Bab 10. Sidang Sekolah

"Yuki, lebih baik kamu sekarang maju saja. Masih untung bila hanya sekolah ini yang hancur, bagaimana bila Negara ini yang hancur?" Senyum tengil terukir di bibir Kayam.

"Bisik Ah!" Yuki menghindar, dia sama sekali tidak tega bila harus melihat Neli terluka. Teringat jelas saat pertama kali dia melihat Neli setelah sekian lama berpisah.

Kala itu hujan membasahi seluruh kota, Yuki dengan ransel besar dan sebuah koper dia bawa di depan halte bus.

Brom!

Brom!

Suara sepeda motor terdengar meraung, memecah genangan air di jalanan yang cekung. Refleks Yuki mundur beberapa langkah menghindari terkena semprotan air tersebut.

"Ck! Sia*lan!" Pekik seorang gadis yang berdiri tak jauh dari Yuki, dia mendapati tas-nya basah.

Mata indah dengan rambut ikal terikat ke belakang, baju putih dengan dua lengan maju yang kotor. Serta adanya lebam di sekitar tangannya.

"Kamu tidak apa-apa?" Kayam menyodorkan payung yang terselip di tasnya.

"Enggak kok." Gadis itu meraih payung yang berada di tangan Yuki, hingga sebuah gelang nampak terukir indah di pergelangan tangan gadis itu.

"Gelang itu?" Gumam Yuki, dia sama sekali tak salah lihat. Karena gelang itu, dia sendirilah yang membuatnya, dia bergadang beberapa malam demi membuat gelang itu.

"Cantik ya?" Tanya balik gadis itu, Yuki mengangguk mengiyakan, dia tak ingin gegabah dan salah mengenali orang.

"Ini adalah pemberian Kakak ku, sekarang dia sedang menimba ilmu di tempat yang jauh. Aku selalu memakai gelang ini, agar kami bisa terikat meski jarak kami berjauhan." Neli seolah bergumam bersama rintikan air yang membasuhi jalanan kala itu.

"Oh, apa dia sangat berharga?" Yuki tersenyum lebar, ternyata Neli selama ini selalu menunggunya.

"Tentu saja, dia adalah orang paling berharga setelah kedua orang tua ku dan adik ku." Yuki tersenyum lebar, ah bahagianya menjadi orang seberharga itu bagi Neli? Rasanya tidak buruk, dan malah terasa menyenangkan.

"Neli, ayo jalan!" Seorang pria dengan helm menutupi wajahnya, sebuah motor sport keluaran terbaru nampak dia kendarai.

"Halo sayang, ini aku kembalikan kayanya gak perlu deh." Neli langsung berjalan menuju air hujan setelah menyerahkan payung tersebut.

Rambut dan tas Neli semakin basah, bahkan baju putih yang di kenakannya sampai menerawang dan membuat dada Yuki bergemuruh hebat.

Dengan gerakan cepat, Yuki melepaskan jaket yang dia kenakan dan menutupi tubuh Neli dari depan.

"Hujannya deras, sebaiknya lekaslah pulang." Yuki mewanti-wanti, namun tatapan pria yang berada di atas kendaraannya menyiratkan tanda tidak suka.

"Bere*ngsek! Ngapain lo nyentuh-nyentuh pacar gue hah?" Pekik pria itu tak terima, untunglah Neli yang berada di tengah-tengah langsung mencegah tindakan brutal yang bisa saja di lakukan oleh kekasihnya.

"Sudah-sudah, terima kasih banyak ya. Ayo jalan!" Neli menerima tawaran baik Yuki dan merekapun berlalu dari hadapan Yuki.

Layaknya air hujan yang terus menetes secara perlahan, seperti itu juga perasaan Yuki saat ini. Dia memang menganggap Neli seperti adiknya sendiri dan tidak lebih pada awalnya.

Begitulah pertemuan singkat Yuki dan Neli. Saat itu, hati Yuki belum seutuhnya di berikan pada Neli, bahkan Yuki sama sekali tak menganggap Neli sebagai wania, dan hanya menganggapnya sebagai adik yang harus dia lindungi.

"Jadi gimana?" Kayam menatap Yuki kembali, Yuki hanya mengangkat bahu dan akan membiarkan semuanya terjadi saja.

"Dasar Yuki, tapi ya Sudahlah." Kayam membiarkan seorang Yuki galau di UKS bersama dengannya dan Putri.

