Ch 5 Sweet Love

“Hebat sekali! Kamu malah memakan makanan instan sebagai makanan pertamamu di Indonesia. Padahal kamu bisa memasak makanan Indonesia hingga makanan barat sekalipun,” omel Kakek Yaris ketika melihat Arga dan Rey tengah menyantap makanan instan di meja yang ada di pantry kantor.

Arga hanya tersenyum dan tetap menyantap makanan tersebut, menanggapi omelan sang Kakek.

“Bukan kah menyenangkan bisa duduk di meja makan bersama dengan istrimu, dan menikmati masakan rumah yang dibuat oleh istri sendiri?” lanjut Kakek Yaris dengan wajah bahagia membayangkan perkataannya.

“Jika menikah hanya untuk hal itu! Aku tidak mau!” raut wajah Arga seketika berubah ketika mendengar kata menikah lagi.

“Kakek dengar wanita di Jepang atau diluar negeri sangat cantik. Apa kamu tidak pernah berkencan sama sekali?” pungkas Kakek Yaris, “kamu tahu Kakek ini berpikiran fleksibel, tidak masalah jika kamu memiliki pacar?”

“Aku tidak punya waktu untuk hal tidak penting seperti itu. Aku sudah cukup sibuk melakukan pekerjaanku,” jawab Arga sembari memperhatikan makanan instan yang tergeletak diatas meja tersebut.

Ternyata makanan-makanan itu adalah makanan yang diproduksi oleh perusahaan mereka. Arga dan Rey sengaja memakannya untuk menilai rasa dan kualitasnya. Akan tetapi tidak pernah dia berpikir untuk memakan makanan itu sambil mendengar omelan dari Kakeknya yang terus membahas soal pernikahan.

“Karena itu Kakek sudah mengatur kencan buta untukmu. Jadi....”

“Aku sudah katakan tidak tertarik kan!” tegas Arga yang kini sudah berwajah dingin seperti kehilangan kesabaran.

Kakek Yaris pun terdiam sembari menghela nafas lelahnya. Karena tidak ada gunanya mengomeli pria keras kepala seperti Arga.

“Rey coba kamu rasakan yang ini?” Arga menyendok satu makanan dan menyuapinya ke mulut Rey.

“Apa jangan-jangan kalian berkencan ya?” tunjuk Kakek Yaris yang bergidik melihat kelakuan Arga dan Rey.

Arga dan Rey mendongak menatap datar Kakek Yaris secara bersamaan.

“Apa?” ucap mereka berdua bersamaan.

“Sepertinya memang begitu! Lihat saja kalian berdua sama-sama menggunakan pekerjaan sebagai alasan!” tukas Kakek Yaris kesal.

“Aku tidak tahu kalau dia, tetapi tentu saja aku bukan gay. Sekalipun aku menyukai pria, Presdir Argantara bukanlah tipeku,” jawab Rey sembari melirik Arga dan kembali menatap Kakek Yaris.

Arga hanya bisa menghela nafasnya. Bukan hanya sang Kakek ternyata sekretarisnya sendiri juga membuatnya sangat stres hari ini.

“Benarkah, bukan tipemu? Kenapa? Bukankah Arga sangat tampan bahkan seperti seorang selebritas?” Kakek Yaris pun tergelak menertawakan Arga.

Arga menoleh tajam ke arah Rey yang menyuap makanan kedalam mulutnya.

“Hei, apa maksudmu? Apa yang salah denganku?” tanya Arga penasaran.

Saat Rey hendak menjawab Kakek Yaris kembali memotongnya.

“Ah sudahlah, cukup. Jika memang tidak begitu, baiklah itu bagus,” katanya.

“Jadi kenapa kamu sangat menentang kencan buta ini?”

Lagi-lagi Arga menghela nafas menatap Kakeknya yang cerewet. Ponselnya pun berdering, Arga langsung merogoh saku celananya. Bersamaan dengan ponsel Kakek Yaris dan Rey yang lagi-lagi berdering.

“Biar kuurus urusanku sendiri, jadi, silahkan menonton drama kesukaan Kakek lagi,” ucap Arga.

“Alarm untuk drama apa lagi itu?” lanjutnya seraya menatap ponsel sang Kakek.

“Dasar anak kurang ajar, ini alarm untuk obat tekanan darah tinggiku! Tekanan darah kakek akhir-akhir ini tinggi karena mu! Aku jadi harus minum obat setiap hari, huh!” gerutu Kakek Yaris.

“Bagaimana bisa itu adalah salahku? Itu kan keturunan keluarga,” jawab Arga dengan wajah acuh.

“Berarti kalau tekanan darahku tinggi, itu adalah salah kakek.”

