Bab 20

Esok harinya, Grey sudah nongkrong di depan kosan baru Lucia. Semalam pria itu tak dapat menemani Lucia karena harus lanjut periksa perutnya yang sakit karena memakan bakwan.

Karena itu hari ini, pagi-pagi sekali Grey sudah siap menyambut pagi yang indah bersama Lucia. Wanita yang ia incarnya belakangan ini.

Lucia menghentikan langkahnya saat melihat pria misterius di depan kosanya, pria itu sedang bersandar di pagar bercat putih dengan wajah yang tertutup kupluk hoodinya.

Lucia mendelik, dari merk hoodi itu saja dia tau kalau pria itu adalah Grey. Pria itu masih tetap mencolok dengan semua barang yang di kenakanya, Lucia langsung berjalan melewati pria itu tanpa menoleh sedikitpun.

Grey tersenyum, ia meloncat-loncat kecil mengejar wanitanya sambil mensejajarkan tubuhnya dengan wanita itu.

“Hari ini kita mau ngapain? Kamu mau kemana?biar aku yang pegang ini.” Tanya Grey dengan semangat 45, sambil menarik keranjang belanja di tangan Lucia.

“Aku mau ke pasar di sana becek, dan bau. Kamu masih tetap mau mengikutiku?” Tanya Lucia tanpa menoleh sedikitpun ke arah Grey.

Grey sempat ragu tapi pria itu tetap mengikuti langkah Lucia.

Satu jam sudah berlalu, Grey dan Lucia baru keluar dari pasar dengan suasana hati yang berbeda. Jika Lucia senang karena sudah membuat pria kaya itu kapok, berbeda dengan Grey pria itu keleyengan, mual dan pusing karena sudah berdesakan dengan orang yang memiliki berbagai macam bau badan, di tambah aroma khas ikan dan daging yang membuatnya mual apalagi pembuangan sampai yang ada di pasar itu sangat menyengat hingga menusuk indera penciumanya.

“Uwegghhh!!” Grey memuntahkan isi perutnya di depan selokan, pria itu tak bisa lagi menjaga harga dirinya di depan wanita yang hendak di ajaknya menikah.

Senyuman Lucia seketika menghilang saat melihat Grey terlihat pucat, ia pun mengeluarkan minyak angin dari dalm tas nya lalu menggosokanya ke leher pria itu.

“Minum ini.” Ucap Lucia jadi tidak enak sendiri karena sudah menjaili pria itu, apalagi sejak tadi Grey terus memaksa untuk membayar semua yang ia beli.

Adnan yang sejak tadi mengikutinya bergegas mendekati tuannya karena hawatir.

“Tuan anda baik-baik saja?” Tanya Andan dengan hawatir, pria itu bahkan langsung memijat pundak Grey.

Grey menepis, ia melotot ke arah asistenya itu, si Andan ini tidak peka sekali. Padahal Grey berharap jika Lucia yang melakukan itu dan lebih menghawatirkanya seperti sebelumnya.

“Ambil ini, terimakasih sudah membantuku. Mulai sekarang jangan berkeliaran lagi di depanku, bukankah sudah terlihat jelas kalau kita tidak cocok karena kamu tidak bisa ku ajak ke pasar.” Ucap Lucia sambil mengepalkan uang seratus ribuat seharga apa yang Grey bayarkan tadi di dalam pasar.

Grey menatap Lucia dengan sendu, ia langsung mendorong Andan agar tidak menghalangi langkahnya hingga uang tadi yang di berikan Lucia berserakan.

“Cia, tunggu. Aku tau kalau aku belum terbiasa ke pasar, tapi aku yakin kalau sudah terbiasa aku pasti cocok berada di sampingmu.” Ucap Grey sambil mengekori wanita itu.

Deg.

Lucia memejamkan matanya sesaat lalu kembali berjalan, ia kira kali ini Grey akan kapok dan menjauhinya setelah apa yang di lakukanya di pasar, namun pria itu tak kenal lelah.

Harusnya Lucia sibuk menata hati dan oerasaanya karena baru di hianati oleh kekasih dan sahabatnya, namun Lucia seolah tak ada waktu untuk memikirkan kesedihanya itu karena pria gila ini yang membuat hari-hari Lucia tak tenang, Lucia bahkan lebih sering berpikir bagaimana cara menghindari pria gila ini dari pada memikirkan perasaannya yang terluka.

Bahkan untuk sesaat Lucia melupakan hatinya yang terluka, karena sesekali ia terhibur dengan tingkah konyol pria kaya yang sok-sokan ingin menikah dengan gadis miskin sepertinya.

Lucia belok masuk ke pekarangan kantor polisi, Grey sempat bingung namun mungkin saja Lucia hendak melaporkan perbuatan mantan kekasihnya yang brengsek itu, pikirnya.