Enam peluru masih tersisa di kedua senjata api Laila. Dia menggunakan taktik menembak dan menjaga jarak dari Alan.
Dia beruntung Alan hanya menggunakan serangan dari jarak dekat saja. Awalnya dia akan menggunakan senjata api juga, tapi dia salah.
(Bukankah tadi dia menembak kapten Knight dengan pistol? Kenapa dia tak menggunakannya?)
Menggunakan rak pakaian, dia bersembunyi sekaligus menyusun taktik. Dia hanya memiliki peluru terbatas. Dia harus menggunakannya tanpa sia sia.
(Kh.. apa yang harus kulakukan?)
Sihir tak mempan, sedangkan peluru tak sanggup menembus armor Alan. Cara yang paling tepat adalah menembak kepala Alan, tapi itu lebih mudah dikatakan daripada dilakukan.
"?!"
Laila menyadari Alan telah menemukannya. Alan mengambil senjata api dan menembak.
(Gawat!)
Laila melompat dan berguling sambil menghindari peluru dari Alan.
Alan menembak dengan tangan kirinya, sementara itu, tangan kanan Alan masih memegang pedang merah darah. Dan meskipun menggunakan tangan kiri, Alan mampu menembak dengan keakuratan tinggi.
5 tembakan hampir semuanya mengenai Laila, tapi Laila masih terlalu lincah dan menghindar beberapa inchi saja. Dia bahkan melepaskan tembakan beberapa kali ke arah Alan, tapi semua tembakan itu mengenai armor dan percuma.
Laila kini bersembunyi di balik tiang. Nafasnya terengah engah dan kakinya semakin sulit di gerakan akibat rasa sakit yang semakin menjadi.
"Haa.. haa.. andai .. saja aku bisa menembak kepalanya.."
Tapi itu mustahil. Dia bukan ahli menembak atau sniper yang mampu membisik musuhnya dengan tepat.
Alan menembak, tapi semua tertahan oleh tiang.
"Tchh.. "
Laila tahu saat ini Alan mendekat sambil menembak. Meskipun saat ini masih di bilang cukup jauh, namun kemampuan menembak Alan lebih baik dari Laila. Jika semakin dekat, dia akan dirugikan.
Dia lalu mengecek jumlah peluru yang tersisa.
"Dua tembakan kah-!?"
Sekali lagi Alan menembak.
"Kurasa tak ada pilihan lain."
Dia bermaksud mendekat dan menembak kepala Alan dari dekat meskipun ada resiko tinggi terkena tebasan pedang Alan.
(30 meter. Untuk menembak tepat di kepala, aku butuh jarak 3 meter, tidak, 5-7 meter seharusnya aku sudah bisa membidik tepat di kepalanya. Ya. Aku pasti bisa melakukannya. Yang menjadi masalah sekarang adalah..)
Senjata apiyang dipegang Alan.
Alan pasti akan menembak Laila saat berusaha mendekatinya. Selain itu, tembakan Alan akan semakin akurat jika jarak semakin dekat. Meskipun hal ini berlaku juga kepada Laila.
Satu satunya yang membedakannya adalah jumlah peluru yang ada di senjata mereka.
Laila hanya memiliki 2, sementara Alan masih memiliki cukup banyak.
(Ini cukup sulit, tapi akan kutunjukkan kekuatan penyihir beranking S..)
Laila hanya bisa menebak jumlah peluru Alan dari jumlah tembakan dan jenis senjata api yang digunakan Alan. Dengan tangan kanan yang memegang pedang, pasti Alan sulit mengisi kembali peluru.
Itulah moment yang Laila incar.
"Haaaa.."
Laila mengambil nafas dan berkonsentrasi. Hawa panas mulai terpancar dari tubuhnya dan memanaskan udara di sekitarnya.
Dia akan menggunakan sihir apinya, tapi dia tak akan menggunakan sihir yang kuat, dia hanya akan menggunalan [Element Art]. Sihir dasar, namun itulah yang dia butuhkan saat ini.
"?"
