11

Pagi ini Ayana kembali bersiap dan berkemas untuk meninggalkan kosannya. Meski masih ada waktu 3 hari lagi sebelum masa sewa habis, Ayana lebih memilih meninggalkan saja dari pada terus melihat hal tak baik.

Ayana menaikkan tasnya ke atas motor lalu berjalan ke rumah pemilik kosan yang masih ada di sana juga. Setelah mengembalikan kunci kamarnya, Ayana bersiap untuk pergi setelah memperbaiki posisi Abian di gendongannya agar lebih nyaman.

"Siap ya, Nak. Kita berangkat ke rumah baru kita," kata Ayana semangat.

Saat akan menarik gas motornya, tiba-tiba saja ada seorang wanita yang baru datang menghadangnya.

"Eh eh eh... Mau kemana kamu hah? Mau kabur ya? Gak akan bisa kamu kabur lagi dari saya," kata wanita itu dengan wajah garang dan mata melotot menatap Ayana.

Dengan wajah penuh kebingungan, Ayana menjawab pernyataan si wanita yang terlihat seperti toko mas berjalan itu.

"Ada apa ya, Tante? Memangnya siapa yang mau kabur?" Tanya Ayana.

"Ya kamu lah, siapa lagi? Jangan harap kamu bisa kabur dari saya setelah menghabiskan uang suami saya, ya. Bahkan kamu bisa-bisanya punya anak sama suami saya, sudah merebut orangnya mau merebut hartanya juga. Saya gak akan biarin kamu seenaknya menikmati harta saya, jangan harap anak haram kamu itu bisa mendapatkan kemewahan dair harta saya," marah wanita itu hendak menyerang Ayana.

Dengan cepat ibu muda itu menghindar lalu turun dari motornya setelah mematikan mesin. Ayana mendekap anaknya erat sembari sedikit menggoyangkan tubuhnya karena Abian yang terusik akibat suara si wanita yang cukup keras.

"Maksud Tante apa? Siapa yang mau rebut suami Tante? Kenal saja gak kok nuduh orang sembarangan. Dan apa kata Tante tadi? Anak saya anak haram? Kelakuan Tante itu lah yang haram karena menuduh tanpa bukti," kata Ayana melawan tanpa takut apa lagi gentar walau dair segi tubuh ia kalah besar.

"Enak saja kamu bilang omongan saya haram, tubuh kamu yang haram karena mau saja dengan suami orang bahkan gak ada hubungan pernikahan. Sama seperti anak kamu yang haram itu."

Si wanita bertubuh agak tambun itu menunjuk pada Abian dengan wajah marahnya.

"Lihat ini, apa anak saya mirip dengan suami Tante? GK, anak saya bahkan terlalu tampan untuk di mirip kan dengan suami Tante yang saya sendiri gak tahu bentukannya seperti apa. Kalau Tante gak bisa menunjukkan bukti dari tuduhan Tante itu, maka saya akan laporkan Tante ke Polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik dan perbuatan gak menyenangkan," ancam Ayana galak.

Si wanita bertubuh agak tambun itu, semakin murka saja lalu ia mengeluarkan ponselnya dari tas.

"Saya dapat kabar kalau selingkuhan suami saya tinggal di sini bersama dengan anaknya. Kamu tinggal di sini kan bersama anak kamu, berarti kamu selingkuhan suami saya."

"Tante gak bisa menyimpulkan begitu saja dong kalau saya selingkuhan suami Tante hanya berdasarkan beberapa informasi gak jelas begitu. Saya gak terima ya di fitnah seperti ini," ucap Ayana.

Ingin meluapkan amarahnya tapi ada Abian di gendongannya. Tidak mungkin ia bertindak gegabah dengan seorang bayi di gendongan.

"Siapa yang fitnah kamu hah? Ini nomor kamu kan? Kalau sampai terhubung dengan ponsel kamu maka kamu akan penjarakan," ancam si wanita bertubuh agak tambun itu.

"Silahkan saja hubungi, tapi kalau sampai Tante salah orang maka saya akan melaporkan Tante dengan tuduhan seperti yang saya katakan tadi." Ayana balik mengancam tanpa rasa takut sedikit pun.

Ibu muda itu melihat apa yang di lakukan wanita di depannya. Sedangkan si wanita menatap sinis dan jijik pada Ayana sembari menghubungi nomor yang katanya milik selingkuhan sang suami.

