Seperti biasa, Giani akan bangun pukul 5.30 pagi. Ia memang sudah terbiasa bagun pagi bahkan sebelum para pelayan mulai bekerja.
Senyum dibibir Giani mengembang saat dilihatnya Jeronimo tertidur pulas di sofa. Tubuh besarnya terlihat kurang nyaman tidur di sofa itu. Namun tetap saja ia terlelap karena obat tidur yang diberikan. Jeronimo tidur tanpa mengganti bajunya. Tiba-tiba muncul ide nakal di kepala Giani. Walaupun sebenarnya ia agak jijik untuk melakukannya, namun ia akhirnya harus melakukannya.
Giani segera ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya setelah melakukan aksi nakalnya. Ia kemudian ganti baju, lalu turun ke bawa. Terlihat bi Lumi yang sudah mempersiapkan bahan-bahan sarapan.
"Non, nggak jebolkan?" Tanya bi Lumi.
Giani tersenyum. "Aman, bi. Dia tidur layaknya bayi."
Bi Lumi tertawa. "Nona mau membuat sarapan?"
"Iya. Sekalian juga mau buat sarapannya Alexa."
"Baik, non."
Selama 1 jam 20 menit Giani menyiapkan sarapannya. Setelah selesai, ia segera ke kamar Alexa dan membangunkan keponakannya itu. Setelah Alexa bangun, pengasuhnya langsung memandikan Alexa. Kamar kakaknya masih terkunci rapat. Giani yakin kalau Finly akan bangun terlambat karena dari kamera CCTV terlihat perempuan itu sedang duduk di bar mini yang ada di dekat ruang tamu sambil meneguk beberapa gelas minuman.
Giani menuju ke kamar tidurnya. Ia melihat kalau Jeronimo masih lelap. Kesempatan itu digunakannya untuk segera mandi.
Saat ia keluar dari kamar mandi, dilihatnya Jeronimo baru saja bangun sambil menggerakan-gerakan badannya. Giani yakin kalau badan pria bule itu sedikit sakit karena sofa itu terlalu kecil untuk tubuhnya yang tinggi dan besar.
"Sudah bangun, kak?" Tanya Giani basa basi sambil membuka lemari pakaiannya untuk mencari baju. Giani hanya memakai mantel handuk.
"Iya. Badanku sakit semua." Jero menepuk-nepuk pundaknya.
"Kenapa tidur di sofa? Aku semalam bangunin kakak tapi nggak bisa. Kakak terlihat begitu lelap di sofa." Kata Giani sambil menahan tawa.
"Tak tahu kenapa semalam aku merasa sangat mengantuk."
"Untunglah kakak mengantuk. Kalau tidak, aku pasti sudah dijebol kakak."
Jeronimo memandang ke arah Giani. Cowok itu langsung menelan salivanya melihat Giani yang sementara mengenakan cd tanpa membuka jubah mandinya.
"Percaya dirimu, terlalu tinggi, nona. Siapa juga yang tertarik padamu?" Ujar Jero sedikit mendengus. Ia langsung memalingkan wajahnya. " Aku mau mandi dulu."
"Ya. Mandilah, kak. Soalnya kakak sedikit bau."
"Apa katamu?" Jeronimo melotot ke arah Giani dan lagi-lagi ia harus memalingkan wajahnya karena Giani sementara memakai bajunya dan menunjukan sedikit paha putihnya.
Dengan cepat Jero melangkah ke kamar mandi. Ia ingin beredam untuk membuat tubuhnya rileks.
30 menit kemudian Jero sudah selesai mandi. Ia melihat ada pakaian yang sudah disiapkan Giani di atas tempat tidur. Saat Jeronimo membuka handuk yang melilit tubuhnya, pintu kamar buru-buru terbuka, Jero langsung berteriak kaget melihat Giani yang masuk. Ia buru-buru menarik handuknya dan membungkus tubuhnya lagi.
"Ada apa, kak?"
"Lain kali ketuk pintunya kalau mau masuk."
"Ini kan kamarku, kak. Suka-suka aku dong mau masuk. Lagi pula kenapa kakak berteriak seperti anak perawan. Malu ya ketahuan kalau anunya kecil?"
