Bab 2

Victor Xalvador Domonic adalah anak dari seorang mantan mafia yang kini berumur 26 tahun. Dia bekerja sebagai pelayan di salah satu restoran ternama. Tapi bukan berarti dia jatuh miskin. Perusahaan yang dia dirikan sendiri sudah memiliki cabang di berbagai negara.

Selama ini, dia tidak pernah turun langsung ke perusahaan. Dia akan mengamati dari jauh. Sedangkan yang menghandle pekerjaan di kantor adalah asisten kepercayaannya.

Victor sengaja menutupi identitasnya. Dia hanya ingin seperti itu sampai ada seorang wanita yang mencintainya dengan tulus tanpa melihat pekerjaannya sebagai pelayan.

Selain itu, Victor juga merasa nyaman bekerja di restoran. Selagi dia betah, maka tidak ada salahnya.

Keluarganya juga sudah tau tentang kehidupannya, dan mereka setuju-setuju saja.

Seperti siang ini, restoran sedang cukup ramai karena sudah jam makan siang. Victor sibuk mengantar pesanan para pelanggan. Tak lama kemudian seorang gadis masuk dan langsung duduk di kursi yang paling ujung dekat jendela.

Karena tugas Victor sebagai pengantar makanan saja, jadi dia tidak menanyakan apa yang ingin gadis itu pesan. Lalu setelahnya seorang pria yang bertugas mencatat pesanan pelanggan datang menghampiri gadis tersebut. Victor sudah kembali ke dapur.

"Aku ingin dessert strawberry dan milkshake strawberry saja," ucap Abel. Matanya menatap liar ke sekelilingnya mencari pria idamannya.

"Baik, mohon ditunggu."

Sebagai pecinta buah stroberi, Abel sangat suka dengan warna merah muda. Merah muda memang bukan warna khas stroberi, tapi Abel merasa cocok dengan warna itu. Bahkan dinding kamarnya bercat warna pink dan seprei nya bergambar stroberi juga.

Beberapa menit menunggu, pesanan Abel datang. Ternyata yang mengantar makanannya adalah pria pujaannya.

"Silakan dinikmati," ucap Victor setelah selesai menyajikan makanan Abel dan hendak pergi.

"T-tunggu!" Dengan lancang Abel menyentuh lengan kekar itu. Sadar akan tindakannya, Abel langsung menarik tangannya kembali.

"M-maaf jika aku lancang menyentuhmu," ucap Abel lagi merasa tidak enak.

Victor diam menatap datar pelanggannya itu. Entah kenapa, pelanggannya kali ini terlihat menyebalkan di matanya.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Victor. Dia berdiri di depan Abel.

"Boleh aku tau siapa namamu?" tanya Abel dengan hati-hati.

Victor terdiam sebentar sebelum menjawab.

"Maaf, Nona. Itu privasi," jawab Victor masih dengan nada datar.

Abel mengerjapkan matanya. "Ah baiklah. Maaf jika aku mengganggumu."

Memang. Batin Victor.

Victor mengangguk dan segera pergi dari sana.

"Kenapa sulit sekali, sih?! Pokoknya aku harus minta Paman Jo untuk menyelidikinya!" gumam Abel.

"Tapi kenapa wajahnya sangat menyebalkan sekali?! Dan anehnya kenapa masih terlihat tampan?!" kesal Abel.

****

Abel kembali ke cafe dengan wajah sedikit cemberut. Dia langsung menuju ruangannya. Padahal memiliki cafe sendiri, tapi dia malah memilih makan di restoran itu. Semuanya hanya demi menemui sang pujaan hati.

"Paman Jo, tolong selidiki seorang pelayan di restoran yang dekat dengan cafe milikku. Di lengan atasnya ada tato kecil, tapi aku tidak tau itu tato apa. Intinya dia punya tato, ya! Secepatnya! Aku sangat membutuhkan informasi itu," ucap Abel panjang lebar setelah teleponnya tersambung dengan Paman Jo, asisten ayahnya yang sudah mengabdi bertahun-tahun.

"Baik Nona," jawab Paman Jo. Abel langsung mematikan sambungnya.

"Hanya seorang pelayan restoran saja, kenapa sangat sulit didekati?!" gumam Abel. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya sambil memainkan ponsel.

"Hello Abellll! Happy birthday my love honey darling!" seru seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangannya. Di tangan orang itu ada cake kecil dan satu lilin.

Meski dengan wajah bosan, Abel tetap meniup lilinnya dan memeluk sahabatnya tersebut. Suara cempreng itu membuat telinganya berdengung.

"Kapan kau datang? Kenapa tidak mengabari aku?" tanya Abel. Mereka berdua beralih duduk di sofa.

