17. Keputusan ayah

"Kenapa liat aku gitu banget hmm, iya tau aku ganteng."

"Ck Ndu Ndu, kalau yang ngomong gitu Alka aku masih maklum. Antara omongan sama kenyataan nggak jauh beda kalo dia bilang dirinya ganteng. Lha kamu? Mandi aja milih gaya tayamum gegulingan di pasir gitu kok bisa-bisanya ngaku ganteng." Tio yang protes ketika Pandu mendeklarasikan diri sebagai orang ganteng.

"Nggak ada salahnya nyenengin hati orang Yo. Kamu napa sih sekarang sentimen mulu sama aku?"

Mereka baru saja menyelesaikan tugas membuat kaligrafi. Baru saja ustadz keluar dari kelas, trio icik kiwir sudah ribut sendiri dengan tingkah polah random mereka.

"Al.. Kamu beneran mau pindah dari sini?" Tanya Galih tak peduli pada kedua temannya yang kelebihan mengkonsumsi micin di hidup mereka.

"Iya." Jawab Alka enteng.

"Yaaaah.. Kita nggak bakal ketemu lagi dong. Huuuh padahal aku udah seneng dapet temen sekamar waras kayak kamu." Galih menunjukkan muka kecewa.

"Eheem Lih Lih, ini kita denger lho.. Kamu pikir selama ini kamu sekamar sama orang gila gitu?" Tio yang duluan bicara.

"Mungkin bukan kita sih yang gila Yo, tapi kamu sorang ja! Aku masih sehat jasmani rohani sampai sekarang. Alhamdulilah!" Kata Pandu tak mengakui kebobrokan yang sudah mendarah daging padanya.

"Liat kan Al, mana ada orang gila yang ngaku gila?! Aku udah seneng lho bayangin nantinya bakal lewati masa sulit ketika mondok di sini bareng kamu. Eeh anganku mobat-mabit dihantam kerasnya kenyataan Al, kamu bakal pergi ninggalin aku di sini dengan dua bebegig sawah ini."

"Masa sulit di sini? Kenapa?" Alka bertanya pada Galih.

"Ya sulit lah Al.. Aku kudu mempertahankan kewarasan di tengah orang-orang yang nggak waras macam mereka. Kalau ada kamu kan seenggaknya aku ada temen ngobrol selain mereka."

"Buset Lih, ternyata kayak gitu kamu nilai kami selama ini ya?" Pandu menatap ke arah Galih.

"Iya. Kenapa?"

"Ya nggak apa-apa. Kalau bisa gila rame-rame, ngapain gila sendirian? Ya nggak Yo?" Pandu nyengir kuda.

"Ada ya orang gila yang bangga dengan kegilaannya? Miris beneran aku liat kamu Ndu." Ucapan Tio tak pelak mendapat gelak tawa dari teman-temannya.

_____________

Dani berada di ruang kerja pak Jawir.

"Apa anda yakin pak mengirim putra anda ke luar negeri? Enam tahun itu lama. Saat dia kembali usianya genap 17 tahun. Apa dia sanggup lepas dari pengawasan anda dalam kurun waktu selama itu?" Dani bertanya pada atasannya.

"Bukan Enam tahun, tapi sembilan tahun. Aku ingin dia bersungguh-sungguh dengan masa depannya. Aku mau dia juga meneruskan kuliahnya di luar negeri. Apa kamu pikir aku bercanda dengan ucapan ku? Aku yakin dia mampu." Ucap pak Jawir tegas.

"Apa tidak akan terjadi kecemburuan antara nona Ai dan mas Alka jika mereka tahu keputusan yang anda buat ini pak? Dan lagi.. Apa nanti nyonya setuju dengan keinginan bapak menyekolahkan mas Alka ke luar negeri?"

"Itu urusanku. Tugasmu tinggal pilih orang kepercayaan mu untuk selalu menjaga dan mengawasi setiap pergerakan Alka selama di sana."

Baiklah. Dani tak ingin lagi menyela atau menyarankan apapun jika atasannya sudah di mode serius, tegas dan dingin seperti ini.

Dani keluar dari ruangan itu dan segera melaksanakan tugas yang pak Jawir berikan padanya. Memilih orang untuk menjadi bayangannya selama Alka menempuh pendidikan di luar negeri.

"Apa ini tidak berlebihan, atau mungkin pak bos melakukan semua ini sebagai bentuk hukuman kepada mas Alka yang menolak melanjutkan pendidikan di pondok pesantren? Semoga saja pak bos tidak menyesal di kemudian hari karena keputusannya ini." Dani bergumam sendiri.

Sebuah pesan masuk ke ponselnya.

'Kerjakan perintahku sekarang. Aku tau kamu masih di depan pintu.'

Dani membaca pesan dari bosnya itu dibarengi dengan langkah kaki cepat meninggalkan kantor bosnya. Dia lupa jika pak Jawir memasang begitu banyak cctv yang tersebar di seluruh kantornya.

