Roooaaaaarrr!!!!!
Raungan naga Holy Demonic Class terdengar hingga ke telinga Alan yang sedang sekarat setelah dikalahkan Laila.
Dia tak terluka parah, tapi dia tak terlalu peduli atau berencana memulihkan diri dan terus berbaring di lantai mall. Baginya usahanya sudah tercapai. Tak ada alasan lagi untuk bertarung.
"Fufu fu, aku tak menyangka dia benar benar bisa mendapatkan naga Holy Demonic Class yang dia janjikan... guh!!"
Mulutnya mengeluarkan darah, tapi dia masih bisa tersenyum.
Alan masih tak tahu siapa sebenarnya 'dia', tapi orang itu benar-benar memberikan janjinya. Mungkin dia dimanfaatkan, tapi Alan tak peduli.
Pertarungannya mungkin tak ada yang mengingat, tapi mulai hari ini dunia akan berubah.
"Ha ha Hahahahahaaaaaaaaaaaa"
Dia tertawa puas.
"Shadow, aku harap kau berhasil mendapatkan benda itu, jika tidak, aku akan mengutukmu hingga ke neraka."
Senyuman Alan menghilang. Dia sekarang menunjukkan ekspresi serius.
Itu adalah ekspresi seseorang yang bersiap mati. Alan lalu mengambil benda kotak di saku yang tertutupi armornya. Itu bukanlah kotak biasa, itu adalah pemicu bom yang sudah dia pasang di lantai 1 Sirei mall. Berbeda dengan bom lain, dia memasangnya di tempat yang tersembunyi sehingga tak ada yang tahu.
Ya. Sejak awal rencana melarikan diri tidak pernah ada. Itulah yang menyebabkan Alan tak ragu memerintahkan anak buahnya untuk menghancurkan lift dan tangga. Selama mereka bisa mengalihkan perhatian Knight dan memanggil naga Holy Demonic Class, maka misi mereka sudah sukses.
"...dengan ini semuanya berakhir."
Dia tersenyum lagi.
Dia akan meledakkan Mana Bomb yang memiliki daya ledak 10 kali lebih kuat dari bom normal. Dia akan mati bersama dengan seluruh Knight di mall dan teman temannya.
Dengan jempolnya, Alan mulai menekan pemicu yang berada di tangannya.
Dia memejamkan matanya sambil tersenyum saat melakukan itu, tapi sebelum jempolnya menekan pemicu, dia mendengar sebuah suara.
Criinnnnnngg!
Itu adalah suara lonceng yang begitu merdu di telinga. Lalu sebuah pedang putih tiba tiba menancap di tangan Alan. Pedang putih itu juga menghancurkan pemicu bom hingga berkeping keping.
"...!?!"
Alan sudah tak sanggup berteriak lagi. Dia tak menyangka langkah terakhirnya digagalkan oleh seseorang.
-tapi siapa?
Tap tap tap tap. Suara langkah kaki perlahan mendekatinya.
Langkah kaki itu berasal dari seorang pemuda yang berpakaian seragam sekolah sihir Kuryuu Academy seperti Laila.
Pemuda berambut hitam dan memiliki mata hitam yang tajam bagai dewa kematian.
"Hei paman, apa kau tahu yang kau lakukan itu bisa membuat kita terkubur hidup hidup?"
Kuro berbicara dengan nada santai kepada Alan. Dia juga mengatakan kalau dia sudah tahu apa yang akan Alan lakukan.
"Ha haaha.. aku benar benar tak beruntung kali ini. Aku bertarung dengan seorang putri Paladin dan kalah, lalu kau datang dan menghalangi rencanaku, ya ampun .. aku benar benar sial!'"
"heehh.. jadi paman tahu siapa aku ya?"
Kuro tersenyum, tapi matanya tidak. Jika Laila dan Fila melihat Kuro saat ini, mereka pasti terkejut. Kuro benar benar berbeda. Pemuda yang terlihat biasa saja seolah menjadi seorang penjahat paling kejam di dunia.
"Ya begitulah, siapa lagi orang yang memakai pedang aneh berwarna putih selain dirimu...., tapi aku tak menyangka orang terkenal seperti kau hanya seorang bocah."
"Hmm.. apa aku membuatmu kecewa?"
"....Sedikit, aku hanya kecewa karena kau jauh berbeda dari apa yang aku bayangkan.. Jadi kau kan yang membunuh anak buahku di lantai 3? Jika kau pasti dapat melakukan itu dengan mudah."
Hanya inilah kemungkinan kenapa anak buahnya tiba tiba menghilang dan terbunuh dengan cara sadis. Kuro telah membunuh mereka semua dengan menggunakan pedang putihnya.
"Hei jangan membuat aku terdengar jahat, paman. Kau tahu kan aku hanya membela diri. Lagipula ini sudah kewajiban murid sekolah Kuryuu Academy untuk membunuh orang jahat seperti paman. Yah.. Meskipun mereka tak bisa dibilang sebagai pemanasan."