“YA, DASAR ANAK BERANDAL! Augh augh kepalaku sakitnya daar kamu anak nakal!” Kakek Yaris memegangi kepalanya yang terasa ngilu, akibat terus mengomeli Arga yang kepala batu.

***

Di sebuah kedai ayam goreng. Malam ini suasana begitu ramai pelanggan. Sebuah klub gitar mengadakan pesta makan malam bersama dan pertemuan klub bunga liar dikedai tersebut. Kedai kecil itu menjadi terasa sempit, karena setiap mejanya terisi oleh anggota klub tersebut. Pemilik kedai tersebut adalah Pak Deni dan Bu Susi,mereka berdua sangat baik hati dan ramah kesemua pelanggannya.

“Halo, semuanya! Minumannya datang,” seru Pak Deni seraya membawakan minuman yang dipesan kepada para anggota klub.

“Makan yang banyak,” lanjutnya dengan wajah senang melihat kedainya yang ramai.

“Terima kasih banyak, Pak!” jawab salah satunya.

“Bersulang!”

“Untuk kesuksesan kita!”

Pak Deni tersenyum melihat kehebohan tersebut, berjalan kembali kearah dapur. Di dapur sudah terlihat istri dan anak Pak Deni tengah sibuk memasak dan menyiapkan pesanan. Istrinya sedang menggoreng kentang, dan anak sulung perempuan nya bertugas memanggang ayam bumbu, sedangkan anak bungsu perempuan nya tidak terlihat sama sekali.

Pak Deni melirik kearah dua wanita yang paling menyeramkan dalam hidupnya itu dengan takut-takut. Karena suasana didalam dapur itu terasa sedikit mencekam. Seolah-olah akan terjadi sebuah perdebatan panas nantinya.

“Pak, apa aku boleh tambah minuman lagi?” kata seorang pria yang datang menghampiri Pak Deni yang sedang mengelap gelas.

“Oh iya, silahkan ambil disana!” jawab Pak Deni seraya menunjuk dispenser bir.

“IBU!” teriak anak perempuan Pak Deni, hingga membuat Pak Deni dan pria tadi tersentak kaget dan langsung menoleh kearahnya.

“Oh astaga, apa? Kamu mengagetkan saja!” pekik Bu Susi tajam kearah anaknya.

“Aku kan sudah bilang Ibu harus membaluri ayam dengan benar supaya lebih renyah,” protes anak perempuan berwajah cantik itu.

“Ibu harus terus aduk meski sangat merepotkan!” lanjutnya sok tahu sembari memperagakan cara mengaduknya yang dia anggap benar.

“Tapi, Ibu sudah mengaduknya dengan benar!” jawab Bu Susi yang tidak mau kalah.

Pak Deni hanya bisa menghela nafasnya melihat kedua spesies itu berdebat. Sampai tidak memperdulikan pria yang meminta tambahan bir tadi.

“Jika kita tidak bisa melakukannya dengan benar, sebaiknya tutup saja restoran ini,” omel wanita berwajah cantik yang sedari tadi memperdebatkan cara Ibunya memasak.

“Ya, sepertinya karena itulah ayam yang dimasak oleh Berlyan terasa lebih lezat, kamu yang terbaik!” puji pria yang tadinya meminta bir itu sembari mengacungkan jempolnya pada Berlyan.

Berlyan mengerutkan keningnya dan tersenyum paksa melihat pria tersebut.

“Ho oh, tentu saja! Dia kan bekerja di perusahaan besar, tentu saja dia berbeda,” sahut Pak Deni yang tidak ingin membuat suasana putrinya itu semakin buruk.

“Ya tuhan, kenapa kamu sensitif sekali hari ini?” gerutu Bu Susi dengan tangan yang masih mengaduk ayam dengan adonan seperti yang di perintah oleh Berlyan.

“Sayang, maklumi saja. Memangnya menyenangkan jika harus bekerja di hari ulang tahunmu?” sahut Pak Deni kepada istrinya.

“Lantas, apa salahku yang sudah kesakitan selama 20 jam lebih untuk melahirkannya?”

Berlyan tertegun mendengar perkataan sang Ibu, dia pun menoleh kearah Bu Susi.

“Aduk, aduk, dan terus aduk...,” gumam Bu Susi yang masih belum selesai mengaduk ayamnya.

“Huh....” Berlyan menghela nafasnya dengan wajah merasa bersalah karena sudah mengomelinya.

Sebenarnya bukan maksudnya untuk marah kepada sang Ibu, hanya karena cara mengaduk ayam. Akan tetapi memang sedari tadi suasana hatinya sudah hancur setelah bertemu dengan Dimas direstorannya.

.

.

BERSAMBUNG.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!