Berusaha merupakan apa yang ia dengar barusan, bisa saja hanya salah dengar. Meskipun terasa sangat nyata dan jelas, mirip dengan suara semalam. Radit bergegas mencari tempat untuk sekedar rehat, lumayan kurang lebih tiga jam. Apalagi shift dua akan selesai di jam sepuluh malam.
Ada percakapan di grup bersama Karta dan Deo. Karta berharap Radit berkenalan dengan dokter atau suster yang cantik, jangan malah bertemu dengan hantu.
^^^Teman lakn4t^^^
Bae-bae Dit, jangan sampai jatuh cinta sama hantu. Secantik-cantiknya hantu, dia udah mati
^^^Kampreet^^^
“Dasar teman tidak berprikemanusiaan,” gumam Radit kala ia baru selesai makan siang.
Kantin rumah sakit itu tampak ramai, mungkin pasien dan pendampingnya yang sedang berobat jalan. Ada notifikasi berita dari portal online di ponselnya, membahas tentang penemuan mayat perempuan tanpa identitas yang saat ini berada di rumah sakit tempatnya bekerja.
Tidak ingin membaca kelanjutan berita tersebut, karena kalau tanpa identitas sudah pasti masih berada di kamar jenazah. Tiga puluh menit menjelang jam kerjanya, Radit kembali menuju kamar jenazah. Petugas tadi menanyakan kenapa Radit malah pergi dan dijawab kalau dia tiba-tiba harus ke toilet.
“Lo petugas baru?”
“iya, bang,” sahut radit.
“Gue Zul, kita satu shift. Ada satu orang lagi tadi sih udah datang,” ujar Zul lagi, termasuk senior karena sudah lebih dari satu tahun bekerja di sana. Pria itu langsung mengajak Radit memasuki kamar jenazah. Di bagian dalam ada meja administrasi dan lemari arsip. Ke bagian dalam lagi, ruangan terbagi area yang dengan sekat menggunakan gorden plastik bisa ditutup dan dibuka.
“Yang itu untuk memandikan jenazah, yang sebelah sini untuk otopsi.”
Radit menganggukan kepala mendengar penjelasan dari rekan satu shiftnya. Termasuk peralatan dan perlengkapan apa yang biasanya dibutuhkan saat memandikan jenazah atau otopsi.
“Pokoknya ada semua di lemari penyimpanan, kita hanya perlu cek stok dan laporkan kalau ada yang hampir habis. Yang memandikan jenazah ada lagi petugasnya. Nah, di sebelah sana,” tunjuk Zul pada sebuah pintu stainless. “Itu tempat jenazah.” Zul membuka pintu tersebut, ruangan itu lebih dingin dan ada semacam lemari besar seperti loker dengan banyak pintu.
“Ini lemari pendingin. Lo perhatikan yang ada tanda hijau ini artinya ada jenazahnya. Datanya ada di sana, dan di meja arsip di depan. Suhunya sudah otomatis, walaupun mati lampu paling lima menit generator akan hidup lagi.”
“Bang, apa kita perlu kroscek berkala?”
“Nggak juga, karena yang keluar masuk ke sini hanya petugas. Nggak mungkin juga mayatnya kabur,” jelas Zul lalu terkekeh. “Ayo, balik ke depan.”
***
Sampai dengan maghrib tidak ada aktivitas berarti. Selain ada keluarga pasien yang membawa jenazah keluarganya yang meninggal tadi pagi. Lalu ada pembagian seragam yang harus dipakai ketika bekerja. Tiba-tiba ada telepon berdering, Zul yang menjawab panggilan tersebut.
“Lantai empat. Ada pasien meninggal. Bawa brankar yang di depan ya,” titah Zul.
Berjalan di koridor lalu menaiki lift dan tiba di lantai empat. Ada dua orang menangis di depan kamar, sepertinya keluarga pasien. jenazah sudah ditutupi dengan selimut dan masih ada perawat di sana yang melepas semua alat medis yang masih terpasang.
Zul menerima dokumen yang menyatakan waktu kematian jenazah dan identitasnya. Ia dan Zul dibantu perawat memindahkan ke atas brankar lalu membawanya keluar. tangan Zul menarik brankar dan posisinya membelakangi. Berbeda dengan Radit yang mendorong dari arah berlawanan, jadi ia melihat betul jenazah yang terbaring di brankar.
Saat melewati koridor kamar perawatan VIP tidak jauh dari taman, suasana tidak terlalu ramai. Tiba-tiba selimut penutup jenazah tersingkap karena bergeser, tepat di bagian wajah.
“Bang, maaf,” ujar Radit agar Zul yang lebih dekat menarik kembali selimut tersebut.
Baru beberapa langkah, selimutnya kembali turun. Sepertinya kain itu terlalu tipis jadi mudah tersibak angin dan gerakan. Tidak enak kembali menyuruh Zul, Radit membiarkan saja dan berusaha tidak menatap wajah tersebut.
Namun, karena posisi di hadapannya tentu saja tetap terlihat bahkan sampai mengernyitkan dahi. Jelas tadi jenazah tersebut dalam posisi memejamkan mata, tapi sekarang kedua mata itu … terbelalak.
“Hahh.”
Tangan Radit terlepas dari brankar bahkan melangkah mundur membuat Zul menoleh dan berhenti melangkah karena berat ketika ia harus menarik sendiri.
“Lo kenapa?”
“Itu bang,” tunjuk Radit pada jenazahnya.
“Kenapa?”
“Matanya … melotot.”
Zul berdecak setelah memastikan yang Radit katakan tidak terbukti lalu menarik selimut dan kembali menutup wajah itu.
“Jangan kaget Dit, kadang pandangan kita bisa begitu. Jenazah seperti bergerak lagi atau bernafas, itu hanya godaan. Ayo,” ajaknya lagi.
Sampai di ruang jenazah.
“Lo yang input berkasnya,” titah Zul lalu mengajak petugas yang lainnya untuk mengurus jenazah di dalam.
Radit membuka dokumen untuk menuliskan informasi dan identitas jenazah. Pandangannya tertuju pada dokumen dengan judul tanpa identitas. Tangannya membuka dokumen tersebut, membaca kronologis jenazah yang ditemukan tidak jauh dari pemakaman. “Korban pembunuhan,” gumam Radit.
Masih fokus memandang Foto dari jenazah tersebut terlihat familiar, tapi di mana ia pernah melihatnya.
Tok Tok
“Astaga!”
“Mas, kami keluarga jenazah tadi. Ambulance dalam perjalanan, kami urus sekarang biar nanti pas ambulance datang bisa langsung kami bawa.”
Masih dengan detak jantung yang berdebar karena terkejut, Radit mengangguk pelan lalu menemui Zul.
Kayak pernah lihat, tapi di mana ya, batin Radit masih memikirkan foto jenazah tanpa identitas korban pembunuhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Menteng Jaya
aduh belum" udah ngeri lanjtannya seru x ya
2024-11-08
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒐𝒌 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒄𝒖𝒓𝒊𝒈𝒂 𝑫𝒆𝒐 𝒋𝒂𝒉𝒂𝒕 𝒚𝒂 🤔🤔
2024-10-30
0
Fitri nur Jannatin
saya curiga sama Deo
2024-08-19
0