"Apa?" Jeronimo terkejut. Enak saja dibilang kecil. Tanya saja pada perempuan-perempuan yang pernah mendekatinya. Mereka bahkan sampai terheran-heran melihat ukurannya. Apalagi Finly.
"Kenapa, kak? Perkataanku benar ya?" Tanya Giani sambil menatap Jero dengan tatapan sedikit meremehkan.
"Kamu mau lihat?" Tanya Jero merasa tersinggung.
"Boleh juga." Ujar Giani tanpa merasa malu. Jero justru merasa ragu.
"Kok bengong? Takut ya?"
Jeronimo sungguh merasa Giani telah meremehkan dirinya. Ia pun melepaskan handuk yang melilit pinggangnya. Giani justru mengerutkan dahinya.
"Hanya segitu? Wah, tak seperti ukuran yang kuinginkan. Nggak tertarik." Giani mengibaskan tangannya. Ia segera membalikan badannya untuk pergi namun Jero tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.
"Ini belum on, sayang. Aku pastikan kau akan mendesah jika dia sudah benar-benar keras dan memanjang. Kau mau membuktikannya?" Tanya Jero sambil menggesekan juniornya di belakang Giani.
Tanpa di duga Giani membalikan badannya. Ia menunduk sambil menatap junior Jero.
"Masih tetap kecil, kak. Belum bisa membuatku tergoda. Cepatlah pakai baju kakak, kita akan sarapan. Selamat pagi!" Giani tanpa diduga menyentuh aset berharga Jero dengan jari telunjuknya sebelum ia berbalik dan segera meninggalkan kamar.
Tubuh Jero bergetar bagaikan disengat listrik ribuan volt. Ini gila! Giani sungguh tak terduga. Ia bahkan berani menyentuhnya? Bukankah dia gadis lugu yang tak pernah pacaran?
*********
Giani menutup pintu di belakangnya dan langsung berlari ke toilet yang ada diujung ruangan lantai dua ini. Giani langsung mencuci tangannya di wastafel dengan sabun sebanyak mungkin. Setelah itu ia mencuci wajahnya. Membayangkan tubuh polos Jero yang dilihatnya tadi sungguh membuat Giani akan muntah. Gadis itu bahkan merasa tubuhnya gemetar. Ia berusaha menahan tangisnya karena rasa takut yang dirasakannya saat Jero menempel padanya.
Ayo giani! Kamu harus kuat. Demi kakakkmu.
Giani menghapus air matanya dan keluar dari toilet. Ia melihat Finly yang baru saja keluar dari kamarnya bersamaan dengan Geraldo.
"Kok menggunakan toilet itu?" Tanya Finly curiga.
"Kebelet mau pup dan kak Jero masih mandi." Kata Giani berbohong sambil memegang perutnya.
"Ya sudah, ayo kita sarapan!" Ajak Geraldo.
Ketiganya menuruni tangga menuju ke ruang makan. Nampak Alexa baru selesai sarapan ditemani pengasuhnya.
"Selamat pagi, sayang." Geraldo mencium dahi putrinya. Sedangkan Finly hanya tersenyum pada putrinya itu.
Jeronimo pun akhirnya menuruni tangga. Ia mengenakan pakaian yang disiapkan oleh Giani. Kaos putih polos yang sangat ketat membungkus tubuh atletisnya, dan celana jeans selutut.
Para pelayan yang sementara membersihkan ruang tamu senyum-senyum sendiri. Biasanya mereka hanya melihat satu pria tampan di rumah ini. Namun sekarang, ada ketambahan satu pria tampan lagi. Bahkan sangat tampan dengan wajah bule dan rambut pirangnya. Mereka juga saling berpandangan sambil tersenyum karena sesuatu yang tercetak manis di leher Jeronimo.
"Good morning!" Sapa Jero berusaha bersikap tenang walaupun sebenarnya ia merasa tegang berada diantara Geraldo dan Finly.
Jero duduk di sebelah Giani. Tepat berhadapan dengan Finly. Jero dapat melihat wajah Finly yang nampak marah menatapnya.
"Paman jelo...!" Panggil Alexa yang sedang duduk di samping Geraldo. Tepatnya diantara Finly dan Geraldo.