Sementara itu, Alan yang melihat Laila memancarkan hawa panas dari balik tiang mulai meningkatkan kewaspadaannya. Dia tahu Laila akan menggunakan sihir, tapi sihir akan langsung di netralkan oleh anticristal, Alan yakin Laila tak sebodoh itu.
(Dia pasti sedang merencanakan sesuatu...)
Alan tahu dan dapat merasakan Laila mulai serius menghadapi dirinya.
"... ...?"
Laila tiba tiba melompat dan menghilang dari pandangan Alan. Dia sudah tak berada di balik tiang lagi.
Alan lalu di kejutkan oleh lidah api yang tiba tiba muncul di lantai, tapi lidah itu langsung menghilang beberapa detik setelah muncul.
Api itu adalah api yang tercipta dari energi sihir yang meluap. Fenomena ini hanya terjadi pada penyihir dengan kapasitas luar biasa seperti penyihir peringkat S.
Laila berlari. Dia bergerak lebih cepat dari sebelumnya. Laila pasti menggunakan sihir penguatan fisik.
Alan tentu saja tak tinggal diam dan menembak Laila, tapi Laila menghindar begitu mudahnya.
Alan sadar tujuan Laila adalah mendekati dirinya. Tapi dia hanyalah manusia biasa, mustahil mengikuti gerakan penyihir yang bertarung dengan serius.
Tentu lain cerita jika armor yang dia kenakan memiliki alat untuk mengikuti gerakan cepat. Sayangnya, tidak.
"Tch!"
Alan tahu betul inilah sensasi yang selalu dia rasakan saat menyadari betapa lemahnya non penyihir menghadapi penyihir. Bagaimana bisa mereka hidup berdampingan dengan para monster itu?
Alan tak memiliki kesempatan untuk memikirkan itu. Laila tiba tiba muncul di langit langit.
Alan cukup terkejut saat melihat sosok Laila yang di selimuti oleh api. Tidak. Api hanya menyelimuti kakinya saja.
"Apa kau terkejut? Aku juga terkejut bisa melakukan ini dengan sihir dasar."
Ya. Ini bukanlah teknik yang sudah lama dia latih. Bahkan dia hanya tahu teori teknik beberapa menit yang lalu.
Penyihir bisa menggunakan sihir penguatan tubuh sehingga membuat kekuatan dan kecepatan meningkat, tapi itu tak cukup. Diperlukan teknik lain untuk meningkatkan kecepatan. Seperti teknik yang Laila gunakan saat ini.
Dia menciptakan bola api kecil di kedua kakinya, lalu dia menggunakan sihir api sebagai pendorong seperti roket. Hasil dari kedua tekhnik itu adalah Laila dapat bergerak lebih cepat dari biasanya.
Meskipun terlihat sederhana, tapi sihir itu cukup rumit mengingat butuh kendali yang luar biasa dari penggunanya.
(Tapi sulit juga mengendalikan dua sihir sekaligus)
Alan menembak, tapi Laila langsung bergerak ke samping dengan mendorong tubuhnya menggunakan api. Lalu dia mendarat di lantai dan bergerak ke kanan.
Laila berhasil menghindar dan kini dia hanya berjarak 10 meter dari Alan.
Kali ini Laila yang menembak. Dia mengenai armor Alan. Hanya tersisa satu kesempatan.
(Tch.. sudah kuduga sulit menembak jika aku bergerak dengan kecepatan seperti ini)
Maka yang harus dia lakukan hanyalah menembak saat berhenti.
(Tapi dia masih punya banyak peluru lagi. Sial. Aku harus mendekat)
Dia memutuskan mendekat lagi sejauh 3 meter.
Dia membuang senjata di tangan kirinya dan berakselerasi. Dia bergerak secara zig zag agar sulit diincar.
Itu rencana yang bagus, tapi dia tak bisa melakukanya lebih lama lagi.
Kakinya yang terkilir kini terasa semakin menyakitkan. Apalagi dengan teknik yang dia gunakan, kakinya semakin parah.
5 meter.
Tinggal 2 meter lagi.
Sementara itu Alan menembaknya semua peluru yang dia miliki.
(Dia kehabisan peluru. Ini kesempatanku)
Dia lalu berhenti tepat di jarak 3 meter di depan Alan dan mengarahkan moncong pistol tepat ke arah kepala Alan.
