Kamar Jenazah
Terdengar deru kendaraan roda dua yang sudah ditunggu sejak tadi. Radit pun keluar dari kamar kost Karta -- sahabatnya.
“Lama banget sih, nyokap gue udah telpon suruh balik,” seru Radit menerima kunci motornya dari Deo.
Karta dan Deo adalah sahabat Radit dan sore tadi Deo meminjam motor miliknya. Cukup aneh mengingat pria itu sebenarnya memiliki motor sendiri bahkan kadang membawa mobil untuk mereka bertiga pergi atau bergaya untuk menggoda perempuan.
“Bawel banget kayak cewek. Gue udah isi full biar mulut lo nggak bawel,” ujar Deo lalu memasuki kostan Karta.
“Gue duluan ya,” pamit Radit lalu menaiki motor dan memakai helm, sempat heran dengan kondisi ban motornya yang sangat kotor cukup pekat dengan tanah yang menempel. “Deo dari mana kali, motor gue medok begini,” gumamnya sebelum meninggalkan area kostan tersebut.
Jarak tempat tinggal Karta yang biasa dijadikan basecamp sebenarnya tidak jauh dari tempat tinggal orang tua Radit. Dengan berkendara motor hanya dua puluh menit saja, apalagi kalau dengan kecepatan pembalap mungkin sepuluh menit akan sampai.
Namun, kali ini ia merasakan berbeda. Perasaan ada yang membonceng di belakang, hingga harus berkali-kali melihat ke spion.
“Berat amat sih,” gumamnya sambil mengusap tengkuk.
Setelah tiba di rumah, motor ia parkir dan pagar segera dikunci karena hanya menunggu dirinya pulang. Tinggal berdua bersama Salma -- ibunya. Sang Ayah sudah meninggal dunia dua tahun lalu. Bertempat tinggal di komplek perumahan sederhana, hanya ada dua kamar di rumah itu. Setelah mengucap salam dan memastikan pintu dikunci, ia mengetuk kamar ibunya.
“Bu.”
Tidak lama pintu dibuka, Ibu keluar dari kamar dan berjalan menuju sofa.
“Ibu telpon kamu sebelum maghrib, jam segini baru datang.”
Radit menatap jam dinding, sudah lewat dari jam sembilan malam. Kalau bukan karena motornya dipakai Deo, tidak mungkin ia mengabaikan panggilan Ibunya.
“Motor aku dipake Deo Bu.”
“Tadi Ibu ketemu Andra, dia bilang ada lowongan di rumah sakit tempatnya bekerja. Ibu bukannya minta kamu nafkahi ibu, paling tidak untuk dirimu sendiri. Pensiunan Bapak kamu, kadang tidak sampai sebulan sudah habis.”
Sebenarnya Radit bukan pria malas dan pengangguran murni, hanya saja sudah hampir lima bulan sejak ia diberhentikan dari pekerjaan sebelumnya karena perusahaan tempatnya bekerja gulung tikar.
“Iya bu, aku ngerti. Besok aku temui Bang Andra deh.”
Setelah berbincang singkat, Ibu kembali ke kamarnya meninggalkan Radit yang masih termenung memikirkan kompetensi apa yang dia miliki untuk bekerja di rumah sakit. Pendidikannya ekonomi, sebelumnya dia bekerja di bagian keuangan.
Kantuk pun datang, bahkan sudah dua kali menguap. Saat beranjak hendak menuju kamarnya, terdengar ketukan pintu … sangat pelan.
“Siapa?”
Hening.
Penasaran dengan tamu yang berkunjung selarut ini, ia pun berjalan menuju pintu dan menyibak hordeng. Tidak melihat seorangpun di sana. Bahkan pagar terlihat tertutup rapat dan dalam kondisi terkunci dengan gembok yang ia lakukan saat pulang tadi.
“Apa salah dengar ya.” Kembali menguap, gegas ia menuju kamar setelah merasakan tengkuknya dingin seperti ada yang angin bertiup.
***
Radit mengunjungi kediaman keluarga Amel untuk menemui Andra. (Yang sudah baca bangsal kamboja pasti tahu siapa Amel dan Andra). Beruntung pria itu masih ada di rumah karena bekerja shift dua.
“Sorry ganggu Bang,” ujarnya ketika Andra menyambut sambil menggendong bayi.
“Yaelah kayak sama siapa aja. Duduk deh, tapi sambil momong ya. Amel lagi sibuk sama Ehsan.”
Tidak ingin berlama-lama, ia langsung to the point menanyakan perihal lowongan pekerjaan di rumah sakit tempat Andra bekerja.
“Iya, tapi gue nggak tahu cocok untuk lo apa nggak.”
“Memang ada lowongan bagian apa, bang?”
Andra sempat terdiam sejenak sambil menggoyang pelan bayi dalam gendongannya. Dari raut wajahnya terlihat ragu untuk menyampaikan.
“Rumah sakit sedang butuh banyak perawat dan sudah pasti lo nggak masuk kualifikasi. Juga bagian … kamar jenazah.”
“Hahh!”
Berharap yang ia dengar salah, tapi Andra kembali menjelaskan bahwa di sana kekurangan tim untuk kamar jenazah.
“Terus kerjanya ngapain bang?”
“Ngajak ngobrol jenazah yang belum diambil keluarganya kali,” sahut Andra lalu tergelak dan direspon decakan oleh Radit.
“Mendata keluar masuk jenazah, termasuk yang jemput ke kamar perawatan kalau ada pasien meninggal. Apalagi ya, nanti juga ada pengarahan kali. Gajinya UMR dan ada bonus apa gitu, gue lupa padahal udah dijelasin. Kalau lo minat datang aja hari ini, siapa tahu belum terisi. Kemarin ada kerabatnya Amel yang minat, tapi nggak jadi katanya udah ada panggilan di tempat lain.”
Galau, itulah yang ia rasakan. Bagaimana tidak, biasa bekerja di depan layar komputer dan bergelut dengan angka kini ada tawaran ia harus berurusan dengan makhluk yang sudah tidak bernyawa. Meskipun bukan penakut, tapi ini urusannya lain.
Setelah mengucapkan terima kasih, ia pamit kembali ke rumah. Masih dengan kegalauan antara ambil atau tidak peluang di tempat Andra, ia disambut oleh ocehan ibunya.
“Siapa perempuan yang semalam kamu bawa pulang? Di mana dia sekarang?” cecar Ibu.
“Perempuan?” tanyanya heran dengan perempuan yang dimaksud oleh Ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕
𝑹𝒂𝒅𝒊𝒕 𝒌𝒂𝒈𝒆𝒕 𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒔𝒆𝒎𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒈𝒂𝒌 𝒃𝒂𝒘𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒆𝒎𝒑𝒖𝒂𝒏 𝒌𝒆 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 😅
2024-10-30
0
Krisna Adhi
/Facepalm/
2024-10-10
1
Rinisa
Mampir Kak...👍🏻
2024-08-31
0