Rasa sakit kepala langsung menyerangnya saat Jero bangun keesokan paginya. Ia melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul 11 siang.
"Sudah bangun, kak."
Jero menoleh ke arah suara. Ternyata Giani ada di dalam kamarnya. Dari pintu walk in closet yang terbuka, kelihatan kalau Giani sedang mengatur pakaian.
Jero bangun sambil memegang kepalanya. Ia duduk dan bersandar di kepala ranjang.
Tak lama kemudian Giani keluar dari walk in closet, menutup pintunya kembali lalu mendekati Jero. "Kepalanya sakit, kak?"
Jero hanya mengangguk.
Giani mendekat dengan sebuah botol minyak ditangannya.
"Kamu mau ngapain?" Tanya Jero bingung.
"Membantu mengurangi sakit kepalamu, kak." Giani duduk di samping Jero.
"Ayo kak, baringkan kepalamu di pahaku." kata Giani sambil menepuk paha Giani yang terlihat mulus menggoda.
"Aku..."
"Takut tergoda sama aku?"
"Siapa takut?" Jero langsung membaringkan kepalanya di atas paha Giani.
Giani menuangkan minyak ditangannya lalu mulai memijat dahi Jero.
"Mama tadi datang membawakan barang-barang milik kakak dari apartemen. Ia juga memberikan minyak ini."
"Mama tahu aku mabuk?" Jero mendongak. Sialnya pada saat yang sama Giani sedikit menunduk membuat gunung kembarnya semakin dekat dengan wajah Jero. Cowok itu menelan salivanya membayangkan apa yang ada dibalik kaos Giani. Ia sudah pernah melihatnya. Bahkan sudah pernah menyentuhnya.
Tangan Giani begitu lembut memijat kepala Jero. Jero merasakan kalau kepalanya mulai terasa ringan. "Aku dan mama janjian mau ke apartemen kakak pagi ini. Jam 7 mama sudah menunggu di sana dengan 2 orang pelayan dan 2 sopir. Namun karena aku bilang nggak bisa ninggalin kakak makanya hanya mama dan para pelayanannya yang beres-beres." Giani mengahiri pijatannya di kepala Jero.
"Duduk kak dan buka bajunya. Aku mau memijat punggung kakak."
Jero menurut. Sungguh ia suka dengan sentuhan Giani ditubuhnya. Tangannya mulai membuka kancing piyamanya.
"Kamu yang mengganti baju aku?" Tanya Jero.
"Siapa lagi kak?"
"Terima kasih ya? Pasti aku merepotkan kamu semalam ya?" Jero memegang tangan Giani dengan tatapan penuh ketulusan.
Giani menarik tangannya dari genggaman Jero. "Bukan soal merepotkannya, kak. Tapi sungguh aku tak tahan dengan bau minuman dan bau muntahmu. Lain kali jangan mabuklah. Kakak kan sarjana, sudah sampai S2 lagi. Seharusnya punya pengetahuan lebih dari orang lain. Punya pekerjaan yang baik. Seharusnya dihargai. Memangnya kalau ada masalah harus diselesaikan dengan alkohol?" tanya Giani lalu mulai memijat punggung Jero.
Kata-kata Giani sepertu sembilu yang menusuk tajam sampai ke kedalaman hati Jero. Ia tak menyangka kalau gadis ini begitu bijaksana dalam berkata-kata.
"Sudah selesai kak. Biarkan minyaknya meresap sampai 1 jam baru kakak bisa mandi. Kalau sudah lapar, aku sudah menyiapkan makanan di bawa. Jangan lupa telepon mama." Giani membereskan botol minyak yang ada. "Di atas nakas ada obat. Minumlah supaya sakit kepalanya tak berkepanjangan." Giani pun meninggalkan kamar Jero.
Saat mendengar suara pintu yang tertutup, Jero segera turun dari tempat tidurnya dan mengambil obat yang sudah disiapkan Giani di atas nakas. Ia kemudian menelepon mama Sinta.