Ayana memperlihatkan ponselnya yang tak menyala sama sekali pada wanita di hadapannya. Meski wanita itu beberapa kali menghubungi pun tetap ponsel Ayana tak ada tanda-tanda panggilan masuk.

"Sudah lihatkan? Saya gak kenal sama suami Tante apa lagi jadi selingkuhan. Semoga saja anak keturunan Tante gak ada yang menjadi korban fitnah seperti saya ataupun menjadi si haram itu sendiri," kata Ayana memendam emosinya karena Abian yang semakin rewel.

Bayi itu seakan bisa merasakan kemarahan ibunya hingga ia rewel dan ingin segera pergi dari sana.

Wanita yang menuduh Ayana tadi terdiam dengan wajah yang memucat karena ternyata salah sasaran. Wanita itu juga bungkam tanpa kata serta wajah yang tak lagi segarang tadi saat menuduh Ayana.

Karena Abian yang semakin rewel, Ayana memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Ia juga sudah lapar karena belum sarapan.

Saat Ayana akan menarik gas motornya, terdengar teriakan melengking si wanita yang tadi memfitnah Ayana. Sontak saja pandangan Ayana mengarah ke wanita tersebut.

Memang tak salah kalau selingkuhan suaminya ada di tempat itu. Bahkan suaminya terlihat gelagapan di depan pintu salah satu kos bersama seorang wanita di belakangnya yang tak kalah ketakutan.

Malas melihat pemandangan yang merusak jiwa, Ayana segera pergi secepatnya.

'Memang tempat yang merusak mental dan mata' batin Ayana yang baru sadar kalau tempat yang ia jadikan tempat berteduh beberapa hari itu. Lebih banyak di jadikan tempat maksiat dari pasangan peselingkuh.

"Beruntungnya kita segera mendapatkan rumah baru semalam ya, Nak. Meski sempat tertipu tapi ganti dari rumah itu jauh lebih bermanfaat dan bagus. Jadi Bunda gak susah-susah lagi buat nyari tempat untuk usaha," gumam Ayana sembari menjauhkan motornya dari kawasan kosan.

Mampir di warung tempat pertama kali ia beli saat malam pertamanya di kota itu. Ayana sudah tak dapat menahan laparnya lagi karena tadi sempat menyusui Abian.

"Bu, nasinya sama lauk yang komplit ya. Minumnya air hangat saja," pesan Ayana pada pemilik warung.

"Iya, Mbak." Si pemilik warung melihat kembali kedatangan wanita yang pernah di ingatkannya kala itu.

Ayana duduk di kursi yang dekat dengan motornya. Karena tak mungkin ia menurunkan tas yang berat itu.

"Ini anaknya, Mbak?" Tanya pemilik warung sembari meletakkan piring di hadapan Ayana.

"Iya, Bu." Ayana langsung menyantap makannya setelah menjawab.

Si pemilik warung tak lagi bertanya karena ada pembeli lainnya yang datang juga. Begitu makanan di piring Ayana habis, terlihat datang beberapa mobil patroli memasuki kawasan itu dan berjalan lurus.

Kening Ayana mengerut kala melihat itu, di jalan lurus yang di ambil Polisi adalah menuju kosan yang baru di tinggalkan olehnya.

"Itu pasti Polisi mau ke tempat kosan itu," kata salah satu pembeli di warung itu.

"Iya lah mau ke sana, malah bagus sih kalau menurutku. Tempat itu kan lebih cocok di sebut penampungan maksiat dari pada kosan," kata yang lain menyahut.

"Rugi banget si pemiliknya itu, demi bisa dapet uang banyak dia bebasin penyewanya tanpa mau tahu apa yang terjadi di tempatnya."

"Dengar-dengar si pemilik juga seorang selingkuhan dulunya, dan mantan pelacur juga."

"Ya Tuhan, dosa itu memang nikmat ya. Tapi akibatnya gak main-main kalau sampai kita lakukan."

Ayana mengucap syukur dalam hatinya karena sudah pergi dari tempat itu. Meski ia sempat merasa sayang dengan masa sewa yang masih ada. Namun karena Abian yang selalu rewel beberapa malam di sana membuatnya memilih cepat pergi.

Ternyata rewelnya Abian karena bocah itu tidak betah tinggal di tempat seperti itu.

Terpopuler

Comments

Cicih Sophiana

Cicih Sophiana

tetap semangat thor...

2024-06-08

2

Whatea Sala

Whatea Sala

Lanjut...

2024-05-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!