"Saya terima nikah dan ka_winnya Shopiah binti Rasidi dengan mas ka_win uang tunai sebesar dua ratus dua belas ribu dua ratus dua belas rupiah dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!"
"Saksi?" Tanya penghulu ke arah kanan dan kiri.
"Saah! Alhamdulillah."
"Alhamdulillah.."
Sakti hanya menatap nanar pada kedua mempelai yang sekarang duduk mesra di pelaminan setelah beberapa waktu lalu meresmikan hubungan mereka dalam ikatan agama yang di sahkan oleh negara.
"Seneng kan kamu?? Muak aku lihatnya!!" Aini tak kalah kesal dengan adanya acara hari ini. Meski tidak mengundang banyak tamu tapi melihat dekorasi indah dan terkesan mewah itu pastilah butuh gelontoran dana yang tidak sedikit.
Sakti memilih pergi menyelamatkan sisa kewarasan yang ada dari pada ikutan gila seperti yang Aini lakukan. Bocah itu dengan sengaja menggunting beberapa taplak meja yang adalah bagian dari dekorasi ruangan itu. Ayahnya pasti akan mengeluarkan uang tambahan untuk kerusakan yang Aini lakukan. Tapi siapa peduli?!Aini marah saat larangannya tak digubris oleh ayahnya sama sekali. Sakit hati Aini melihat ayahnya tersenyum hahahihi menyalami tamu yang hadir di acara pernikahan mereka.
"Waktunya foto keluarga, mana anak-anaknya pak bu? Bisa sekalian diajak naik ke pelaminan untuk foto keluarga bersama."
Juru shooting yang mengabadikan semua momen di hari bahagia Shopiah dan pak Jawir ikut celingukan mencari keberadaan anak dari kedua mempelai yang sejak awal dia datang tidak ikut masuk ke dalam rekaman yang dia buat.
"Mas.. Mereka kemana ya?" Shopiah cemas. Dia ingin berlari turun dari tempatnya menjadi pasangan raja dan ratu sehari untuk mencari keberadaan anak mereka tapi tangan pak Jawir menggenggamnya erat berusaha mencegah apapun yang ada di benak istrinya.
"Biarin aja. Nanti kita bikin foto keluarga sendiri pas mereka udah bisa nerima kenyataan jika kita sudah menikah dan menjadi orang tua mereka."
"Kamu fokus pada acara kita saja. Hari ini adalah hari bahagia kita. Tentang anak-anak, biarkan saja.. Yang penting mereka tidak membuat keributan dan masalah hari ini." Imbuh pak Jawir menenangkan Shopiah.
'Kamu pasti kecewa banget sama ibu ya kak.. Maafin ibu kak..'
____________
Aini tidak peduli dengan acara itu. Sama dengan Sakti dia memilih pergi. Kakinya berjalan menuju luar gedung resepsi itu digelar. Tidaklah sulit bagi Aini untuk kembali pulang ke rumah, tapi tidak dia lakukan. Aini menghentikan langkah kakinya saat melihat Sakti duduk diam di taman kecil tak jauh dari gedung resepsi tempat orang tuanya menggelar pesta.
"Heh tengil, ngapain di sini?!" Bentak Aini.
"Namaku Sakti."
"Terserah aku mau manggil kamu apa. Ngapain di sini, bukannya kamu seneng ibu mu bisa nikah sama ayah ku?! Sok sedih, drama tau nggak!!" Aini menyalurkan emosinya pada Sakti.
Sakti berdiri dari duduknya, tidak berniat sedikitpun untuk meladeni anak manja satu ini. Lagipula siapa juga yang senang dengan pernikahan antara ibunya dan ayahnya si manja itu? Sakti juga marah sama ibunya. Selalu bicara seolah-olah ayahnya lah satu-satunya lelaki yang ibunya cintai tapi nyatanya baru setahun meninggalkan kampung mereka dan merantau ke kota.. Ibunya bisa mengambil keputusan penting di hidupnya dengan menikah lagi.
"Jangan ganggu aku. Aku sedang nggak ingin berdebat sama kamu." Tutur Sakti berjalan melewati Aini.
"Ganggu kamu?? Pede sekali kamu nak ckck. Kamu pikir kamu siapa, sok penting banget sampai aku kudu gangguin kamu hah??" Aini melotot tak percaya dia ditinggal begitu saja oleh Sakti.
"Heiii!! Aku belum selesai ngomong tengil!!" Seru Aini lantang seperti toa masjid.
"Sakti." Dan Sakti terus berjalan.
"Masa bodoh!" Mengekor di belakang Sakti.
"Heh tengil, kamu kok makin nggak sopan gitu sih!! Awas ya kamu!!" Aini berjalan sesekali menyenggol lengan Sakti. Tanpa mereka sadari kedekatan sudah terjalin meski dengan ejekan dan sikap acuh dari keduanya.
Malam hari di rumah pak Jawir.
"Sakti, bagaimana sekolahmu? Apa ada yang mengganggumu di sana?" Tanya pak Jawir berusaha mendekatkan diri dengan membangun bonding dengan anak tirinya.
