"Beryl? Kenapa sampai bicara seperti itu?" Tanya Giani bingung.
Beryl tiba-tiba tertawa. "Aku hanya bercanda, Giani. Kau tak bisa diajak bercanda ya?"
Giani bernapas lega walaupun sebenarnya ia sangat yakin kalau apa yang dikatakan Beryl padanya adalah suatu kebenaran karena kelihatan jelas di matanya.
"Kamu beli baju anak?" Tanya Beryl mengalihkan pembicaraan.
"Iya. Untuk keponakanku."
"Anaknya Finly?"
"Kamu mengenal kakak iparku?"
"Dia dan Jero..." Beryl menahan kalimatnya. Ia tak enak untuk meneruskannya.
"Kak Finly dan Kak Jero punya hubungan khusus selain hubungan kakak dan adik? Aku tahu."
Beryl terkejut. "Lalu kenapa kamu mau mau menikah dengannya?"
Giani tersenyum. "Aku tak bisa menolaknya."
"Bagaimana jika Jero dan Finly masih terus berhubungan? Apakah kau tak akan merasa sakit hati?"
Senyum di wajah Giani semakin lebar. "Jika kak Jero ternyata tak bisa melepaskan kak Finly, maka aku akan memikirkan apa yang kak Beryl katakan tadi."
"Perkataanku yang mana?"
"Membiarkan kakak menculikku dan membawaku pergi ke London."Ujar Giani lalu langsung melangkah ke kasir untuk membayar belanjaannya.
Beryl terpana. Aku nggak salah dengarkan? Gadis itu sepertinya tak main-main. Wah, berarti aku punya kesempatan untuk mendekatinya.
Selesai Giani membayar belanjaannya, ia kaget melihat Beryl yang sedang menunggunya di depan pintu toko.
"Masih di sini, kak?"
"Aku mau mengajak kamu minum kopi."
"Boleh juga. Di mana?"
"Di lantai satu mall ini ada restoran yang menyajikan kopi yang enak. Aku pernah mencobanya sekali."
"Ok."
Keduanya melangkah bersama, menuruni eskalator untuk menuju ke lantai satu.
Setelah memasuki cafe dan menuliskan pesanannya, Beryl kembali memulai percakapan.
"Jadi Jero ada di mana?"
"Ketemu dengan kak Finly."
"Apa?"
"Tenang saja, kak. Aku yakin kalau mereka hanya berbincang saja. Kak Jero ada di restoran di depan mall ini."
"Kamu yakin mereka tak akan kemana-mana?"
"Sangat yakin." Kata Giani sambil tersenyum penuh misteri. Ya, Jero tak tahu kalau handphonenya sudah dipasang alat pelacak oleh Giani. Jadi kemanapun Jero pergi, Giani pasti tahu. Alat itu dikirim oleh Joana. Gadis bule itu bagaikan geogle yang tahu segalanya.
Pesanan kopinya datang bersama beberapa jenis kue. Giani menyesap kopi jenis capucinonya.
"Kopinya lumayan enak. Namun cara pembuatannya kurang pas sehingga menghilangkan cita rasa kopinya."
"Maksudnya?"
"Sepertinya ini bukan dibuat sendiri-sendiri antara kopi, cream dan susunya. Tapi di campur sekaligus. Kalau kopi memang harus disiram dengan air mendidih. Cream dan susunya tak boleh dengan air mendidih. Akan membuat susunya pecah."
"Kau tahu banyak tentang kopi?"
"Sedikit."
"Giani, kebetulan aku berencana untuk membuat sebuah restoran khusus kopi yang unik dan beda dari biasanya. Bagaimana kalau kita bekerja sama untuk itu?"
"Aku hanya gadis biasa lulusan SMA, kak. Aku tak punya pengalaman untuk itu. Aku hanya belajar sendiri cara membuat kopi berdasarkan apa yang kubaca."
"Aku yakin kamu pasti bisa."
"Aku pikirkan dulu ya?"