"Skakmat!!"
Dia tanpa ragu menekan pelatuk dan menembakkan peluru terakhirnya. Sebuah peluru yang menentukan hasil pertarungan ini, tapi-
"?!"
"Hehehe... kau terlalu naif."
Alan berhasil menghindari peluru dari jarak 3 meter.
Alan lalu tersenyum puas seolah meraih kemenangan.
"Jika aku tak tahu kau sedang mengincar kepalaku, mungkin aku tak bisa menghindarinya."
Selain itu, Laila adalah penembak yang tak berpengalaman.
"Sayang sekali, benar kan?" Laila tersenyum "Tapi aku tak sepenuhnya meleset. Kau dapat merasakannya kan?"
Darah mengalir dari kepala Alan. Dia berhasil menghindar, tapi peluru Laila masih menyerempet kepala Alan.
"Huh.. ini luka yang tak seberapa.... Lalu bisa kita mulai pertarungan yang sesungguhnya?"
Mereka berdua sama sama tak memiliki peluru tersisa. Hal itu membuat senjata api mereka berdua menjadi tak berguna.
"Ya. Kau benar. Kurasa sudah saatnya untuk bertarung dengan sungguh sungguh."
Keduanya membuang senjata.
(Sial. Apa yang harus kulakukan? Scarflare adalah pedang yang mampu memotong apapun, tapi pedang itu terbuat dari sihir. Tch.. Scarflare pasti akan lenyap jika menyentuh pedang dan armornya.)
Meskipun terlihat tenang, tapi dalam hati Laila panik. Dia tahu tak bisa sepenuhnya mengandalkan senjata api, tapi dia tetap berharap bisa mengalahkan semua musuh.
(Kurasa aku tak ada pilihan lain menggunakan "itu". Ha ha.. aku benar benar harus berterima kasih kepada Fila.)
Laila mulai melaksanakan rencana B yang sudah dia siapkan sebelumnya bersama Fila.
Rencana A adalah menggunakan senjata api untuk membunuh Alan dan dua anak buahnya. Rencana B adalah rencana yang dia siapkan jika rencana A gagal.
Laila tiba tiba berlari menuju pakaian dalam yang di pajang. Dia tak mencari pakaian dalam, yang dia cari adalah pipa besi yang di gunakan sebagai alat menggantung pakaian.
Dia dengan cepat memotong pipa besi sepanjang 1 meter menggunakan api.
"Ha ha.. kau cerdas juga. Menggunakan pipa sebagai pedang, tapi aku tak cukup yakin pipa itu b-"
Tiba tiba radio Alan berbunyi.
Dengan tangan kirinya, Alan mengambil dan menekan tombol yang ada di radio.
"(Team B2 kepada Leader)"
"Di sini Leader. B2 apa ada masalah?"
"(Ya. Masalah besar. Kami berhasil menahan Knight, tapi kami terpaksa mundur hingga ke lantai 3)"
"Lalu apa masalahnya? Sudah kubilang untuk menahan para Knight 10 menit lagi kan? Kalian seharusnya bisa melakukannya dengan bantuan team D4 di lantai 3."
"(Itulah yang menjadi masalahnya. Kami tak bisa menemukan team D4 di manapun.)"
"Apa?"
Alan terkejut dengan apa yang barus saja dia dengar.
"(Kami memang menemukan satu team D4, tapi dia sudah mati dengan kondisi yang mengenaskan)"
"......."
Untuk pertama kalinya, Alan terdiam.
Dia tak mengerti dan bingung dengan laporan yang baru saja dia dengar.
Dia ingat kalau Knight di lantai 3 sudah dia habisi. Lalu seharusnya ada 15 orang yang menjaga lantai 3. 10 diantaranya adalah orang yang memakai armor anticristal.
Mereka seharusnya tak mudah di kalahkan, tapi jika semuanya menghilang, ada kemungkinan kalau mereka sudah mati.
Tapi siapa yang membunuh mereka?
"(Leader, Apa yang harus kami lakukan?)"
Anak buahnya bertanya kepada Alan yang sedang terdiam.