"Tadinya aku berpikir kamu bisa betah di pesantren. Bisa lebih tenang ketika belajar di sana tapi ternyata tempat terbaik belum tentu menjadi tempat ternyaman. Kamu malah kewalahan mengendalikan dirimu sendiri di sana. Aku harap kamu bisa menjaga diri mu sendiri di tempat barumu nanti." Pak Jawir bermonolog.

Jika di pesantren saja Alka tidak betah, lalu bagaimana dengan dirinya nanti jika harus di tempatkan di luar negeri. Semua yang ada di sana sudah tentu berbeda dengan di negara kita ini. Bagaimana caranya Alka menyembuhkan lukanya jika terus dipaksa menuruti kemauan ayahnya seperti itu?

Terdengar isakan di dalam kamar itu. Shopiah tidak kuasa membendung kesedihannya membayangkan selama sembilan tahun ke depan tidak bisa bertemu buah hatinya. Hukuman macam apa ini? Kesalahan macam apa yang anaknya perbuat hingga harus dijauhkan dari ibu yang melahirkannya?

Ibu itu tak berhenti menangis sejak mendengar keputusan dari suaminya.

"Kenapa hanya kamu yang mengambil keputusan untuk hidup anakku mas?! Dia pasti menderita di sana, kamu jangan egois dan mengorbankan perasaan anakku!!" Kata Shopiah dengan rasa marah membuncah.

"Dia anak kita. Tenangkan dirimu bun."

"Tenang? Ketenangan macam apa yang kamu harapkan dariku jika lagi-lagi kamu membuat keputusan tanpa sepengetahuanku?? Di dekat kita saja dia mendapat perlakuan buruk, apalagi nanti di luar negeri?? Ini bukan masalah pindah sekolah, aku yakin.. Kamu sengaja ingin memisahkan ku dengan putraku kan?? Demi apapun aku tidak setuju kamu mengirim anakku menempuh pendidikan di luar sana!!"

"Sekali lagi, dia anak kita. Jangan lagi mengatakan dia anakmu atau anakku, kita satu keluarga, ingat?"

"Keluarga macam apa yang tidak menghargai pendapat orang lain?? Mas aku cukup bersabar saat kamu menyuruh Alka mondok di pesantren tapi tidak untuk kali ini!! Aku akan membawa dia pulang kampung! Kita masing-masing aja mulai sekarang, aku tidak bisa mengorbankan masa depan anakku demi kepentingan mu." Shopiah mengeluarkan seluruh emosinya dalam berbicara.

"Kendalikan dirimu bun. Tidak akan ada perpisahan di antara kita. Duduklah dulu, mau aku ambilkan minum?" Pak Jawir menunjukkan kesabaran menghadapi gejolak amarah Shopiah kepadanya.

Kedua orang tua itu sedang bernegosiasi dengan cara mereka di dalam kamar, sedangkan ada hati yang remuk redam karena tidak sengaja mendengar kegaduhan yang tercipta dari bilik besar itu. Shopiah yang terlalu larut dengan emosi sampai lupa menutup pintu kamar saat mengutarakan kekecewaannya pada keputusan suaminya.

Aini, remaja itu menggigit bibirnya menahan tangis. Dia akan berpisah dengan Alka? Sembilan tahun adalah waktu yang lama.. Mereka baru saja membangun kedekatan. Bahkan Aini merasa nyaman setiap kali ada di dekat Alka, bocah yang dulu dia panggil tengil tapi sekarang mampu membuat dirinya gundah gulana hanya mendengar kabar jika saudara tirinya itu akan dikirim ke luar negeri melanjutkan pendidikan di sana.

Apa Aini bisa tanpa Alka?

Terpopuler

Comments

𝐙⃝🦜 кєиαиgαиˢᴱᴹᵁˢᴵᴹ𒈒⃟ʟʙᴄ.

𝐙⃝🦜 кєиαиgαиˢᴱᴹᵁˢᴵᴹ𒈒⃟ʟʙᴄ.

kenapa harus dikirim ke LN selama itu pak Jawir.. harusnya alka diajak diskusi dulu, ditanya mau apa ga.. kan nanti yang akan menjalaninya alka..

2024-05-26

0

𝐙⃝🦜 кєиαиgαиˢᴱᴹᵁˢᴵᴹ𒈒⃟ʟʙᴄ.

𝐙⃝🦜 кєиαиgαиˢᴱᴹᵁˢᴵᴹ𒈒⃟ʟʙᴄ.

tiap ada trio Ichi kiwir pasti ngakak. ada aja kelakuan mereka.. 🤣🤣🤣

2024-05-26

0

𝐙⃝🦜 кєиαиgαиˢᴱᴹᵁˢᴵᴹ𒈒⃟ʟʙᴄ.

𝐙⃝🦜 кєиαиgαиˢᴱᴹᵁˢᴵᴹ𒈒⃟ʟʙᴄ.

nyenengin orang dapat pahala ya ndu.. wkwk 😂🤣

2024-05-26

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!