"Aku setia menunggu."
Ponsel Giani berbunyi. Ada panggilan dariJero. "Hallo, kak."
"Kamu dimana? Aku sudah selesai berbicara dengan Finly. Ayo kita pulang!"
"Kopiku belum habis. Aku sementara berbincang dengan kakak ipar sekarang. Kami ada di Cafe Mocacino. Di lantai satu mall ini."
"Kakak ipar?"
"Iya. Kak Beryl Dawson."
"Aku ke sana saja." Jero langsung memutuskan sambungan telepon. Ia bergegas menuju ke mall yang ada di depannya. Saat ia memasuki mall itu, ia dari pintu restoran kalau Giani sedang tetrtawa bersama Beryl. Entah apa yang mereka perbincangkan. Giani sepertinya sangat bahagia. Jero tak bisa meragukan kemampuan sepupunya itu dalam merayu wanita dan dia bisa pastikan kalau Giani mungkin tak akan luput dari pesona Beryl yang terkenal sebagai play boy London.
"Hai....!" Sapa Jero saat mendekat. Ia langsung mengambil tempat duduk di samping Beryl, berhadapan dengan Giani.
"Kau sudah selesai dengan Finly?" Tanya Beryl membuat Jero tersentak kaget. Ia menatap Giani meminta penjelasan.
"Kakak sayang, Beryl kan tahu hubungan kakak dengan Finly. Biar sajalah dia tahu kalau kakak bertemu dengannya. Yang pasti kaliankan hanya bertemu tidak berlanjut ke ranjang. Iya kan kak? Kalian tak pergi ke hotel kan?"
Beryl tiba-tiba tersedak mendengar perkataan Finly yang sangat terus terang itu. Ia langsung meneguk air putih yang ada di depannya.
"Ayo kita pulang!" Jero menarik tangan Giani.
"Kak, kami pergi ya?" Pamit Giani pada Beryl. Cowok itu hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia tahu kalau Jero sebenarnya salah tingkah dengan perkataan Giani yang memang tak pernah terduga.
"Kak, tanganku sakit!" Giani menarik tangannya dari genggaman Jero saat keduanya sudah berada di tempat parkir mobil.
"Lain kali kamu tidak usah bicara seperti itu di depan orang lain."
"Beryl kan tahu hubungan kakak dengan kak Jero. Ngapain juga harus malu? Atau baru tahu ya kalau selingkuh dengan istri orang itu sesuatu yang memalukan?"
"Giani!" bentak Jero marah.
"Jangan marah, kak. Aku hanya mengungkapkan fakta. Lagi pula pembicaraanku dengan kak Beryl hanya tentang bisnis yang akan kami jalani bersama."
"Bisnis apa?"
Giani tersenyum. "Mau tahu aja." Gadis itu tersenyum lalu segera masuk ke dalam mobil.
"Giani, bisnis apa? Kamu tuh belum mengenal Beryl. Dia itu play boy. Tak ada wanita yang tak takluk padanya." Kata Jero saat ia sudah masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobilnya.
"Oh ya? Aku mau lihat, seberapa kuat diriku menahan godaannya. Beryl mememang tampan bahkan menurutku dia lebih tampan dari kakak."
"Kau jangan macam-macam, Giani. Kalau Beryl sampai mempermainkanmu, aku tak mau kalau Geraldo sampai marah padaku."
"Tenang saja, kak. Kalaupun aku sampai tertarik padanya, aku akan menunggu sampai batas satu tahun itu selesai. Karena aku bukan tipe perempuan yang suka berselingku ataupun diselingkuhi."
"Kalau kita sudah bercerai maka urusanmu dengan Beryl bukan lagi menjadi urusanku. Namun selama kau masih menjadi istriku, bersikap baiklah. Karena aku tak ingin disalahkan oleh kakakmu ataupun oleh papa Denny dan mama Sinta."
"Siap, kak."
"Jadi, bisnis apa yang ditawarkan Beryl padamu."