"Tetap usahakan agar Knight tak mencapai atap. Kalian masih memiliki bom kan?"
"(Kami masih memiliki 5 bom tersisa)"
"Kalau begitu, gunakan semua bom itu untuk menghancurkan tangga dan lift. Dengan begitu mereka pasti akan kesulitan naik ke lantai 3, jangan lupa pakai semua granat anticristal untuk mencegah mereka menggunakan sihir"
"(Baik)"
"Kalian juga harus tetap waspada. Kalian tahu musuh ada di lantai 3 kan?"
"(...mengerti)"
Sambungan terputus. Lalu beberapa saat kemudian Alan dapat mendengar suara ledakan dari bawah.
Akibat ledakan itu, kaca kaca di sekitar Laila dan Alan pecah berhamburan.
Beberapa detik kemudian, ledakan berhenti dan suasana kembali tenang. Terlalu tenang.
(Aneh...)
Itulah yang dipikirkan Alan, tapi dia sekarang harus fokus dengan Laila yang sudah berada di depannya seolah sudah siap bertarung sebagai pendekar pedang.
Lalu terucaplah sebuah mantra untuk memanggil senjata sihir yang tercipta dari perwujudan jiwa seorang penyihir.
"Scarflare..."
Api merah muncul dari tangan kiri Laila. Api itu memanjang dan berputar seperti tornado. Setelah itu, munculah sebuah pedang merah membara yang terbuat dari api.
"Dual blades (pedang ganda) kah? Tidak. Dual blades jika kau memegang dua pedang. Ha ha.."
"Yeah.. aku setuju denganmu. Tapi....."
Tiba tiba dia menghilangkan pedang merahnya.
Scarflare berubah menjadi partikel merah dan menghilang.
"Maaf saja. Aku tak akan menggunakan Scarflare untuk menghadapimu. Kau pasti tahu alasannya kan?"
"Lalu apa gunanya menunjukkan wujud sihirmu? Apa kau ingin pamer?"
"Tidak. Tapi kau boleh berpikir seperti itu. Lagipula pipa ini sudah cukup untuk menghadapi pengecut yang hanya bisa menggunakan cara licik seperti dirimu."
Kurang 5 menit tersisa sebelum sihir teleportasi aktif.
Dia sudah tak punya banyak waktu tersisa.
"Hyaaa!!"
Dengan menggunakan teknik sebelumnya, Laila bergerak maju dengan kecepatan tinggi dan bersiap menebas Alan. Tentu saja Laila tak senaif itu kalau pipa besi akan mampu melukai Alan.
Tapi ini sudah menjadi bagian dari rencanannya.
"!"
Alan terkejut dengan gerakan Laila yang begitu cepat. Dia mencoba menahan serangan Laila dengan pedang anticristal, tapi dia tak bisa menahan semua serangannya. Laila terlalu cepat.
Jika menggunakan senjata api, Alan akan lebih unggul daripada Laila, tapi jika menggunakan pedang Laila lebih unggul dari Alan diari segi tekhnik dan kecepatan. Apalagi dengan armor yang lebih berat dari armor milik anak buahnya, hal itu semakin membuat Alan tak bisa bergerak dengan bebas dan lebih cepat.
Laila berhasil mengenai bagian punggung Alan, tapi serangannya tampaknya tak melukai atau berpengaruh banyak.
Meskipun begitu, Laila terus menyerang. Srsng lagi dan lagi. Dia mengenai perut, pundak, kaki, lengan, dan semua bagian armor Alan.
(Tch.. kenapa dia terus melakukan serangan tak berarti seperti itu...?)
Alan tak mengerti. Serangan Laila memang mengenai seluruh tubuhnya, namun dia tak sedikitpun terluka atau merasa sakit.
"Hyaaa!! Terimalah ini!!"
Laila berteriak. Dia menyerang dari depan dengan kecepatan tinggi. Tapi, kali ini Laila tidak menebas. Dia menggunakan teknik menusuk.
Dia mengincar anticristal paling besar yang ada di bagian dada Alan.
(Gawat!!)
