Sudah hampir 30 menit Giani berdiri di depan pintu kamar Jeronimo. Sudah sakit tangan Giani mengetuk pintu kamar itu, namun Jero tak juga membukakan pintunya. Jam tangan Giani sudah menunjukan jam 10 lewat 30 menit. Gadis itu semakin gelisah.
"Kak...!" Panggil Giani lagi sambil memberanikan dirinya membuka pintu. Kamar Jeronimo agak gelap. Terdengar alunan musik klasik yang diputar cukup keras. Pantas saja Jero tak mendengar panggilannya.
Giani mencari tombol lampu di dinding. Dan akhirnya lampu menyala. Giani cukup kagum melihat kamar Jero yang besar dengan interior mewah bernuansa coklat hitam. Matanya langsung mencari sosok Jero yang terlihat masih tidur di ranjang King Sizenya sambil memeluk guling.
Agak kesal Giani mengecilkan volume audionya lalu menepuk kaki Jeronimo. "Kak....!"
"Apaan sih?" Jero membalikan tubuhnya dengan kesal.
"Aku mau pulang, kak."
"Pulang saja sendiri. Naik taxi kan bisa." Jero kembali ke posisinya semula sambil memejamkan matanya.
"Kak, aku belum pernah naik taxi."
Jeronimo membuka matanya dengan sedikit jengkel. Ia menatap Giani. "Tidur saja di sini. Kan kita sebentar lagi menikah."
"Ya sudah." Giani langsung naik ke atas tempat tidur.
"Kau mau apa?" teriak Jero kaget melihat Giani sudah tidur di sampingnya.
"Katanya aku tidur saja di sini."
"Maksudku..." Jero kehilangan kata-kata lagi.
"Sudah, ah. Jangan berisik. Aku ngantuk dan juga capek." Giani langsung membalikan tubuhnya membelakangi Jero. Hidung mancungnya mencium sesuatu yang sangat khas di bantal yang dipakainya. Bau minyak wangi Finly. Rasa marah dan emosi langsung menyeruak di rongga dadanya. Membayangkan Finly menghabiskan waktunya bersama Jero di kamar ini dan menghianati kakaknya. Namun Giani berusaha menekan rasa marahnya. Ia pura-pura memejamkan matanya dan mengatur napasnya setenang mungkin.
Tak lama kemudian ia merasa tempat tidur sedikit bergerak. Rupanya Jero sudah turun dari tempat tidur. "Aku akan cuci muka sebentar dan mengantarmu." Jero langsung melangkah ke kamar mandi. Ia sebenarnya sangat lelah hari ini. Ingin rasanya dia tidur saja. Ia tak menyangka kalau kalimatnya yang asal saja keluar dari mulutnya ditanggapi serius oleh Giani. Gadis itu tidur di kamarnya. Ia sungguh tak bisa menebak isi hati Giani. Pasti Finly akan mengamuk jika tahu Giani tidur di sini. Finly pasti mengira Jero sudah meniduri Giani.
Sementara Giani saat mendengar pintu kamar mandi ditutup, langsung menarik napas lega. Ia bersyukur karena Jero memutuskan untuk mengantarnya pulang. Sungguh Giani tak bisa membayangkan jika dia memang harus tidur di kamar ini dengan bau minyak wangi Finly yang membuatnya merasa muak.
Giani langsung turun dari tempat tidur. Ia memutuskan menunggu Jero di bawah.
Sebenarnya Giani juga tak tega melihat Jero harus bangun dan mengantarnya. Sangat jelas terlihat kalau cowok itu sangat lelah. Mungkin karena ia seharian bekerja dan harus menemani Giani memilih gaun pengantin dan cincin pernikahan. Namun Giani juga tak bisa pulang sendiri. Ia yang seumur hidup sangat jarang keluar rumah, tentu takut jika harus naik taxi sendiri disaat waktu sudah menunjukan hampir jam 11 malam. Sungguh, Giani tak mau mengambil resiko.
