Hanifa diam-diam mengambil foto bayi sahabatnya. Meski ia kesal pada laki-laki yang menyebabkan kehancuran pada hidup Dara, tapi ada sisi kemanusiaan yang meminta ia untuk sedikit berbelas kasih.
Hanifa berdoa agar rasa bersalah itu tetap terus menghantui Sagara Adyaksa hingga kapanpun. Jahat memang tapi itu tak sebanding dengan apa yang telah Sagara lakukan pada sahabatnya.
"Ngapain kamu ..." suara Bram tiba-tiba mengagetkan Hanifa.
"Buat kenang-kenangan. Nanti mau aku cetak jadi kita punya step by step perkembangan Ardiaz nantinya...." Hanifa beralasan dan langsung memasukkan ponselnya kedalam saku celananya.
Bram memicingkan mata menatap curiga pada adiknya.
Tapi Hanifa tak ambil pusing. Ia lantas berlalu dari hadapan Bram yang masih mengikuti langkah adiknya dengan tatapan menyelidik.
"Ra... Makan dulu agar ASI nya lancar" ucap Hanifa yang menyodorkan makanan pada Dara agar sang kakak tidak lagi melontarkan pertanyaan mencurigakan padanya.
"Aku makan sendiri..." ucap Dara yang langsung mengambil sendok yang di pegang oleh Hanifa.
"Apa rencana mu selanjutnya Ra? Kamu tetap bekerja pada Oma atau melanjutkan kuliah mu yang tertunda?" tanya Bram yang duduk di samping kiri Dara.
"Aku mau kuliah sambil terus bekerja pada Oma. Tapi tunggu usia Diaz satu tahun dulu" ucap Dara yakin.
"Kamu jangan khawatir, kami akan membantu mu menjaga Diaz jika kamu mau kuliah lagi" sahut Hanifa yang diangguki oleh Bram.
...----------------...
Waktu berlalu begitu cepat.
Tak terasa kini usia Ardiaz sudah memasuki tahun keempat. Bocah laki-laki itu begitu aktif dan lincah.
Banyak yang menyukainya karena dia juga pintar sama seperti sang mommy.
Dara telah menyelesaikan program studi pendidikan jurnalistik nya. Dan saat ini ia sedang bekerja pada sebuah majalah fashion terbaik di Singapura. Meski diawal-awal ia sempat kewalahan namun berkat bantuan Hanifa dan keluarga, hal itu bisa Dara lewati dengan baik.
"Papa .... Plam....." panggil Ardiaz dengan suara cadelnya berlari ke arah Bram, kakak dari Hanifa.
"Diaz .... Jangan lari-lari...." teriak Hanifa mengejar balita tampan itu yang sedang ia suapi makanan.
" Hup.... Dapat .." sambut Bram menggendong Ardiaz.
Cup....cup ....
Ardiaz menciumi seluruh wajah Bram. Maklum saja pria dewasa yang dekat dengannya hanyalah Bram dan juga Vito yang sesekali berkunjung jika ia sedang ke Singapura untuk berlibur.
Dara selalu membatasi dirinya dalam pergaulan terutama laki-laki.
"Mama .., Oma..." sapa Bram pada dua wanita kesayangannya yang menggendong Diaz.
"Kamu sendirian, mana Lusi?" tanya Oma perihal menantunya yang dinikahi oleh Bram sekitar dua tahun lalu.
"Aku disini Oma, mama...." sahut wanita berambut panjang berwajah manis melambaikan tangannya.
"Kok lama sampainya? Kemana dulu kalian?" cecar Oma.
"Biasa... nungguin ibu Dara Jelita dulu. Tadi di bandara dia ketemu sahabat nya terus kami makan dan ngobrol lama deh...." sahut Bram memberi kode pada Mama nya.
"Cowok Ra...???" kali ini Oma yang bertanya.
"Mas Vito oma... Tadi kebetulan ketemu dia di bandara. Mas Bram dan mbak Lusi yang terlalu heboh..." sahut Dara yang kesal karena duo pasangan suami-istri itu itu seperti sedang menjodohkan dirinya dengan Vito.
"Ya nggak pa-pa loh kamu punya gandengan. Diaz kan udah besar... Buka hati kamu Ra.... Lagi pula Diaz juga kenal dengan Vito. Jadi nggak ada salahnya dicoba ndok...." nasehat Oma sambil mengelus punggung Dara yang kini sudah menjadi cucu angkatnya.
"Nanti deh Oma... Nanti Dara pikirkan" sahut Dara asal.
"Selalu gitu..." kesal Oma.