"Membangun cafe sekaligus rumah bordil."
"What??" Jero menginjak rem mobilnya secara mendadak. Untung saja keduanya menggunakan sabuk pengaman.
"Kenapa, kak?"
Jero tahu kalau Beryl memang punya beberapa cafe yang didalamnya ada beberapa gadis pekerja malam. Namun ia tak menyangka kalau Beryl menawarkan itu pada Giani.
"Kamu setuju?"
"Ya belum, sih. Namun kayaknya aku tertarik."
"Kamu sudah gila ya? Kamu itu gadis baik-baik. Jangan mau diajak bisnis begituan. Akan ku hajar sepupuku itu." Jero kembali menjalankan mobilnya.
"Tapi aku bosan di rumah terus."
"Biasanya juga kamu di rumah saja."
"Dulu kan aku belum menikah. Namun sekarang aku sudah menikah. Ternyata berdiam diri di rumah itu nggak menyenangkan. Mukai besok kakak akan kerja. Perginya jam 8 pagi pulangnya mungkin jam 6 sore. Makanya kalau ada kegiatan lebih bagus, kak."
Jeronimo menatap Giani sekilas. Ia tahu ada sesuatu yang Giani rencanakan. Namun ia tak akan terjebak dengan perkataan gadis itu. Makanya ia hanya diam saja mendengar keluhan Giani.
Akhirnya, mobil memasuki halaman rumah. Giani menunggu Jero membukakan pintu baginya sambil menenteng tas belanjaannya.
"Selamat sore!" Sapa Giani.
"Bibi....!" Alexa langsung berlari memelul Giani.
Giani melepaskan tangannya yang melingkar di lengan Jero. Aldo dan Finly sedang duduk sambil menikmati kopi. Dalam hati Giani mendengus kesal. Melihat betapa munafiknya Finly.
"Hallo Alexa. Paman Jero dan bibi punya hadiah untukmu." Giani menyerahkan paper bag yang dibawanya. Alexa langsung membukanya.
"Wah, baju. Thank you, bibi. Uncle Jelo juga." Alexa menarik ujung kaos Jero.
"Ada apa Alexa?" Tanya Jero bingung.
"Membungkuklah. Alexa ingin menciummu." Kata Giani. Jero langsung menunduk. Alexa memberikan ciuman di pipi kanan dan kiri Jero. "I love you, uncle."
"I love you too, Eca." Jero terharu melihat bagaimana Alexa memciumnya. Gadis kecil itu pun melakukan hal yang sama pada Giani.
"Uncle dan bibi ke kamar dulu ya?" ujar Giani lalu kembali melingkarkan tangannya di lengan Jero dan menaiki tangga. Namun saat keduanya sudah menghilang dari pandangan kakaknya dan Finly, Giani langsung melepaskan tangannya.
"Kenapa di lepas?" Tanya Jero sedikit mengejek.
"Takut nanti kakak jadi terbiasa dengan kedekatan kita."
"Apa? Aku kan sudah bilang kalau kamu bukan...."
Cup
Mata Jero terbelalak. Giani menciumnya. Sangat singkat namun kembali lagi tubuh Jero bagaikan tersengat aliran listrik tegangan tinggi.
"Kamu..." Jero terkejut.
"Baru dicium segitu aja kakak sudah tegang begitu. Apakah juniornya juga bangun?"
Deg!
Mata Jero semakin terbelalak. Ia tak menduga kalau tangan Giani akan menyentuh juniornya.
"Kakak, katanya aku bukan tipenya kakak, kok yang dibawa juga ikutan tegang?" Giani tertawa dan langsung masuk ke dalam kamarnya.
Jero menarik napas panjang. Ia menengok ke arah juniornya. Ia terkejut saat menyadari kalau ada yang tak beres di sana.
"Giani....!" Jero mengejar Giani yang sudah masuk lebih dahulu ke kamar. Saat ia membuka pintu, ia langsung berteriak kaget dan membalikan badannya saat melihat kalau Giani sementara membuka bajunya.