Tak sampai 10 menit, Jeronimo sudah turun. Ia mengenakan celana jeans dan kemeja putih berlengan panjang yang digulung sampai ke sikunya.
"Ayo, kita pergi."
"Kak, handphonemu di meja makan. Tadi kak Finly telepon dan aku mengatakan kalau kamu sedang tidur."
Jero tersenyum senang mendengar kalau Finly menelepon. Berarti Finly sudah tak marah lagi padanya.
"Jangan senang dulu, kak. Mungkin kak Finly menelepon kakak karena ia tahu hp ku ketinggalan." Kata Giani lalu meraih tas selempangnya dan segera melangkah lebih dulu membuat Jero ingin sekali mengambil sebuah batu besar dan ditimpuknya ke kepala Giani karena kalimat-kalimat yang Giani lontarkan tak bisa dipredisi sebelumnya.
25 menit kemudian, mereka tiba di rumah Geraldo.
"Terima kasih sudah mengantarku." Kata Giani sambil membuka sabuk pengamannya.
Jeronimo hanya mengangguk.
"Kakak nggak turun dulu?"
"Nggak enak ini sudah jam 11 lewat."
"Tapi kalau kak Finly pulang subuh rasanya enak-enak saja kan?"
What the hell??? Jeronimo hampir saja terpancing emosinya. Ia tak menyangka kalimatnya akan dibalas oleh Giani seperti itu. Sabar Jero, jangan buat Giani merasa di atas angin.
"Selamat malam, Giani." Jero secara halus meminta Giani untuk segera turun saat mengucapkan kalimat itu.
"Selamat malam, kak."Giani turun. Jero langsung menjalankan mobilnya. Ia butuh pelampiasan. Makanya ia memacuh mobilnya ke club malam yang didirikannya bersama Frangky temannya.
**********
Saat Giani masuk ke dalam rumah, ia kaget melihat Geraldo sedang menggendong Alexa, di sampingnya ada Finly yang sedang menatapnya dengan pandangan tak suka.
"Kok baru pulang, Ni? Ini sudah hampir jam setengah dua belas malam." Tanya Geraldo pada adiknya.
"Maaf, kak. Tadi selesai makan malam, kak Jero terlihat sangat mengantuk. Jadi dia ketiduran. Makanya baru datang. Alexa kenapa belum tidur?" Tanya Giani.
"Eca nungguin bibi. Eca nggak mau tidul sama papa dan mama." gadis kecil itu mengkerucutkan bibirnya.
Giani langsung mengambil.Alexa dari pelukan kakaknya. "Ayo kita ke kamar Eca." Giani langsung menaiki tangga dan menuju ke kamar Alexa. Ia membaringkan Alexa di ranjangnya lalu mulai bercerita sambil menggerakan tangannya. Tak lama kemudian Alexa pun tertidur. Giani mencium pipi Aexa dengan penuh rasa sayang. Ia sebenarnya tak tega membiarkan Alexa sendirian. Ia tahu Alexa kesepian sekalipun ada pengasuh dan beberapa pelayan di rumah ini yang selalu menjaganya.
Setelah dirasanya Alexa sudah terlelap, Giani pun keluar dari kamar. Ia mendengar ada orang yang sedang berbicara di balkon yang ada di ruang tamu lantai 2 ini. Giani mendekat. Ia melihat Finly sedang menelepon seseorang sambil marah-marah.
"Aku benci sama kamu! Mengapa sih kamu kamu membawa si upik abu itu ke apartemenmu? Mengapa juga pulangnya sampai larut malam seperti ini? Pokoknya besok aku mau seharian denganmu. Apa? Rapatnya sampai jam berapa sih? Ya sudah, kalau begitu malam saja kita bertemu. Aku mau tidur dulu." Finly segera menuju ke kamarnya. Giani tersenyum. Kita lihat saja apakah besok kau bisa ketemu dengan Jero atau tidak.