Alan mengetahui tujuan Laila. Meskipun yang digunakan Laila adalah sebuah pipa besi, namun jika pipa besi digunakan menusuk dengan kecepatan tinggi, maka kekuatan pipa itu akan berlipat ganda.
"Tch!"
Alan lalu berniat menahan serangan Laila dengan pedangnya, tapi itulah kesalahan terbesar Alan.
Craaak... crakkk..
Pedang Alan patah dan berhamburan ke segala arah.
Pipa yang digunakan Laila menancap di anticristal. Mengetahui itu, Laila langsung melepasnya dan berlari.
Dia berniat mau memotong pipa besi lagi.
"Sial! "
Alan menggertakkan giginya. Dia marah karena Laila telah memotong pedang yang menjadi senjata utamanya.
Dia lalu melempar gagang pedang dan mencabut pipa besi yang menancap di armornya.Dia beruntung pipa itu tak menembus tubuhnya.
Tap tap tap..
Laila datang membawa satu pipa besi lagi.
"... sudah kuduga. Anticristal memang bisa menetralkan sihir, namun anticristal tak cukup kuat untuk menahan serangan yang terbuat dari logam biasa. Itulah alasan kenapa kalian memasang anticristal sangat teratur dan membuat anticristal dengan bentuk yang sangat kecil. Benarkan? .."
"...."
"Jadi bisa kita mulai babak ketiganya?"
1 menit lagi sihir teleportasi aktif.
Dan pertarungan final diantara keduanya sudah akan di mulai.
🔹🔷🔹
Satu menit tersisa.
Pertarungan antara Alan dan Laila sudah mencapai puncaknya.
Keduanya kehilangan senjata utama masing masing dan pada akhirnya mereka hanya menggunakan senjata yang ada, sebuah pipa besi untuk bertarung.
Klaang!!
Kedua pipa besi itu beradu.
Laila menggunakan kecepatannya untuk menyerang Alan, dan Alan menggunakan kekuatannya untuk menyerang Laila.
"Burning Dash!"
Laila bergerak lebih cepat.
Rasa sakit di kaki mulai semakin kuat. Dia dapat merasakan kalau kakinya hampir mencapai batasnya. Hal itu membuat gerakan Laila sedikit memiliki celah.
Tentu saja Alan tak cukup bodoh untuk tak menyadari celah itu. Sayangnya, dia masih belum bisa mengenai Laila.
Laila berhasil mengenai armor Alan lagi dan lagi.
Alan tak merasakan sakit, namun dia tak menyangka masih belum mampu menahan serangan Laila.
Tapi kenapa Laila masih menyerangnya seperti itu?
Laila seharusnya tak sebodoh itu. Dia seharusnya sudah tahu kalau serangan seperti itu tak melukai dirinya, dan akhirnya-
Tak tak... takkk....
"?!"
Alan mendengar suara benda jatuh dari tubuhnya.
Benda itu adalah anticristal yang berasal dari armornya.
"Jangan bilang kalau..."
"Ya. Aku menyerangmu untuk menghancurkan anticristal yang terpasang di armormu. Seharusnya kau tahu kalau anticristal tak lebih kuat dari kaca kan? Karena itulah aku cukup menghancurkannya saja!"
"........."
Dengan kata lain, setelah menghancurkan anticristal di armornya, Laila pasti akan menggunakan Scarflare untuk menghabisi Alan.
(Itu rencana yang bagus, tapi-)
Berapa lama Laila harus menghancurkan anticristal di armornya?
Meskipun Laila berhasil menghancurkan anticristal, tapi yang dia hancurkan hanyalah sedikit saja, lalu ditambah dengan rasa sakit yang mulai datang.
(Sial, tak ada waktu lagi..)
"!"
Di saat konsentrasi Laila terganggu, Alan langsung saja menyerang Laila
Dia berhasil menahannya, tapi akibat serangan Alan yang begitu kuat, pipa Laila terpental dan melesat dari tangan Laila.
"Tch"
Laila berlari, tapi dia tak berlari menuju pipa yang tergeletak di lantai.
Dia berlari dan memasuki salah satu toko.
(Apakah dia bermaksud memotong pipa lagi?)