"Hallo, ma."
"Jero, kok mabuk sih? Kamu ada masalah di kantor? Apa papa memberikan kamu banyak pekerjaan?" terdengar suara lembut mama Sinta.
"Nggak, ma. Aku hanya terlalu asyik saja dengan teman-temanku sampai lupa waktu karena terlalu banyak minum."
"Jer, kasihan Giani. Baru saja pindah dan kau sudah meninggalkan dia sendiri. Kalian kan masih pengantin baru? Kapan mama punya cucu jika Giani selalu kau tinggalkan?"
"Ok, ma."
"Ya sudah. Kamu istirahat saja ya?"
"Ok, ma." Jero memutuskan sambungan telepon. Perutnya sudah berbunyi minta diisi. Ia ingat kalau tadi malam tak sempat mengisi perutnya.
Ia pun segera turun ke bawa. Lantai satu tampak sepi. Jero segera menuju ke ruang makan. Membuka penutup saji. Makanan yang disiapkan Giani membuat perutnya sangat lapar. Ia pun segera menikmati makan siangnya dengan lahap.
Selesai makan, Jero berjalan ke arah teras belakang. Di lihatnya Giani sedang tertidur di atas kursi panjang yang ada di sana. Tiupan angin danau yang sejuk pasti membuatnya mengantuk. Di dada gadis itu ada sebuah buku. Jero mendekat dan membaca judul buku itu. Ternyata sebuah novel dalam bahasa Inggris. Kalau dibaca dari judulnya, itu adalah novel detektif.
Jero tersenyum. Aku tak menyangka kalau gadis rumahan yang hanya lulus SMA ini bisa berbahasa Inggris dengan fasih, dia juga cerdik dan punya banyak akal untuk menjebakku. Apakah karena dia senang membaca novel ini?
"Sudah puas menatapku?" Tanya Giani membuat Jero memekik kaget karena gadis itu masih menutup matanya.
"Kamu mimpi atau? Kok bisa tahu aku ada di sini?"
Giani membuka matanya. "Dari bau minyak yang ku pakai memijatmu tadi, kak." Giani duduk sambil menatap Jero. "Sedang mengangumi aku yang tertidur ya?"
Jero pura-pura tertawa. "Rasa percaya dirimu memang terlalu tinggi ya?"
Masih dengan senyum manisnya Giani berdiri. "Mandilah, kak. Setelah itu tidurlah lagi agar mendapatkan tenaga extra karena tadi sekretarismu Selly mengirim berkas-berkas yang harus dibaca hari ini karena besok harus dipresentasikan. Aku sudah menaruhnya di ruang kerja kakak. Sekarang aku mau tidur dulu. Semalam aku tidurnya jam 3 pagi karena harus membersihkan bekas muntahan kakak di teras depan dan di kamar. Aku akan bangun untuk memasak makan malam nanti." Giani melangkah menuju ke kamarnya. Setelah Giani tidur, Jero pun memutuskan untuk mandi dan setelah itu ia tidur juga.
***********
Jam 5 sore, Jero bangun dan segera turun ke bawa. Di lihatnya Giani sudah berada di dapur. Rambutnya diikat satu. Ia mengenakan daster rumahan dengan tali spageti. Lagi-lagi penampilan Giani membuat Jero harus memalingkan wajahnya sungguh menggoda untuk disentuh.
"Hai, kak, sudah bangun?"
Jero hanya mengangguk. Ia segera menuju ke ruang kerjanya yang ada di dekat tangga. Jero senang karena mama Sinta menyiapkan ruang kerja untuknya. Ia segera membuka file yang dikirimkan Selly. Setengah jam kemudian Giani datang sambil membawakan segelas kopi. Bau kopi itu membuat Jero tak tahan untuk menoleh ketika Giani meletakan gelas yang berisi kopi tesebut.
