16 ~ Terkunci

Radit keluar dari ruangan dan menutup pintu depan membuat beberapa orang dari pihak keluarga jenazah, menatapnya heran. Segera ia menghampiri Zul agar menghubungi bagian keamanan atau atasan mereka agar ada bantuan dengan alasan mereka kekurangan tim.

“Telpon juga pemandi jenazah, biar makin rame,” bisik Radit ketika Zul sedang menghubungi seseorang.

“Bawel lo. Baru kali ini ada serangan secara langsung,” sahut Zul. “Halo, maaf mengganggu Pak.”

Radit menjauh dari Zul, membuka ponselnya. Baru pukul satu, masih lama sampai ke waktu subuh. Semoga saja, tidak ada lagi gangguan atau jenazah baru. Ia tidak sanggup harus kembali ke dalam ruangan … sendirian atau hanya berdua dengan Zul.

Ternyata ada pesan masuk dari Karta.

[Dit, Deo udah sadar, tapi dia ngamuk dan teriak nggak jelas. Sekarang nggak sadar lagi, disuntik obat penenang]

Radit meraup wajahnya membaca pesan yang dikirimkan oleh Karta. Bisa jadi, Deo bukannya mengamuk. Namun, set4n tidak berprikemanusiaan ini pasti mengganggunya.

“Sebenarnya, apa hubungan Deo, gue dengan makhluk itu,” gumam Radit dan memijat dahinya sambil memikirkan kemungkinan hubungan yang terjadi sampai ia harus mendapatkan gangguan setengah hidup seperti ini.

“Mas, kami bawa sekarang. Ambulancenya udah di pintu barat.” Seseorang menghampiri Radit dan Zul yang baru saja selesai menelpon.

Radit dan Zul saling tatap. Mendengar permintaan dari keluarga jenazah, tentu saja mereka harus ke dalam.

“Nggak jadi besok pagi ya, pak?” tanya Zul.

“Nggak, Mas.”

“Ayo,” ajak Zul pada Radit. “Pak, ikut masuk yuk. Kita kekurangan tim malam ini, jadi bantu dorong brankar, bisa?”

“Bisa, Mas.”

Paling tidak tiga orang akan membuat suasana tidak terlalu mencekam. Bukan hanya seorang, tapi dua orang pihak keluarga jenazah ikut masuk ke dalam ruangan. Zul menyiapkan dokumen yang harus diisi dan ditandatangani pihak keluarga, sedangkan Radit mengkondisikan jenazah.

Brankar yang di atasnya berada jenazah wanita yang tadi bergerak sendiri, sudah berada di posisi semula. Radit bahkan beberapa kali melirik ke arah brankar tersebut, memastikan tidak ada sosok yang ikut duduk di samping jenazah.

Setelah memastikan selimut penutup jenazah sudah rapat dan tidak mungkin tersibak karena hembusan angin, Radit mendorong keluar. Diikuti oleh beberapa orang dari pihak keluarga. Zul ikut keluar ruangan, duduk bersama keluarga jenazah wanita dari lantai tiga belas. Tidak berani sendirian di dalam ruangan, sambil menunggu bantuan tim dari bagian lain.

“Jangan lama-lama, Dit,” teriak Zul.

***

 Ambulance sudah melaju, Radit menguap karena kantuk dan mendorong brankar untuk kembali ke kamar jenazah. Langkahnya terhenti karena kini ia sendirian, sempat menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena merasa ia takut juga. Mungkin hanya ustad atau pemuka agama yang tidak merasakan takut ketika mendapatkan penampakan dan gangguan seperti yang dia rasakan, menurutnya.

“Berani Dit, lo harus berani,” batin Radit lalu mendorong brankar.

Roda dan brankar kosong tentu saja menimbulkan bunyi saat didorong, melewati koridor yang sepi Radit mengumpat dalam hati. Suasana sudah mulai tidak nyaman dan aura mistis sangat terasa. Tidak ingin kembali mendapatkan gangguan, ia malah berlari mendorong brankar tersebut.

Saat berada di area yang terlihat beberapa orang hilir mudik, juga petugas medis. Radit menghela lega dan sedikit menunduk mengatur nafasnya. Sempat melihat jam di layar ponselnya, baru jam dua lewat. Berharap tidak ada lagi pasien meninggal atau jenazah baru dan dia bisa menghabiskan sisa waktu kerjanya tidak dengan ketakutan.

Dari jauh terlihat Zul dan dua orang lainnya masih dalam posisi yang sama. Pintu tengah (bagian dalam) dibuka oleh Zul, agar Radit mudah masuk dengan brankarnya. Selimut yang tadi, ia letakan di dalam keranjang linen kotor.

“Ayo, keluar!”ajak Zul.

“Bentar.” Radit memastikan roda brankar terkunci dan tidak mungkin bergerak sendiri, begitupun brankar dimana masih terdapat jenazah wanita dari lantai tiga belas. “Yang ini kenapa belum dibawa, keluarganya yang di depan ‘kan?”

“Nunggu pagi, mereka dari luar kota. Ambulancenya dalam perjalanan,” jelas Zul dan Radit hanya menjawab dengan Oh.

Brak Brak.

Radit dan Zul saling tatap. Suara tersebut berasal dari dalam ruangan lain di mana ada lemari pendingin penyimpan jenazah yang belum dibawa keluarga dan jenazah tanpa identitas.

“Kita keluar,” ajak Zul.

“Gimana kalau ada barang jatuh atau apalah itu, terus kita kena masalah dianggap lalai.” Meskipun takut, Radit tetap mengkhawatirkan masalah yang mungkin mereka hadapi. “Kita cek sama-sama,” usul Radit.

Kedua pria itu pun melangkah menuju ruangan penyimpanan jenazah. Pintunya terkunci dan kuncinya masih tergantung di sana. Zul memutar kuncir dan menekan handle pintu, agak susah dan macet untuk membuka pintunya.

“Astaga, susah amat,” keluh Zul sampai akhirnya berhasil mendorong pintu lalu tangannya terjulur mencari saklar lampu dan … brak brak.

Kedua pria itu saling merapatkan tubuh ketika lampu sudah menyala dan menatap pintu salah satu loker lemari pendingin terbuka dan tertutup, membentur pintu lainnya.

“Nggak usah mikir aneh-aneh, ayo tutup dan kunci,” ajak Radit yang lebih dulu melangkah. Ia menutup pintu tersebut dan menekan tuas ke arah bawah yang berarti menguncinya. Zul berdiri tidak jauh darinya, saat hendak berbalik.

Brak.

Pintu ruangan tersebut tertutup sendiri.

“M4mpuss,” teriak Zul langsung berlari.

“Bang …..”

 

 

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

𝒌𝒆𝒓𝒋𝒂 𝒅𝒊𝒊𝒌𝒖𝒕𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒕𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒃𝒊𝒌𝒊𝒏 𝒔𝒑𝒐𝒓𝒕 𝒋𝒂𝒏𝒕𝒖𝒏𝒈 𝒚𝒂 😅😅

2024-10-30

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

astaghfirullah...baca aja serasa ikutan lemes

2024-05-11

0

Ali B.U

Ali B.U

next.

2024-04-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!