Suatu yang mustahil terdengar dari mulut seorang pemuda yang belum bisa dipanggil cukup umur untuk mengenal pembunuhan, namun bagi Alan yang tahu siapa identitas Kuro yang sebenarnya, maka kejadian itu bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan. Tentu mimpi buruk.
"Hmph.. mendengar itu dari orang sepertimu benar benar membuatku ingin tertawa, tapi kenapa kau ada disini? Bukankah seharusnya di hutan Rukia?"
Bagi orang seperti Alan, sudah menjadi pengetahuan umum kalau Kuro seharusnya berada di hutan Rukia. Tentu ada rumor lain seperti Kuro berada di ibukota, tetapi tak ada yang tahu kebenarannya.
".. aku hanya dipaksa bersekolah. Kau tahu ini cukup menyenangkan.."
Mata Alan terbuka lebar saat mendengar jawaban Kuro.
"... ha ha.. sekolah itu pasti sudah gila jika menerimamu sebagai murid."
"Kau benar, Nenek ****** itu sudah gila. Hanya karena aku berusaha memenggal kepalanya, dia menyuruhku bersekolah. Haaa.. sudahlah.. aku tak ingin membahasnya!"
"................."
Nenek ******? Siapa itu? Alan sedikit terkejut dan tak terlalu mengerti, tapi dia tahu seorang penyihir yang cukup kuat untuk memaksa Kuro bersekolah. Dan kalau dipikir pikir, memang wanita itu benar benar nenek ******.
Wanita itu adalah Electra Val Lavitta sang Paladin of Lighting.
"Kau gila seperti yang aku dengar. Orang pasti berpikir 1000 kali sebelum berani melawan dan bertarung dengan Paladin."
Kuro menunjukkan ekspresi tidak senang saat mendengar kata itu dari Alan. Bagi dia, itu adalah sebuah penghinaan.
Lalu Kuro menggelengkan kepalanya.
"Ya. Paman benar. Aku sudah gila karena bertarung dengan seorang Paladin. Lalu apa ada yang salah dengan hal itu? Tidak kan? Satu hal yang harus kau tahu Paman, Aku bukanlah orang yang kalah untuk kedua kalinya."
"...........hua ha ha ha ha ha"
Alan tertawa dengan keras saat mendengar perkataan Kuro yang bisa dibilang omong kosong.
Mana mungkin bocah seperti dia bisa mengalahkan seorang Paladin? Alan tahu Kuro kuat, tapi ada perbedaan besar antara kuat melawan kekuatan absolut yang dikenal sebagai Paladin.
Selain itu Kuro bukanlah seorang penyihir. Apa yang dia katakan tak lebih dari sebuah angan yang tak akan pernah tercapai.
Tapi-
"Menarik, sayang mungkin aku tak akan pernah mendengar kabar itu darimu. Apa yang akan kau lakukan setelah ini? Membunuhku?"
"Tidak. Aku tak perlu membunuhmu. Lagipula aku menginginkan informasi mengenai seseorang yang bernama Shadow itu"
"!?"
"Hei, jangan terlalu terkejut. Aku sudah berada disini sejak pertarunganmu dengan Laila dimulai, jadi wajarkan kalau aku mengetahuinya."
Bagaimana mungkin? Meskipun normal bagi Alan karena bukan penyihir, tapi mana mungkin Laila tak menyadari keberadaan Kuro?
Apakah itu hanya bualan?
Tidak. Bagi orang seperti Kuro, itu suatu yang mudah.
"Aku sungguh sial hari ini."
Kalau bisa Alan ingin Kuro membunuhnya, tapi itu sepertinya sulit. Bunuh diri? Dengan lukanya sekarang, jika dia dibiarkan saja mungkin akan mati.
Kuro tersenyum. Dia merasa puas dengan jawaban Alan. Kuro lalu mencabut pedang putihnya yang menancap di tangan Alan.
"Terima kasih atas kerja samanya."
Kuro bersiap untuk pergi, tapi dia mendengar suara langkah kaki yang datang mendekat.
Suara itu berasal dari seorang yang sejak tadi bersembunyi.
"Fila, aku senang kau baik baik saja"
Dia menyapa Fila, tapi-
Plaaaak.
Dia mendapat tamparan dari Fila.
"... kenapa kau menamparku?"
"Dasar kau. Apa kau tak tahu betapa kawatirnya aku?"
Satu hal yang Kuro tahu, Fila sedang marah.
"Maaf. Aku tak bermaksud membuatmu kawatir. Dan seperti yang kau lihat aku baik baik saja"
"Syukurlah!!"
Fila tiba tib memeluk Kuro dengan begitu erat.
Kuro berniat memberontak, tapi sadar pelukan itu begitu erat, dia paham Fila benar benar kawatir.
Kuro tersenyum dengan lembut. Dia tak menyangka akan merasakan sebuah kehangatan dari orang yang belum lama dia kenal.
"Terima kasih karena mengkawatirkanku."
Kuro perlahan melepaskan pelukan Fila.