*********
Jeronimo membanting handphonenya ke atas meja. Frangky, sahabatnya, menatap dia sambil menahan senyum.
"Kenapa calon pengantin prianya jadi kacau begini? Seharusnya loe senang akan menikah dengan gadis rumahan itu. Gue bisa jamin kalau dia masih perawan."
Jero mendengus kesal. "Perawan atau bukan nggak menjadi soal bagiku. Aku mencintai Finly."
"Dia sudah menjadi istri orang, dude. Emangnya loe mau di cap Perebut istri orang?"
Jeronimo meneguk minumannya. "Gue nggak peduli. Kalau nggak ingat kebaikan papa Denny dan mama Sinta, ingin rasanya gue culik Finly dan tinggal di London atau Spanyol. Hanya Finly yang mampu membuat gue merasa tenang. Saat bercinta dengannya gue sangat puas. Beda rasanya saat gue bersama perempuan lain."
"Loe akan mendapatkan perawan, man. Beda rasanya jika sama perawan. Itu sih yang gue alami saat pertama menikah dengan istri gue. Makanya gue nggak mau selingkuh dari dia."
Jeronimo mengusap wajahnya kasar. "Gue nggak tertarik dengan Giani. Anaknya saja kelihatan pendiam dan kuper. Tapi kata-katanya sungguh tak bisa tertebak. Baru sehari saja gue bersamanya, gue rasanya ingin bunuh diri saja. Pusing, nih. Ambilkan gue minuman!"
Frangky yang memang menjadi bartender malam ini segera menuangkan minuman di gelas dan menambahkan beberapa es batu.
Jeronimo dan Frangky adalah sahabat baik. Mereka satu SMA bahkan kuliah di jurusan yang sama. Selesai kuliah keduanya sepakat untuk membangun usaha bersama. Baik di perusahaan maupun club ini. Frangky adalah teman curhat Jeronimo. Dia juga mengenal Finly dengan baik sebab mereka sering kencan bersama dulu. Sampai akhirnya 2 tahun yang lalu, Frangky berkenalan dengan seorang pegawai Bank swasta yang cantik. Namanya Rina. Mereka pacaran 1 tahun dan memutuskan untuk menikah. Rina sekarang sedang hamil. Jero kadang iri dengan Frangky karena sahabatnya itu menemukan kesempurnaan dalam hidup. Jatuh cinta, menikah dengan perempuan baik-baik dan kini sedang menanti kelahiran anak pertamanya.
"Jangan terlalu banyak, dude. Nanti kau mabuk. Ingat besok kita ada rapat penting." Kata Frangky sambil menepuk bahu sahabatnya.
Jero kembali mendengus kesal.
*********
Pagi hari, Giani bangun sambil tersenyum. Ia meraih hp nya dan segera menelepon Denny Prayunata.
"Hallo paman."
"Panggil papa, Giani."
"Baiklah, pa."
"Ada yang bisa papa bantu, nak?"
"Maukah papa mengundang aku dan kak Jero makan malam di rumah papa dan mama?"
"Tentu saja boleh. Kapan kau mau?"
"Malam ini, pa. Tapi nanti sudah waktunya baru papa memberitahukannya pada kak Jero. Supaya jadi kejutan."
"Baiklah. Nanti papa memberitahukannya pada mama."
Giani meletakan hp nya kembali. Lalu ia segera menuju ke dapur. Memulai aktifitas dengan perasaan yang lega.
Bagaimana selanjutnya? Bisakah Giani menggalkan rencana Finly dan Jero untuk bertemu?
Jangan lupa Like, komen dan Vote ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
zxxaull
wanita yang cerdik
2024-03-11
0
Appleeza
betul betul betul 🤣🤣🤣
2023-08-03
2
SUGA 💙💚💛💜💝💘
mulai terasa finly😎 sepak terjang anak rumahan yg upik abu tapi RASA MAFIA 😁😆
2023-05-21
0