Itulah yang dipikirkan Alan, namun ternyata tebakan Alan salah.
"Scarflare!"
Dia mendengar suara Laila, dan di saat itulah sebuah pedang merah melesat dari toko menuju ke arah dirinya dengan kecepatan tinggi.
"?!"
Dia tak bisa menghindar, namun Scarflare mengenai armornya dan menghilang akibat anticristal.
Alan sedikit terkejut. Tapi saat tahu anticristal masih berfungsi, dia langsung menjadi tenang.
Tapi seolah tak belajar dari kesalahannya, Laila kembali menyerang dengan Scarflare. Kali ini tak dilempar, tapi menggunakan tangan langsung.
Dia akan menyerang Alan dengan serangan tusukan.
"Burning dash!"
Laila sekali lagi mempercepat gerakannya untuk mendapatkan akselerasi dan meluncur tepat ke arah Alan dengan kecepatan tinggi.
Alan hanya terdiam di tempat dan membiarkan Laila menyerang dirinya.
(Bodoh!)
Alan tak bergerak karena tahu Scarflare pasti akan menghilang jika langsung menyentuh armornya, hal itu akan membuat serangan Laila sia sia.
Dan di saat Laila berada di dekatnya, Alan akan langsung menyerang Laila.
"Hehe!"
Dia tersenyum, tersenyum karena dia tahu pasti akan menang.
"Hyaaaa!!"
Laila akhirnya menusuk tepat di bagian dada Alan menggunakan Scarflare, dan seperti yang Alan duga, Scarflare menghilang bagai asap.
"Mati ka- guaaahh!!"
Alan meneriakkan kemenangannya, namun teriakan itu berubah menjadi teriakan rasa sakit saat mengetahui sebuah benda runcing menancap di dadanya.
"?!"
Itu bukanlah Scarflare, namun itu adalah sebuah pedang kecil yang terbuat dari Magilium.
"Kau pasti tahu Magilium kan? Itu adalah logam khusus yang bisa beradaptasi (menyatu) dengan sihir, jadi aku menyembunyikan pedang Magilium di dalam Scarflare"
Alan kemudian tumbang di lantai. Darah mengalir dari dadanya dan memenuhi lantai mall.
"Gu gahh.."
Darah juga mengalir mulut Alan. Tubuhnya perlahan tak memiliki tenaga dan akhirnya terbaring di lantai.
"Ha.. haa.. hmm.. kau memang cerdas, kau melempar pedangmu untuk membuatku berpikir kalau pedangmu akan menghilang, ya itu bu- bukan ide yang buruk, namun kenapa tak menggunakan pedang itu sejak awal!"
Mendengar itu, Laila hanya bisa mendesah dan menggelengkan kepalanya.
"Sayang sekali aku tak mungkin melakukannya. Seperti yang kau lihat, itu bukanlah pedang, namun sebuah pisau yang terbuat dari Magilium, mana mungkin aku menggunakan pisau untuk melawan pedangmu, apa kau bodoh?"
"Ha ha... kau memang benar, tapi ini bukanlah idemu kan?"
"Heehh, kau bisa tahu rupanya. Memang benar ini semua idenya Fila. Dia juga yang membuat pisau dan pistol yang kugunakan untuk membunuh anak buahmu"
"Kalau begitu ini juga kemenangan dia, benarkan?"
"Ya. Kau benar.."
Laila dan Alan tersenyum satu sama lain.
Alan memang kalah dari Laila, namun Laila tak mungkin menang atau bertarung jika Fila tak menggunakan sihir dan kepintarannya.
"Baiklah, aku mengaku kalah..gaahh.. tapi ini bukanlah waktunya untuk mengobrol kan?"
"?!'
Tiba tiba Laila merasakan tekanan 'mana' yang begitu besar dari atap gedung.
"Jangan bilang kalau..."
"Ha ha ahahaa.. kau memang menang dariku, namun semuanya sudah berakhir."
Ini adalah kejadian yang terburuk.
Sihir teleportasi sudah aktif dan memindahkan monster ke atas mall.
"Sial"
Laila langsung saja berlari ke arah atap, tapi-
"Apa kau tak membunuhku?"
