Djakardah

Budiawan pun kemudian menceritakan bagaimana bisa bertemu dengan Melisa yg sedang sekarat. Akibat dari air keras yg tersiram di mukanya. Yang kemudian mommy dan Daddy nya itu membawa Melisa ke rumah sakit miliknya di luar negeri. Daddy Budiawan juga menceritakan kenapa selama ini menutupi siapa sebenarnya Melisa. Karena selain dari keluarga Melisa sendiri sedang mencari keberadaannya, ada pula dari pihak yg tidak suka pun mencarinya. Dan itu semua di tutupi oleh mommy dan Daddy-nya itu.

" Setelah Daddy selidiki. Kejadian Dimas dan Aqila ada kaitannya dengan mama tirinya Dewa dan keluarga dari eyang kakung mu. Sehingga membuat keduanya menjadi sasaran empuk untuk melampiaskan keinginannya...." cerita Daddy Budiawan.

" Serumit itu dad..." kata Brian.

" Yah seperti itu. Makanya Daddy memberikan tawaran kepadamu son. Apa mau panggil Daddy agar terkuak. Atau panggil paman, om. Untuk melindungi dan menyelidiki semua permasalahannya...." kata Daddy.

" Lalu kalau penyelidikan sudah ketemu kita mau bagaimana dad...?, Bantai mereka...?" kata Brian.

" Hahaha....ya tidak seperti itu juga son. Alangkah baiknya serahkan ke pihak berwajib...." kata Daddy nya.

" Lama itu dad. Tidak menyelesaikan masalah..." kata Brian.

Daddy Budiawan mengelus kepala Brian sambil geleng geleng kepala. Karena hal itu sepertinya tidak mungkin.

" Kita lihat saja nanti..." jawab Daddy Budiawan.

Tak lama kemudian mereka pun sampai di kediaman eyang putri. Dan eyang putri tampak senang serta terharu. cucu pertamanya datang untuk menemani di usia tua ini.

" Istirahat dulu.." kata eyang.

" Engga nek. Masih kangen nenek...." jawab Brian.

Ia sudah terbiasa memanggilnya nenek. Berbeda dengan Alina yg sering memanggil eyang putri. Mbak Lastri pun berkenalan dengan Brian. Karena memang baru kali ini ia bertemu.

" Ihhh, cucunya budhe ganteng banget...." kata mbak Lastri yg Hemas kemudian mencubit pipi Brian.

" Aduh mbak...sakit..." Brian.

" Biarin, salahnya sendiri ganteng..." kata mbak Lastri.

Eyang putri pun menceritakan siapa itu Brian kepada mbak Lastri. Dan semua pun seperti kejadian ketika Alina disini. Bahkan masih banyak lagi kata eyang.

Mbak Lastri pun tidak curiga dengan keterangan dari eyang Rumini tersebut. Justru ia sangat senang jika di tempatnya ramai seperti saat ini.

" Kalau sama Alina siapanya budhe...?" tanya mbak Lastri.

" Ya sama mereka cucu cucuku. Tahu sendiri jika anakku tidak mempunyai anak. Jadi semua sudah aku anggap cucu cucuku..." jawab eyang putri.

Ohhh....

Eyang juga tidak cerita jika dirinya mempunyai putra lain. Namun ia biarkan saja hal itu. Karena selain memang belum pernah ke tempat ini. Mereka lebih disibukkan dengan urusan bisnisnya. Terutama om dari Brian dan Alina.

****

Dewa dan Alina pun akhirnya sampai di Jakarta. Ia turun di stasiun Gambir. Rio sudah menjemputnya dengan mobil pribadi milik Dewa. Rio yg mendapati jika Dewa tidak sendiri pun menjadi curiga dan penasaran.

" Siapa Wa...?" tanya Rio.

" Ini...?" Dewa sambil menunjuk Alina.

Rio mengangguk

" Istri..." jawab Dewa.

" Istri...?, Bercanda kamu. apa yg telpon kemarin...?" Rio

" Iya..." jawab Dewa singkat.

" Kenalan dong..." kata Rio sambil ingin menjabat tangan Alina.

" Ga boleh..." sahut dewa sambil menarik tangan Rio.

Alina hanya tertawa melihat tingkah posesif Dewa.

" Masa kenalan ga boleh Wa..." kata Rio.

" Bukan muhrim..." jawab Dewa.

Haisss....

Ketiganya pun akhirnya menuju tempat kontrakan yg di Carikan Rio. Sebuah rumah kecil sederhana dan minimalis. Setidaknya untuk sementara tinggal selama di Jakarta ini.

Sesampainya di kontrakan Rio melaporkan kepada pengurus RT setempat. Karena memang harus laporan dan memberi tahu. Jika Dewa dan adiknya akan tinggal di rumah itu. Sepengetahuan Rio, Dewa dan Alina adalah kakak adik dari kakak kakaknya. Yaitu Aqila dan Dimas. Walaupun Dewa sudah memberitahu jika Alina istrinya. Rio masih tidak percaya.

