Part 05

‘Ting Nong’

Sedetik jantungnya berhenti berdetak, ia menatap Rose. Bel rumah cukup mengejutkan dirinya, perasangka tak baik muncul dalam benaknya.

“Sepertinya pesanan buku, Nona” jawab Rose yang membuat tenang perasaan Azzalea.

“Akan ku ambil.”

Ia bangkit dan berjalan menuju pintu. Ia membuka pintu tersebut tanpa khawatir tentang siapa yang berada di balik pintu.

“Azzalea?”

Senyumnya yang cerah langsung luntur melihat gerangan yang berdiri di depan pintu rumahnya. Ia terkejut bukan main hingga membuatnya bungkam tak berkutik.

“P-p-pak.. Dim-mas.” ucapnya terbata-bata.

“Ternyata memang kamu.”

***

Suasana menjadi kikuk karena kedatangan tetangga barunya tersebut.

“Jadi, kamu beneran sakit? Atau menghindari saya?”

Azzalea menelan ludah berulang kali, satu hal sifat yang ia suka dari gurunya ini, beliau suka terus terang dalam segala hal.

Ia mengedipkan mata berkali-kali kepada Rose, meminta bantuan wanita itu. Rose berjalan seraya membawa jus jeruk dan jus kiwi untuk keduanya.

“Nona saya menghindari, Pak Dimas.” jawab Rose yang begitu santai tanpa menghiraukan majikannya yang ingin menenggelamkan diri ke bumi.

Pak Dimas mengangguk mengerti.

“Maaf, Pak. Buat kejadian beberapa hari yang lalu, soalnya pertemuan kita tidak begitu baik, maksudnya kondisi saya.” jelasnya yang akhirnya mengaku.

Pak Dimas mengambil gelas berisi jus jeruk tersebut. “Apa yang kamu segankan?” Kemudian meneguk sedikit minum itu.

Keduanya saling bertatap. “Saya udah memperhatikan kamu sejak awal.”

“Kalimat macam apa itu?” batin Azzalea.

Pipinya merona secara perlahan, malu bercampur. Hilang sudah kesan rapi dan cantiknya saat ini akibat fakta yang diberitahukan sang guru. Mau tak mau ia harus menerima hal tersebut. Ia hanya bisa menunjukkan senyum tanpa dosanya.

“Sudah, tak usah menganggap serius kejadian semalam, saya yang seharusnya meminta maaf, karena membuat kamu terkejut.”

Azzalea segera menggeleng. “Saya juga minta maaf, Pak.”

“Anggap kedatangan saya sebagai perkenalan tetangga baru kamu.”

Azzalea tersenyum cerah. “Karena Pak Dimas datang berkunjung, saya sebagai tuan rumah harus menyambut dengan baik. Saya mengajak Bapak untuk makan malam disini.”

Pak Dimas seakan ingin menolak, namun dengan cepat Azzalea membatah hal tersebut. “Bapak harus terima ajakan saya.”

“Baiklah, saya ikuti kamu.”

Ia langsung menghampiri Rose untuk memberitahukan masakan apa untuk makan malam mereka nanti. Selagi menunggu masakan dibuat, ia mempersilahkan tetangga barunya untuk melihat-lihat rumahnya itu.

***

Rumah gadis ini sangat sederhana, tidak banyak hiasan yang menunjukkan bahwa gadis ini masih muda. Ia hanya bisa menebak dari keluruhan perabotan yang ada, bukan gadis itu yang mengurusnya.

Gadis itu sangat semangat mengajak dirinya untuk melihat sekeliling ruangan di rumah. Dia masih seorang gadis yang selalu bersemangat dalam melakukan segala hal.

“Ini beberapa piala saya setelah Pak Dimas dipindahtugaskan.”

Kepintaran dan prestasi gadis ini tak dapat dipungkiri, hal itu dapat terlihat dari jajaran piala dan piagam yang tersusun rapi di dalam lemari khusus di ruang belajarnya. Banyak perlombaan yang gadis itu ikuti, dari bidang akademik atau pun non akademik.

Dari segala ruangan, ruang belajar yang khusus dibuat adalah ruangan yang paling ramai diisi buku-buku dan beberapa hal yang gadis itu sukai.

“Apa kamu biasa belajar disini?” tanyanya seraya membuka salah satu buku yang berbahasakan bahasa asing.

Gadis itu tersenyum malu. “Ruangan ini saya pakai kalo Rose yang ngajarin, Pak.”

“Berarti kamu hanya tinggal berdua dengan..”

Ia belum mengetahui status wanita yang selalu berada disisi gadis itu sejak dulu.

“Rose, namanya, Pak. Dia orang kepercayaan saya, yang akan selalu menjaga saya.”

Ia hanya mengangguk. Status gadis ini sangat tinggi, latar belakang keluarga yang tidak sederhana.

“Bagaimana bahasa Inggris kamu sekarang?”

Sepintar apa pun seseorang, pasti akan memiliki kelemahan. Ia sudah tahu sejak lama bahwa muridnya ini sangat lemah dalam bidang bahasa terutama bahasa Inggris.

Gadis itu memelas. “Makin buruk setelah bukan Pak Dimas gurunya.” ungkapnya.

Ia hanya tersenyum tipis, gemas melihat raut wajah gadis itu. Lalu mengacak pucuk rambut gadis tersebut. “Kamu harus berusaha lebih keras lagi tanpa saya.”

***

“Kamu harus lebih berusaha keras tanpa saya.”

Detak jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya karena tindakan yang pria dihadapannya ini lakukan padanya. Nafasnya seakan tertahan sejenak, merasakan atmosfer yang terjadi pada dirinya. Pak Dimas masih suka mengacak pucuk kepalanya seperti dulu ketika ia dibangku SMP. Tentu hal ini membuatnya bernostalgia dengan awal mula dirinya dan Pak Dimas bertemu.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!