Alan bertanya dan hal itu membuat Laila menghentikan langkahnya.
"Tidak. Aku tak perlu membunuhmu. Tidak. Untuk sekarang"
Laila langsung pergi mengabaikan Alan yang tergeletak di lantai.
"Dasar naif."
Alan hanya bisa tersenyum saat Laila membiarkannya hidup.
"Ha... ha... haa"
Laila terus menaiki tangga menuju atap mall.
(Sihir teleportasi memang sudah aktif, namun belum aktif sepenuhnya. Mungkin aku masih sempat.. ?!)
Laila melihat senjata api yang tergeletak di anak tangga.
(Itu adalah pistol yang di pakai 10 penyihir tadi. Begitu rupanya, mereka membuang pistol di sini agar anticristal tak mengganggu sihir teleportasi)
Lalu Laila melanjutkan menaiki tangga dengan 2 pistol di tangannya.
Setelah beberapa saat, sebuah cahaya hijau terlihat dari pintu.
Laila tanpa ragu melompat dan berguling di lantai, lalu dia melihat 10 orang sedang duduk mengelilingi lingkaran sihir berwarna hijau yang sangat besar. Dia tanpa ragu menekan pelatuk dan menembak 10 penyihir yang sedang fokus untuk menyelesaikan sihir teleportasi.
"""Gahhh.."""
Laila hanya berhasil membunuh 3 penyihir karena kehabisan peluru.
"Sial."
7 penyihir yang tersisa tampaknya tak terlalu peduli dengan teman mereka yang mati dan terus fokus dengan sihir teleportasi.
Melihat mereka bahkan tak peduli atau mencoba melarikan diri, Laila kesal dan langsung mengaktifkan sihirnya.
"Scarflare."
Dia tak punya pilihan selain selain membunuh mereka dengan Scarflare.
Dia lalu mengaktifkan burning dash.
"Hyaaa!"
Dia berusaha secepatnya untuk membunuh mereka, tapi sebelum berhasil menyerang, lingkaran sihir besar itu bersinar dengan terang sehingga membuat dia menutupi matanya dengan tangannya.
(Tidak mungkin..)
Sihir teleportasi telah aktif dan memindahkan sesosok monster ke atap mall.
Cahaya hijau perlahan menghilang dan akhirnya menunjukkan sosok monster itu. Hitam, besar, tinggi, dua sayap besar, gigi taring yang tajam.
Hanya satu makhluk yang memiliki ciri ciri itu.
"Seekor naga?!"
Ya. Seekor naga telah berada di atap Sirei mall dengan tubuh yang penuh rantai. Rantai itu dipasang mungkin agar naga itu tak memberontak atau kabur, namun entah mengapa naga itu juga tak bergerak.
(Jangan bilang kalau mereka membuatnya pingsan? Tapi-)
Bukan itu yang menjadi masalahnya.
Yang menjadi masalah, kenapa mereka merantai dan membuat pingsan naga itu?
Lalu Laila mengingat pelajaran tentang jenis naga yang ada di dunia.
"Jangan bilang kalau..."
Dia akhirnya mengingat jenis naga yang saat ini di hadapannya.
"Holy Demonic Dragon Class?!"
Itu adalah slah satu jenis naga yang langka dan terkenal karena keganasan dan kekuatannya. Penyihir peringkat SS bahkan kesulitan menghadapi naga jenis ini.
"Sial."
Di saat itulah mata merah naga itu terbuka. Naga itu kemudian bangkit dan dengan mudah menghancurkan rantai yang mengekang tubuhnya.
Roooooooaaaaaaarrrrrrr.
Raungan keras dapat terdengar hingga radius 2 kilometer dari atap mall.
Dan itu menjadi pertanda buruk bagi penduduk kota Areshia.
Pertarungan sebenarnya akhirnya dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
•Aergrid[♧
mc mana?
2023-02-18
2
Aldi Alfanen
novel taik pa ini mcnya pergi ke kamar mandi ngocok dulu apa anjing bangat
2022-10-22
1
Agung Gunawan
gk jelas banget ini novel,
2021-10-24
3