"Biasa saja." Jawab Sakti sekenanya.
"Kak.. Ayah mu lagi bertanya, kenapa jawabnya ketus begitu?" Shopiah memegang punggung tangan Sakti. Hal mengejutkan diterima Shopiah, wanita yang baru diperistri pak Jawir mendapat tepisan juga pandangan tak terbaca oleh anaknya sendiri.
"Ayahku sudah meninggal. Apa ibuk lupa?" Sakti bangkit dari tempat duduknya.
"Astaghfirullah Sakti, pak Jawir kan sekarang suami ibuk kak.. Ayah kamu juga.. Kamu bicara begitu bisa menyakiti hati ayah kamu kak.." Shopiah berusaha memberi pengertian kepada Sakti.
"Suami ibuk bukan berarti jadi ayah ku. Ayahku udah nggak ada." Lagi-lagi perkataan Sakti seperti hunusan pesan yang merajam hati Shopiah.
Tanpa diminta Sakti berdiri dari kursi yang dia duduki. Berjalan menuju kamar yang dulunya ditempati berdua dengan ibunya.
"Sudah lah biarin aja dulu, dia butuh waktu untuk menyesuaikan diri." Ucap pak Jawir bersikap santai.
"Tapi mas-"
"Anak bi Sho aja males ngomong sama bibi, apalagi aku! Bye!" Ucapan Shopiah terhenti oleh kalimat Aini yang menggeser kursinya ke belakang berniat meninggalkan ruang makan keluarga.
"Ai duduk!! Jaga sopan santun mu!! Jangan lagi panggil ibumu bibi. Panggil yang benar!! Dia ibumu sekarang!!" Hardik pak Jawir semakin tersulut emosi.
Tadi Sakti sekarang Aini, sepertinya kedua bocah itu akan terus membuat kedua orang tuanya pusing tujuh keliling, mengikis rambut kedua orang tuanya agar terjadi kebotakan perlahan karena stress mikirin tingkah polah serta penolakan anak-anaknya atas pernikahan mereka.
"Ayah bentak-bentak aku dihadapan bi Sho? Yah.. Si tengil aja nolak mentah-mentah ayah jadi bapak sambungnya apalagi aku! Aku kudu nerima bi Sho jadi ibuku, hahaha.. Lucu sekali ayah ini. Benar kata Si tengil ayah nikah sama bi Sho bukan berarti bi Sho itu bisa jadi bundaku! Dah lah.. Ilang selera makan ku!" Aini mengambil benda pipih di saku celananya, dia berjalan sambil fokus ke layar ponselnya tanpa peduli panggilan ayahnya.
"Anak jaman sekarang.. Bisa-bisanya mereka menjawab setiap omongan ku dengan kalimat ala sinetron seperti itu! Apa mereka pikir bersikap kurang ajar sama orang tua sendiri akan mendapat tepukan gemuruh dari netizen?!" Pak Jawir bermonolog.
"Maafkan Sakti dan Aini mas, aku yang salah.. Aku nggak mikirin perasaan mereka. Aku yang egois.." Shopiah sedih mendapati kedua anak mereka tidak lagi hormat kepada mereka sebagai orang tuanya.
"Sudahlah dek, jangan selalu menyalahkan diri sendiri seperti itu. Mereka bukan bayi yang tidak mengerti hubungan baru kita. Mereka punya nalar yang bisa dipakai untuk berpikir jernih. Lebih baik sekarang kita istirahat, hari ini cukup melelahkan untuk kita." Ajak pak Jawir.
Shopiah menurut saja pada titah pak Jawir. Dia langsung digiring suami barunya itu ke peraduan. Shopiah bahkan tidak menyempatkan diri terlebih dahulu untuk melihat kondisi putranya yang menuju kamar tanpa makan. Fokus Shopiah sudah terbelah sekarang. Hubungan baru antara dirinya dan pak Jawir secara tidak langsung membuat mental Sakti semakin tertekan. Sayang sekali.. Shopiah belum juga menyadari bagaimana tersiksanya batin anaknya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
🌸nofa🌸
status jandaaa itu berat disandang oleh perempuan karena biasanya cenderung diremehkan oleh para tetangga, meskipun tidak semua seperti itu.
Tapi adalah 1 atau 2 orang yang meremehkan.
Jadi gak menyalahkan pilihan Sophia ketika memutuskan untuk menikah dengan Pak J, meskipun menerima penolakan keras dari anak-anak.
Semangat Sophia
2024-05-08
12
𝒜𝓎
Padahal penting sekali meminta restu sang anak, jika begitu apa tidak bahaya buat psikis keduanya? Apalagi Sakti yg lebih memilih banyak diam, jangan sampai keadaan membentuk karakter tidak baik dlm dirinya. Anak sekecil Sakti masih butuh bnyak perhatian dan pengertian dr mu ibu Shopiah. Jika sudah menikah begini bukannya perhatiannya sudah terbelah? Bahkan bisa saja lebih fokus ke suaminya saja ckckckkk
2024-05-06
27
Ervin𝐙⃝🦜
langsung di unboxing nih wkwk
2024-04-19
5