"Ya, Alexa.." Sahut Jero. Giani sedang memasukan makanan di piring Jero.
"Cukup Giani. Jangan terlalu banyak." Kata Jero.
"Kenapa lehel Paman? Di gigit nyamuk ya? Apakah kamal bibi ada nyamuknya?" Tanya Alexa lagi.
Jero yang sedang menguyah makanan menatap Alexa tak mengerti. Ia melepaskan sendok dan garpu yang ada di ditangannya lalu menatap Alexa. "Maksudnya?"
"Lehel paman melah. Ada dua."
Perasaan Jero mulai tak enak. Apalagi bi Lumi yang ada di belakang Alexa tersenyum malu-malu. Giani yang menunduk di sampingnya berusaha menahan tawanya. Ia memang tadi yang membuatnya saat Jero masih terlelap dalam tidurnya.
Geraldo nampak juga menahan senyum namun Finly menatapnya tajam.
"Leher paman merah?" Tanya Jero semakin bingung.
"Eca punya kaca. Nih...!" Alexa memberikan mainannya yang ada kaca.
"Eca, jangan ganggu paman!" terdengar suara Finly menegur putrinya.
"Tolong ambilkan, bi!" Kata Jero kepada bi Lumi karena memang tangannya tak bisa menjangkau mainan Alexa.
Bi Lumi mengambil kaca mainan Alexa lalu memberikannya pada Jero.
"Ini tuan!" Kata Bi Lumi.
Jeronimo langsung mengarahkan kaca itu ke lehernya. Ia yang masih menguyah makanannya langsung tersedak saat melhat ada 2 kissmark di leher sebelah kanannya. Matanya langsung memandang Giani yang duduk disampingnya.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" Tanya Jero sambil berbisik dengan suara menahan amarah.
Giani akan menjawab namun suaranya terhenti dikerongkongan saat melihat sepasang suami istri yang baru saja memasuki ruang makan.
"Selamat pagi!" Sapa Sinta.
"Mama, papa?" Geraldo langsung berdiri dan menyambut mereka.
"Wah lagi sarapan ya? Siapa yang masak?" Tanya Denny.
"Nona Giani, tuan." ujar Bi Lumi.
"Kalau begitu, papa boleh ikut sarapan juga kan? Tadi papa hanya minum kopi dan makan sepotong roti. Soalnya mama sudah tak sabar ingin ke sini." Denny langsung mengambil temlat duduk di samping putrinya sedangkan Sinta mengambil tempat duduk di sebelah Jero.
"Opa, lehel paman Jelo digigit nyamuk." Kata Alexa membuat Jero terkejut dan langsung menutup lehernya dengan tangan kanannya.
"Nyamuk? Memangnya di sini banyak nyamuk? Mana sayang, mama lihat." Sinta tanpa terduga menarik tangan Jero. Wajah perempuan parubaya itu tersenyum.
"Bukan digigit nyamuk sayang. Ini tandanya sebentar lagi Alexa akan punya adik." Ujar Sinta senang. Jero semakin salah tingkah. Ia menginjak kaki Giani dengan kesal. Namun Giani sepertinya tak terpengaruh. Ia hanya tersenyum.
"Sayang, ini masih pagi." Ujar Giani.
"Kenapa, Ni?" Tanya Sinta.
"Eh....nih kaki kak Jero ngelus-ngelus betis Giani." kata Giani sedikit manja membuat Finly kesal.
Jero ingin rasanya berlari dan meninggalkan ruangan itu. Giani memang tak terduga.
"Jero, cepat habiskan sarapannya, setelah itu lanjutkan di kamar. Papa dan mama akan menunggu" Denny menggoda anaknya sambil mengedipkan matanya.
"Bu...kan...seperti itu, pa." Jero kehilangan kata-kata.
Ya Tuhan, tidak bisakah aku menghilang dari meja makan ini? Batin Jeronimo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Ayuna Kamelia
ckckckkckck giani sekalinya beraksi langsung brutal
semangat gian
buat jero bucin mampus duluan
2024-03-08
1
ArlettaByanca
wkwkwkwk
2023-10-22
1
Devys
bangke
2023-10-08
1