"Kenapa takut melihatnya, kak? Takut ya, ketahuan kalau diam-diam kakak mengangumi tubuhku?"
"Masa bodoh!" Jero langsung naik ke atas tempat tidur. Menarik selimut dan menutupnya sampai ke kepalanya. Ia merasa perlu mengistirahatkan tubuhnya dari kelakukan Giani yang selalu membuatnya ingin berteriak karena kesal.
**********
Malamnya, setelah makan malam, Giani langsung mengantar Alexa ke kamarnya dan menidurkan gadia kecil itu.
Bi Lumi diam-diam mengawasi Jero dan Finly. Namun Finly kelihatan tak bisa macam-macam karena Aldo selalu mengawasinya.
Jero memilih diam di kamar sambil membaca beberapa agenda yang akan diselesaikannya besok.
Tak lama kemudian masuk pesan dari Finly.
Sayang, kalau semua sudah tidur, kita ketemu di kamar tamu yang ada di lantai bawa ya? Kangen sekali tak bisa memelukmu secara bebas.
Balasan Jeronimo :
Ok sayang. Aku juga kangen. Tapi hanya memeluk ya? Jangan sampai lakukan yang lain. Aku takut sama Kak Aldo.
Tak lama kemudian Giani masuk ke kamar. Ia segera membersihkan diri dan dengan cueknya mengenakan gaun tidur yang sangat tipis berwarna hitam.
Kenapa mataku rasanya panas ingin menatap Giani terus ya? Ah...aku pasti sudah gila!
Giani dapat melihat kalau Jeronimo sedikit gelisah.
"Kak, ayo tidur. Besok kan mau ke kantor!" Ajak Giani. Gadis itu membaringkan tubuhnya.
"Iya. Sedikit lagi." kata Jero sambil pura-pura sibuk dengan hp nya.
"Kakak takut ya berdekatan dengan aku?"
"Siapa yang takut padamu?" Jero bangun dari sofa dan langsung membaringkan tubuhnya di samping Giani.
Pukul 23.51
Jero melihat kalau Giani sudah terlelap dalam tidurnya. Jero perlahan turun dari tempat tidur. 10 menit yang lalu Finly sudah mengirim pesan padanya.
Jero membuka pintu.
Kenapa pintunya tak bisa di buka? Bukankah kemarin dan tadi pagi saat membukanya tak perlu pake password? Tadi juga saat masuk dan membukanya langsung terbuka saja? Sejak kapan Giani mengubahnya?
Pintu kamar Giani memang memakai layar digital yang untuk membuka dan menutup pintu dengan kode kemanan. Jero mencoba memasukan tanggal lahir Giani namun ia tak tahu tanggal lahir Giani. Mencoba memasukan tanggal pernikahan mereka tapi juga gagal.
01.23 Wita
Giani menatap Jero yang sudah terlelap di sampingnya. Ia sebenarnya belum tidur. Ia tahu saat Jero mencoba membuka pintu tadi. Jero tak tahu, hanya dengan menekan tombol merah, pintu itu akan langsung ke mode password.
Ia pun mengirim pesan pada Joana :
Misi malam kedua berhasil
mangsa terkurung tak bisa melepaskan diri.
BAGAIMANA SELANJUTNYA?
maaf ya slow up soalnya masih sakit akunya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Kotin Rahman
knpa baru nemuin novel bgus kya gni yaa......ceritanya sngat bgus karakter ceweknya tk mudah d tindas dn menyeekk".....syangnya mau kasih gif udh tamat 🤦🏼♀️🤦🏼♀️🤦🏼♀️🤦🏼♀️🤦🏼♀️🤦🏼♀️
2024-02-01
2
ArlettaByanca
hahaha....ngakak.....jeri jantungan deh....bisa2 stroke
2023-10-22
2
£rvina
aku baru nemu novel iniiiiii, novelnya unik.. kerrrreeeen!!
2023-09-10
2