17

Saat Ayana sedang menata kue dan rotinya di etalase. Ada seorang ibu yang datang mendekati.

"Permisi, Mbak. Saya mau beli rotinya," ucap si ibu.

Ayana yang sedang menyusun di bagian bawah langsung berdiri begitu mendengar ada suara di atasnya.

"Mau beli apa, Bu?" Tanya Ayana sopan.

"Saya mau roti yang ini, ini, ini dan ini ya, Mbak.

Si ibu menunjuk beberapa roti yang dia mau, Ayana dengan cepat mengemas roti pesanan si ibu .

"Ini Bu rotinya, semoga suka."

"Terimakasih ya, Mbak."

"Sama-sama, Ibu."

Si ibu pergi setelah selesai membayar dan mendapatkan roti yang di inginkannya.

"Semoga laris manis," ucap Ayana.

Baru akan melangkah untuk melihat Abian yang berada di antara pintu belakang dan depan. Datang lagi pembeli lainnya yang membuat Ayana menghentikan niatnya.

"Aroma kue dan rotinya wangi banget, Mbak. Buat sendiri atau bagaimana?" Tanya salah satunya.

"Buat sendiri, Tante. Mau cicip dulu juga boleh," kata Ayana lalu mengambil beberapa roti untuk di coba pembeli.

"Wah enak banget, sesuai dengan aromanya. Saya mau rotinya 10 dan ini brownisnya 2 ya," kata pembeli yang lainnya.

Ayana dengan cepat melayani pembelinya yang memilih apa yang mereka minta. Karena memang daerah itu tak jauh dari pasar, roti dan kue yang Ayana buat cepat habis karena memang porsinya sedikit.

"Syukurlah sudah habis, ya Tuhan terimakasih atas rezeki hari ini." Ayana sangat bersyukur dengan apa yang terjadi siang itu.

Setelah menutup pintu rolling door nya, Ayana melihat Abian yang masih di ayunannya. Bayi itu mulai bergerak gelisah karena sudah mulai bisan di ayunan.

Dengan pelan Ayana mengangkat Abian ke gendongannya lalu menimang bayi itu.

"Kita ke atas ya sayang, jualan Bunda sudah selesai. Untuk hari ini segitu saja dulu, besok baru kita tambah lagi porsinya, mudah-mudahan juga selancar hari ini."

Keduanya menaiki tangga menuju lantai dua, Ayana menyusui Abian di kasur setelah mengganti bajunya dengan yang lebih bersih.

Begitulah keseharian Ayan yang terus berlalu dengan penuh perjuangan bersama Abian. Kata kan lah dia egois karena tak memberitahukan pada Polisi tentang Abian yang merupakan anak dari korban kecelakaan itu.

Namun setelah di pikir-pikir, dia saja tak mengenal siapa orang tua Abian. Kalau memberitahu Polisi bukan tidak mungkin Abian akan di bawa pihak Kepolisian.

Kalau jasad yang terbakar akibat kecelakaan itu segera di ketahui identitasnya dan Abian segera di serahkan pada keluarga, bukan masalah. Tapi bagaimana kalau sulit menemukan identitas korban? Sedangkan kebakaran mobil itu sangat besar.

Bukan hal yang mustahil kalau kartu identitas korban ikut terbakar. Abian pun bisa tertahan di tempat penitipan anak atau di panti asuhan karena keluarganya belum di temukan.

Pemikiran itulah yang kerap muncul di benak Ayana setiap kali ia melihat Abian. Ada rasa bersalah juga karena mengambil bayi itu dan mengasuhnya. Tapi akan lebih kasihan lagi kalau Polisi menaruh Abian di panti asuhan jika saja keluarganya tak kunjung di ketahui.

"Ah... Apa yang aku pikirkan? Biarlah untuk saat ini Abian bersamaku. Aku juga sangat menyayanginya, ia tumbuh dengan air susuku. Maka biarkan aku mengasuhnya seperti anakku sendiri," gumam Ayana menepis perasaan bersalahnya.

Abian yang belum tertidur menggerak-gerakkan tangannya sembari melihat ke arah Ayana.

"Kenapa sayang? Bunda gak akan tinggalkan Abian kok, selama Abian akan jadi anak kesayangan Bunda. Berkat kamu segala urusan Bunda seakan di permudah, semoga rezeki kita selalu lancar ya Nak ku."