Benar saja, siang itu sekolah gempar karena semua orang berkumpul di aula pengadilan sekolah. Yuhou dan Rose yang hanya mengenakan baju kaos cople yang harganya murah, hanya tersenyum pada anak tengilnya yang hanya cengengesan di bangku pengadilan.

"Berdasarkan laporan dari mantan murid bernama Syai, bila murid kami yang benama Queeneli melakukan pelanggaran berupa kekerasan, apa tuduhan itu benar?" Tanya Kepala sekolah pada Neli, jujur saja dia merasa ketar-ketir saat Yuhou sendiri berada di sana.

"Benar," Tanpa menghindar Neli membenarkan, Kepala sekolah nampak tertegun namun Yuhou justru tersenyum puas.

"Tapi sebaiknya Bapak harus membedakan mana kekerasan yang bersifat membela diri dan membuli. Saya tanya pada OSIS yang saat ini menjadi penilai." Neli berubah drastis, sosok yang biasanya menjadi tukang molor di kelas kini berubah seolah kemasukan Jin.

"Apakah saya pernah melakukan kekerasan pada murid sekolah ini di lingkungan sekolah?" Semua orang tak menjawab, karena OSIS berada di titik netral.

"Bohong! Saya memiliki saksi bila dia melakukan kekerasan Pak Kepala sekolah." Syai membantah, Neli tersenyum. Dia tak pernah melakukan hal itu.

"Benarkah?" Neli nampak berfikir dan menatap sang Papa yang mengangguk.

"Keluarkan saksinya!" Teriak Syai, hingga seorang wanita berambut merah keluar.

"Ijinkan saya bicara," Dia menunduk meminta ijin terlebih dahulu, Neli memutar bola matanya lagi. Fitnah adalah hal yang lebih keji dari pembunuhan, sayang juga tadi Neli tidak membunuh saja sekalian. Kepala sekolah bimbang, namun sebuah anggukkan dari Yuhou membuat Kepala sekolah mempersilahkan gadis itu berbicara.

"Saat saya pulang sekolah, saya di hadang oleh Neli yang meminta uang jajan pada saya. Saya tahu bila Neli berasal dari keluarga tidak mampu, jadi saya memberikannya. Namun, dia selalu meminta setiap hari, dan saat saya tak memberikannya saya akan di hajar habis-habisan olehnya."Ujar saksi tersebut dengan tampang dramatis dan memelas, Yuhou mengerutkan keningnya, benar-benar hal yang tidak masuk akal bila putrinya melakukan hal itu.

Kepala sekolah yang mengetahui identitas Neli menjadi ingin tertawa, mana mungkin seorang Neli kekurangan uang dan meminta uang jajan yang jumlahnya tak seberapa pada anak sekolah. Benar-benar tidak masuk akal, pikir Kepala sekolah.

"Berapa uang yang selalu di minta Neli?" Rose ikut berbicara, geram juga rasanya bila anak tengilnya di fitnah seperti itu.

"Kadang-kadang seratus ribu, ada juga minta lebih dari itu." Jawab saksi yang di bawa oleh Syai, Syai kini tersenyum lebar.

Neli menghela nafas, untung saja dia punya banyak bukti dan tak pernah melakukan tindakan dengan gegabah.

"Benarkah? Ijinkan saya memperlihatkan kebenarannya." Neli tersenyum dengan USB kecil di tangannya, kini wajah Syai berubah pucat.

"T-idak, kamu bersalah Neli!" Pekik Syai secara sepihak, keriuhan akhirnya tercipta tak kala seorang pria yang mengaku sebagai Ayah dari Syai memasuki ruangan.

"Seperti sebelumnya, silahkan perlihatkan pembelaan." Kepala sekolah mempersilahkan Neli angkat bicara.

Wajah pucat Syai kembali gembira tak kala sang Ayah yang dia tunggu akhirnya telah tiba, Syai sangat yakin bila kali ini dia pasti akan menang.

"Oh, jadi dia adalah putri mu?" Tanya Yuhou menatap pria itu dingin, dengan tatapannya saja itu sudah membuat bulu kuduk pria itu merinding bukan main.

"Kenapa d-dia ada di sini? B-bukankah dia pimpinan?" Yuhou hanya tersenyum tipis setelah bertanya, dia juga tak berniat berbuat masalah. Dia sangat yakin, bila Putrinya yang nakal dapat menyelesaikan semuanya dengan baik.

Terpopuler

Comments

Ani

Ani

😆😆😆😆😆😆😆 dipecat gak tuh.. anak bawahan aja sok sokan

2024-04-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!