TERSUDUT

Donatella melangkah hendak keluar ruangan itu, begitu juga Aleena mengikuti nya.

"Aku tidak menyuruh mu pergi Aleena Deandra. Kau tetap di sini!!"

Deg..

Kata-kata tegas itu seketika menghentikan langkah Donatella dan Aleena.

Detik itu juga degup jantung Aleena seakan berhenti berdetak. Tangannya terkepal kuat-kuat. Ternyata dugaan nya salah. Laki-laki itu tahu siapa Aleena. Bahkan dengan jelas ia menyebut nama lengkap Aleena.

Tangan Donatella menyentuh lengan Aleena, seakan memberi semangat. "Kamu tetap di sini Ale, jangan buat masalah yang bisa berdampak pada divisi marketing. Professional lah dalam bekerja", bisiknya sebelum pergi meninggalkan Aleena sendirian di ruangan itu. Lebih tepatnya berdua dengan pemilik perusahaan. Sean Livingstone Harley.

Setelah Donna pergi, Sean menghunuskan tatapan tajam pada Aleena yang tertunduk lesu tak berdaya. Ale pasrah. Ia tetap berdiri di tempatnya semula.

Gadis itu masih memakai kemeja putih lengan panjang dipadukan rok berwarna hitam bawah lutut. Serta memakai heels tujuh senti membuatnya begitu menawan. Apalagi rambut berwarna karamel bergelombang di biarkan terurai rapi seperti itu kontras sekali dengan hazel coklat terang yang selalu berbinar binar menambah cantik Aleena Deandra.

Sean tak berkedip mengamati Aleena.

"Apa kau akan terus berdiri seperti itu di sana? Kaki mu tidak sakit?", ujar Sean membuka percakapan. Ia menyandarkan punggungnya dengan santai di sofa sambil menyilangkan kakinya. Sementara sorot mata hitam kelam itu terus mengamati Aleena yang semakin pucat pasi.

"Duduklah. Aku tidak akan menggigit mu", ucapnya sedikit terdengar lembut.

Kata-kata yang keluar dari bibir Sean mungkin tidak bermaksud apa-apa, namun Aleena justru menangkap makna lain di setiap kata. Ia langsung mengingat kejadian malam itu.

"Ternyata dunia ini sempit sekali ya. Ternyata kau karyawan baru di perusahaan ku. Bagaimana rasanya setelah kau berhasil tidur dengan pemilik perusahaan tempat mu bekerja, apa itu membuat mu bangga?", ucap Sean sarkas. Jelas terdengar seperti sebuah ejekan.

Kata-kata pedas Sean nyatanya mampu membuat Aleena tersulut.

"Hm..J-angan salah paham tuan Harley, s-aya bukan wanita murahan seperti yang anda pikirkan", ucap Aleena terbata. Semula ia berusaha untuk bersikap setenang mungkin tapi nyatanya ia tidak bisa. Suaranya nyata bergetar karena takut dan merasa tatapan tajam Sean mengintimidasi nya sejak tadi.

Wajah dingin dan tatapan tajam terus menatap Aleena sejak hanya mereka berdua saja di ruangan itu.

Mendengar ucapan Aleena membuat Sean memanggut-manggut kan kepalanya. Seraya berdiri dari sofa mendekati gadis itu.

Tubuh Aleena kian membeku. Keringat dingin mengucur dari keningnya. Bahkan telapak tangannya pun sudah terasa lembab. Jemari Aleena mencengkram atas sofa. Sungguh suasana mencekam kini di rasakan gadis itu.

"Apa kau tahu yang aku pikirkan, hem?", ucap Sean semakin dekat.

Aleena beringsut mundur hingga bagian belakang tubuhnya terdesak di belakang sofa. "M-alam itu aku mabuk...A-ku terlalu banyak minum wine", ucapnya kian terbata-bata karena terdesak ketika Sean hanya beberapa jengkal saja darinya. Ia berusaha menjelaskan kejadian sesungguhnya.

Aleena menatap manik hitam kelam Sean yang menghunus bak pedang tajam menebus retina matanya. Netra hazel Aleena berkaca-kaca karena ketakutan teramat sangat. Jantung nya kian berpacu, berdegup kencang.

Sean semakin mendekatinya. Membuat Aleena memalingkan wajahnya. Bahkan gadis itu bisa merasakan hembusan nafas hangat Sean menyentuh leher nya. Spontan Aleena menaruh kedua tangannya yang saling bertautan ke depan dada sebagai dinding pembatas antara tubuhnya dan Sean.