Ayana mengecup kepala Abian dengan sayang lalu tersenyum. Abian membalas senyuman Ayana meski mungkin ia tak tahu apa yang di katakan sang ibu susu.

Di tempat lainnya....

Andreas sedang sibuk di perusahaannya dengan banyaknya berkas yang harus segera di tangani. Belum lagi masalah pembangunan hotelnya yang harus segera di rampungkan.

Terpaksa Andreas mencari perusahaan kontraktor lain dan mengeluarkan uang lagi untuk pembangunannya. Bersyukurnya dia belum semua uang anggaran pembangunan di serahkan.

Fokus bekerja agar segera selesai dan ia bisa mencari sang anak meski entah kemana dan harus menyusuri jalanan. Andreas akan melakukan hal itu walau terlihat seperti tak berguna. Namun akan di lakukannya.

Pak Bastian dan bu Nina lah yang sangat fokus mencari keberadaan dari anak Andreas. Berbekal foto tangkapan layar yang di ambil Andreas dari rekaman di mobil selingkuhan Meli.

Pasangan paruh baya itu optimis akan menemukan orang yang sudah menolong cucu mereka. Padahal yang terlihat di gambar itu hanya bagian samping yang memperlihatkan sebelah wajah saja dan tak terlalu jelas.

Sedang fokusnya bekerja dan membaca berkas di depannya. Andreas di kejutkan dengan suara pintu yang terbuka cukup keras karena di dorong dari luar.

"Kak Andreas, lihat lah bagaimana mereka memperlakukan aku? Mereka sama sekali gak menghormati aku, Kak."

Wajah datar Andreas tak menampakkan ekpresi apa-apa lagi. Bahkan memberikan respon saja tidak. Tentu dia tahu siapa perempuan yang masuk ke dalam ruangannya ini.

"Maaf, Tuan. Saya sudah berusaha menahannya agar tak masuk sebelum ijin, tapi dia menerobos saja," kata Mona yang ada di samping perempuan itu.

"Kamu ini bodoh atau buta sih? Aku ini Mela adiknya Kak Meli istrinya Kak Andreas. Sudah jelas aku gak butuh ijin atau apapun kalau mau menemui Kakaku sendiri," sungut Mela.

Ya, yang masuk dengan cara kasar tadi adalah Mela, adiknya Meli. Andreas sendiri sangat malas bertemu lagi dengan bagian dari masa lalunya.

Apa lagi Andreas tahu betul seperti apa mantan adik iparnya ini yang sangat agresif. Saat dirinya masih menjadi suami Meli, Mela pernah dengan beraninya menggoda dirinya secara terang-terangan.

"Apa mau mu?" Tanya Andreas yang kembali sibuk dengan berkas di hadapannya.

Mela segera duduk di kursi yang ada di hadapan Andreas. Memasang wajah manis dan imut di depan pria yang sudah lama di kaguminya itu.

"Aku kangen sama Kakak, sudah lama kita gak ketemu," jawab Mela dengan suara manjanya.

Mona yang mendengar cara bicara adik mantan istri bosnya langsung bergidik. 'Ih, gak risih apa bersikap begitu sama orang yang bukan siapa-siapanya?' Batin Mona sembari menatap Mela.

"Pergilah, Kakakmu di kuburan."

Jawaban sarkas dari Andreas membuat Mona hampir menyemburkan tawanya. 'Haduh malunya,' batin Mona sembari melirik Mela yang berwajah masam.

"Kakak kok gitu sih? Yang aku maksud itu Kak Andreas, bukan Kak Meli. Aku tahu kalau Kak Meli sudah gak ada, tapi kan hubungan kita gak bisa di hilangkan gitu saja."

Mela memasang wajah merajuknya berharap di bujuk oleh Andreas.

"Pergi," kata Andreas mengusir Mela yang membuat perempuan itu semakin kesal saja.

Terpopuler

Comments

Susetiyanti RoroSuli

Susetiyanti RoroSuli

ya , namanya khan mantan adik ipar , ya harusnya janganlah terlalu keras , sebab cinta itu bisa juga berawal dari benci lho

2024-06-10

0

Cicih Sophiana

Cicih Sophiana

ibu Nina menjodoh kan Andreas salah pilih keluarga... keluarga kacau

2024-06-09

0

Ipti Rokhah

Ipti Rokhah

iii ulat bulu mulai datang

2024-05-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!