"Terima kasih." Kata Jero.tulus. Giani hanya mengangguk lalu segera meninggalkan ruang kerja Jero.
Saat Jero menikmati kopi itu, ia sungguh merasa sangat enak. Giani memang pintar membuat kopi jenis apa saja. Jero harus jujur mengakui keahlian Giani.
Pukul 8 malam....
"Kak, apakah sudah selesai?" Tanya Giani.
Jero menole ke arah pintu. Ia langsung menelan salivanya melihat penampilan Giani dengan gaun berwarna biru muda. Gaun yang sangat tipis dan panjangnya di atas lutut. Menampilkan lekuk tubuh gadis itu yang sangat indah.
"Kenapa memangnya?" Tanya Jero lalu kembali melihat berkas-berkas yang ada di tangannya. Sungguh Jero tak mampu melihat Giani terus.
"Makan malam, yuk! Nanti kakak sakit maag."
"Sedikit lagi. Kau makanlah lebih dulu."
"Aku akan menunggu kakak di meja makan." Giani langsung berlalu dari depan pintu.
Ya Tuhan, apa ini? Sampai kapan aku harus bertahan dari godaannya?
Jero kembali konsentrasi pada pekerjaannya namun ia tak bisa. Akhirnya ia menuju ke ruang makan. Giani langsung menyiapkan makanan untuk Jero di piring dan sudah ada di depan Jero. Setiap gerakan Giani membuat hati Jero merasa bergetar. Entah mengapa gerakan tangan, tubuh dan kepala gadis itu salalu membuat Jero merasa ingin menyentuhnya.
Selesai makan, Jero bermaksud akan ke kamarnya saja namun bunyi barang pecah membuatnya menoleh ke arah Giani yang sedang mencuci piring..
"Ada apa, Giani?"
Giani berbalik dengan tangan yang sudah berlumuran darah.
"Tanganmu kenapa?" Pekik Jero panik.
"Tertusuk pecahan gelas, kak."
"Mana yang tertusuk?"
"Jari telunjukku."
Jero secara spontan langsung memasukan jari telunjuk Giani ke dalam mulutnya dan mengisap darah yang ada tanpa rasa jijik. Giani terkejut. Namun ia membiarkannya. Tak lama kemudian Jero mengeluarkan telunjuk Giani dari dalam mulutnya.
Ia membawa jari Giani dan diletaknnya di atas kran lalu mencucinya. Setelah itu ia mengambil tisue dan mengeringkan jari Giani.
"Darahnya sudah berhenti." Kata Jero lalu melepaskan tangan Giani.
Cup
Giani mencium bibir Jero.
"Makasi, kak."
Giani segera berbalik untuk melanjutkan pekerjaannya, namun Jero justru menahan tangannya dan menarik gadis itu untuk ada dihadapannya. Jarak mereka begitu dekat bahkan napas mereka terasa di wajah masing-masing.
"Ada apa kak?" Tanya Giani sok berani walaupun deburan jantungnya sunggu sangat cepat.
Jero tak menjawab. Dengan sangat lembut ia mendekat, tangannya menyusup dibelakang tengkuk Giani dan mendorong kepala gadis itu untuk semakin dekat dengan bibirnya.
"Aku ingin menciummu." Kata Jero lalu segera menyesap bibir Giani dengan lembut. Dengan keahliannya, Jero memaksa Giani untuk ikut membuka mulutnya agar ciuman itu menjadi semakin dalam.
Giani terkejut saat tangan Jero menarik reslating gaunnya secara perlahan.
Haruskah Giani menolaknya? Atau menerimanya?
Jangan lupa like, komen dan vote
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Laila Hadi
jero jero, bilangnya bukan tipe ku tapi nyosor
2023-07-29
1
Aksal hasbi Ramadhan
semangat giani bikin bucin dlu c jero nya,, habis itu tinggalin dech 😁
2023-06-28
1
Fenty Dhani
👍👍👍
2023-04-17
0