Beruntung rumah kontrakan itu berkamar 2. Sehingga Alina bisa memilih kamarnya sendiri. Tidak bersama Dewa. Dewa kesal karena tidak sekamar dengan Alina. Dan membuat Dewa menggerutu menuju ke kamarnya.

Rio berpamitan karena harus menjaga dan mengawasi bengkel milik Dewa. Yang beberapa waktu ini dialah yg mengelolanya. Rio memberikan kartu ATM yg baru untuk Dewa sebagai transaksi keuangan Dewa. Karena dompet dan ponsel dewa hilang entah kemana. Barang barang dari kontrakan lama pun sudah di bawa Rio ke kontrakan barunya ini.

" Capek..." gerutu Alina. Kemudian merebahkan tubuhnya di kamar.

Sementara Dewa keluar dari kamar untuk memeriksa persediaan makanan dan minuman. Beruntung Rio sangat cekatan karena sudah tersedia disana. Dewa celingukan karena tidak melihat adanya Alina. Kemudian menuju kamar Alina, mengetuk dan membuka. Terlihat Alina tertidur terlentang disana. Membuat Dewa menelan ludahnya sendiri.

" Kenapa dirimu begitu menggoda jika tidur seperti itu....?" kata Dewa Lirih.

Namun kemudian dewa keluar dan menutup pintu kembali.

" Gw akan kuat dengan ini. Walau dia istriku. Tapi gw tidak akan memaksa melayaniku. Karena gw sudah janji sama om Awan. Dan gw akan melindunginya. Walau diri gw justru yg butuh pertolongan..." Batin Dewa.

" Setidaknya, jika akan melakukan hubungan suami istri sama sama sadar tanpa paksaan. Apalagi saat ini gw belum siap jadi ayah. Terlebih masalah keluarga gw yg mengancam hidup gw. Bisa mungkin juga dengan Alin..."

" Dan gw akan mempertahankan pernikahan ini sebaik mungkin. Tidak seperti papa. Walaupun gw belum begitu kenal dengan Alina..."

Segala kegundahan dan pikiran dewa berkecamuk. Kemudian iapun melangkah menuju dapur untuk mengambil air minum. Sekedar pelepas dahaga.

Karena tidak ada makanan, dewa pun akhirnya memasak seadanya. Sayur sayuran dan lauk sudah di beliin oleh Rio tadi. Sehingga kini Dewa tinggal mengolahnya. Dewa sudah terbiasa dengan hal itu. Sehingga ia bisa mengeksekusinya dengan mudah. Terlebih kafe miliknya juga ide dari kebiasaan memasaknya itu. Dan dikembangkan untuk beberapa kue untuk di kafenya. Namun untuk sayuran memang belum begitu mahir. Sehingga rasanya pun masih standar standar saja.

Hingga malam harinya. Dewa membangunkan Alina untuk makan malam dan mandi terlebih dahulu. Alina memilih membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Rumah itu hanya terdapat 1 kamar mandi. Sehingga harus keluar kamar jika ingin mandi serta buang air. Alina tidak mengapa, karena di rumah eyangnya juga seperti itu. Setelah mandi Alina pun menuju meja makan. Disan sudah ada dewa yg sedang membuat teh hangat.

" Siapa yg masak...?" tanya Alina.

" Gw lah..." jawab Dewa.

Alina mencicipi sayuran yg dibuat Dewa.

" Asin..." kata Alina.

" Ngga, masa sih...?" kata Dewa. Yg kemudian mencicipi masakannya sendiri.

" Ngga gini kok..." kata Dewa setelah mencicipi.

" Asin, bau keringet kamu belum mandi..." kata Alina.

" Enak aja, gw udah mandi ya..." jawab Dewa.

" Kok masih jelek..." kata Alina sambil tertawa cekikikan.

" Kenapa kamu mau....?" kata Dewa tak mau kalah.

" Terpaksa karena warga..." jawab Alina yg kemudian mengambil piring untuk dewa dan dirinya. Alina juga mengambilkan nasi serta sayur dan lauk pauknya.

" Makasih cantik..." kata Dewa

" Wueeekkk...ngga pantes tahu ngga..." kata Alina yg mendengarkan perkataan Dewa.

" Terus bagaimana...?" , terima kasih sayang...gitu...?" kata Dewa.

" Ck, kebiasaan...." kata Alina. Namun pipinya bersemu merah.

" Cie, merah tuh pipi..." kata Dewa.

" Mana ada..."

" Tuh..." Dewa.

" udah makan, ngomong mulu...!" kata Alina.

" Kan kamu yg mulai..."

" Is...."

Keduanya pun memulai makan malamnya itu. Dan Alina juga memberikan air minum untuk Dewa. Entah saat ini perasaan apa yg ada di dalam hati. Namun itu semua akan ia jalani sampai maut memisahkan.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!