Fila juga sadar apa yang dia lakukan sedikit berlebihan dan kurang pantas. Wajahnya memerah bagai tomat.
"Tapi seharusnya kau tahu sosok di depanmu ini adalah seorang yang bisa bersekolah di sekolah sihir meskipun bukan penyihir. Seharusnya kau lebih percaya."
"...benar juga.. anticristal tak berpengaruh terhadapmu."
Fila masih belum tahu seberapa kuat Kuro, tapi dia pernah melihat Kuro beradu kekuatan dengan ayahnya. Lalu jika dia selemah itu, dia tak akan mungkin menjadi eksistensi tak wajar di sekolah sihir.
"Tapi dari mana saja kau?"
Kuro langsung terlihat panik. Mana mungkin dia memberitahu kalau habis membantai anak buah Alan dengan cara yang bisa disebut kejam dan mengabaikan hak sebagai manusia.
"Aku bertarung dengan anggota Red Crow di lantai lain dan baru saja tiba. Aku harap bisa membantu, tapi Laila sudah menyelesaikan semuanya. Sungguh, peringkat S bukan hanya sekedar peringkat kosong ahaha.."
"..."
Fila menatap Kuro dengan tatapan tak percaya. Sesaat kemudian, dia mendesah.
"Apa ada yang salah?"
"Bukan apa apa. Aku lega karena kau tahu batasmu."
"Tentu saja. Lagipula ada seorang yang menungguku kembali. Mana mungkin aku mati di tangan mereka."
Fila sekali lagi mendesah. Dia akhirnya mengerti satu hal baru mengenai Kuro.
Kuro adalah tipe orang yang suka bertindak nekat.
"Fila, aku punya permintaan."
Tiba tiba Kuro serius.
"Pe-permintaan?"
"Bukan hal yang sulit, tapi hanya kau saja yang bisa aku andalkan."
Tak ada orang lain di sana, jadi Kuro terpaksa meminta Fila.
"Tolong awasi paman ini sebentar. Aku yakin Knight akan segera sampai di lantai ini. Lalu katakan kalau ada bom di lantai 1, jadi bilang kepada Knight untuk segera menanganinya dengan hati hati."
Fila mengangguk, tapi dia akhirnya sadar keanehan dalam permintaan Kuro.
"Eeeeee ... maaf, tapi apa kau bilang mengawasi?"
"Ya. Paman ini!"
Kuro menunjuk sosok Alan yang sudah tak bergerak bagai mayat.
"?!"
Sadar kalau orang itu ternyata masih hidup, Fila langsung panik dan menjauh dari Alan.
"Di-Dia masih hidup?"
Kuro mengangguk.
"Ya. Tapi jangan kawatir,dia tak akan berbuat aneh aneh. Benar kan, Paman?"
Alan hanya tersenyum.
"Baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu."
"Tunggu! Kuro, kau mau pergi kemana?"
Di saat itulah Fila ingat kalau ini belum berakhir.
"Jangan bilang kalau...-"
"Begitulah. Laila mungkin penyihir terkuat di antara murid baru, tapi dia tetaplah bukan yang terkuat. Dia sudah hampir mencapai batas, tapi dia sama sekali tak menyadarinya. Sungguh merepotkan."
Kuro terlihat jengkel.
"Tapi aku tak mungkin membiarkannya bertarung sendirian. Ini sudah tugasku yang merupakan pasangannya."
Tapi bukan itu yang menjadi masalahnya.
"Kuro kumohon jangan pergi. Aku tahu kau kuat, tapi-"
"..."
Kuro hanya tersenyum.
Senyuman itu adalah sebuah tanda kalau Kuro akan pergi apapun yang akan Fila katakan.
"....bo..doh.."
Fila tak bisa mencegahnya. Yang bisa dia lakukan hanyalah mendoakan keselamatan mereka berdua.
Fila sadar meskipun Kuro dan Laila terlihat tak akur, tapi keduanya benar benar mirip.
Sekali memutuskan sesuatu, mereka tak akan berhenti sebelum tujuan mereka tercapai.
"Kalau begitu aku pergi dulu. Berhati hatilah.."
"Kuro-...."
Kuro tak berkata apa apa lagi.
Kuro berlari menuju ke arah atap dimana Laila berada.
"?!"
Sesaat Kuro pergi, Fila dikejutkan oleh energi sihir dalam jumlah besar yang berasal dari atap.
"Laila?"
Hanya satu alasan kenapa Laila memancarkan mana yang begitu besar.
Dia akan menggunakan teknik terkuat seorang penyihir, yaitu Sacred Magic Art.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Rifki Rifki
Alan hanya tersenyum
2023-02-04
0
Lawenvy
Mantap alurnya, MC nya ternyata ngabisin prajurit di tempat lain. Parah banget yg bilang MC ngilang ya wajarlah gantian karakter bukan cuma MC doang ada karakter lainnya jg hzz -_
2021-08-05
1
DNK • SLOTH SINN
up
2021-07-05
0