"Tadi pagi. Sengaja tidak menghubungi mu karena aku ingin membuat suprise!" jawabnya antusias.

Dia adalah Eve. Sahabat Abel semasa sekolah menengah atas. Awalnya Eve tinggal di luar kota, tapi entah kenapa tiba-tiba dia datang kemari dengan membawa kue untuk Abel.

"Terimakasih. Ya meskipun kue nya kurang besar. Tapi aku tetap menerima ini," ucap Abel sambil mengambil alih kue kecil itu dari tangan Eve dan langsung memakannya menggunakan sendok.

Eve berdecak kesal. Sahabatnya itu memang tidak tau diri. Untung-untung dia bawakan kue tadi.

"Semakin tua, sifatmu semakin parah ya," sindir Eve.

Abel langsung tertawa sambil menepuk pundak Eve. Kebiasaan kalau dia tertawa seperti itu.

Eve berdecak. Pukulan Abel tidak main-main. Meski badannya terlihat mungil, tapi tenaganya seperti kuli. Jelas, karena Abel bisa bela diri, sebab kedua kakaknya lah yang mengajarinya.

"Ngomong-ngomong, kau sudah makan siang? Aku berencana mengundang Belle ke sini untuk makan siang bersama," tanya Eve sekaligus memberitahu rencananya untuk mengundang Belle yang tak lain sahabat mereka juga.

"Sudah. Kau saja yang telat datang," jawab Abel.

Eve cemberut. "Harusnya kau tunggu aku dulu tadi!"

"Mana tahan?"

Benar. Mana tahan dia tidak melihat wajah tampan pujaan hatinya?

"Sana, pesan makanan. Nanti aku yang bayar. Sekalian ajak Belle juga tidak apa-apa," lanjut Abel. Dia ingin istirahat dan tidak ingin diganggu.

Mata Eve langsung berbinar dia mengecup pipi Abel sebelum berterimakasih.

"Terimakasih Abel ku sayangggg!"

Setelah itu Eve keluar dari ruangan sahabatnya itu sambil menghubungi Belle.

Abel mendengus, dia mengusap pipinya yang pasti ada bekas lipstik Eve.

****

Sore harinya Abel pulang dijemput Kenzo. Pria itu pulang lebih awal karena pekerjaannya sudah selesai semua. Sedangkan Zayn hari ini dia lembur.

Setelah masuk ke dalam mobil, Abel langsung menyalakan ponselnya. Dia ingin melihat file yang dikirim oleh Paman Jo. Ya, memang secepat itu Paman Jo menyelidiki seseorang.

Abel membaca dengan seksama informasi tersebut. Informasi singkat yang berisi biodata milik pria pujaannya yang bernama Victor. Sisanya tidak ada. Marga dan informasi keluarganya juga tidak ada.

Dengan kening mengerut, Abel menelpon Paman Jo.

"Halo Paman. Kenapa hanya itu saja? Paman tidak kehilangan keahlian kan? Informasi tentang keluarganya kenapa tidak ada?" Belum juga Paman Jo menyapa, tapi Abel sudah lebih dulu menyerobot.

"Maaf, Nona. Hanya itu yang saya dapat. Sepertinya identitas keluarganya disembunyikan."

Abel menghela nafas. Dia mengucapkan terimakasih sebelum menutup teleponnya.

"Kenapa?" tanya Kenzo yang sejak tadi hanya diam menyimak.

"Tidak papa," jawab Abel dengan bibir cemberut dan alis menekuk.

"Kau masih mencari tau tentang pria itu? Kau benar-benar menyukainya?" tanya Kenzo lagi.

Abel berdecak. "Bukannya aku sudah bilang waktu itu? Jangan larang aku Kak! Sudah terlanjur soalnya."

"Kau masih kecil, Bel. Jangan aneh-aneh. Fokus mengurus cafe mu saja," ucap Kenzo.

"Tidak mau!"

Kenzo menghela nafas. Sifat keras kepala Abel sangat sulit dihilangkan dan hasilnya gadis itu menjadi pembangkang.

"Terserah. Tapi kalau dia menyakiti mu, Kakak tidak bisa diam saja."

Abel pun hanya diam. Dia tau betul kedua kakaknya itu sangat posesif padanya. Meski sedikit merasa risih, tapi Abel tetap suka jika mereka seperti itu. Artinya kedua kakaknya sangat menyayanginya, bukan?

***

Terpopuler

Comments

🧸fre_love❦

🧸fre_love❦

maaf telat kak✌️

2024-04-06

3

Umisah Asther

Umisah Asther

lanjut bagus ceritanya...tunggu up nya semoga rame

2024-04-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!