Oma tidak marah pada Dara hanya saja sebagai orang yang tahu betul perjuangan dan perjalanan hidup Dara, Oma ingin Dara mendapatkan laki-laki yang tulus dan bisa menerima masa lalunya dan pria pilihan itu jatuh pada Vito. Apalagi keluarga Oma Dewi juga sudah mengenal baik keluarga dari Vito begitu pun sebaliknya. Keluarga Vito terutama bibinya, Bu Darmi begitu menyayangi Dara dan Ardiaz.
"Jangan dipaksakan Oma... Dara itu masih trauma.." bisik Mama Indi menenangkan sang ibu.
Dara hanya diam. Jika ingin jujur, hatinya benar-benar mati rasa. Dan tak ada keinginan darinya untuk membina hubungan dengan pria manapun.
"Ayo sayang, Diaz sama mommy. Papa Bram dan mama Lusi mau istirahat" ucap Dara pada putranya yang masih menempel pada Bram.
Meskipun cemberut dan tak rela, tapi Ardiaz tetap melangkah ke arah Dara.
...----------------...
Jakarta - Indonesia
"Pokoknya Papa tak ingin dengar alasan apapun, lusa adalah tanggal pernikahan kalian. Suka tidak suka kamu akan tetap menikah dengan Reva" ucap tuan Robi Adyaksa kepada putra bungsunya, Sagara Adyaksa.
Sagara berlalu dari hadapan Papa nya. Ia bahkan membanting pintu ruang kerja Papa nya itu dengan sekuat tenaga.
Ini yang Gara tidak suka. Sudah empat tahun tapi sang Papa tetap bersikeras untuk menikahkan nya dengan anak dari sahabatnya. Entah janji apa yang Papanya buat dengan orang tua Reva sehingga apapun yang mereka minta tak pernah bisa ditolak oleh beliau.
Tuan Robi Adyaksa memijit kepalanya.
"Pa... Kenapa Papa bersikeras untuk menikahkan Gara dengan wanita yang tak pernah ia sukai. Apa yang Papa rencanakan sebenarnya?" terdengar protes dari kakak sulung Gara, Fardhan Adyaksa.
"Kamu diamlah jika tak bisa membantu apa-apa. Dan urus saja istri mu yang selalu membuat skandal dengan teman-temannya" ucapan sarkas sekaligus menyakitkan bagi Fardhan.
Fardhan tersenyum miring.
"Bukankah Renita menantu pilihan Papa. Lalu kenapa sekarang protes. Aku saja santai" sahut Fardhan muak.
"Setidaknya kamu bisa mengajari istri mu. Lagi pula kalian bahkan sudah menikah hampir lima tahun tapi tak ada tanda-tanda kalian akan memiliki keturunan. Kamu sama saja dengan Karina " balas tuan Robi.
Fardhan mengepalkan tangannya. Bukan Fardhan yang tak menginginkan keturunan tapi Renita lah yang tak ingin mengandung sama sekali. Ia tak ingin bentuk tubuhnya menjadi melar hanya karena ia hamil.
Renita adalah wanita karir yang menganut paham independen women dan tak akan pernah mau mengalah meskipun pada suaminya sendiri.
Tak jarang Fardhan lah yang selama ini selalu mengalah karena ia bosan dengan pertengkaran mereka yang terus-menerus dari waktu ke waktu.
"Pokok Papa nggak mau tahu, kamu dan Karina harus bisa membujuk Sagara agar mau menikah dengan Reva. Atau Papa akan menghancurkan bisnis adik kalian itu" ucap Papa nya yang lebih terdengar seperti ancaman.
Sama seperti yang dilakukan oleh Sagara, Fardhan juga berlalu dari hadapan Papa nya. Jika sudah mengancam begini, biasanya Papa mereka tak main-main.
Papanya bisa menghancurkan hidupnya tapi tidak hidup Sagara adiknya. Cukup ia dan Karina yang menjadi korban keserakahan dan keegoisan sang Papa.
Fardhan tidak akan membiarkan perusahaan yang dibangun susah payah oleh Sagara di hancurkan begitu saja oleh Papa mereka. Karena Fardhan tahu alasan dibalik Gara mendirikan perusahaan itu.
Setelah lulus dua tahun lalu, Sagara mendirikan sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang media cetak yang modalnya ia pinjam dari sang kakak tanpa sepengetahuan Papa mereka tentunya.
Tak disangka, berkat kerja keras Sagara, ia berhasil mengakuisisi sebuah kantor berita yang sedang mengalami kolaps.
Berkat kepiawaian dan jiwa pemimpin Sagara, ia bisa membuat perusahaan yang tadinya akan gulung tikar menjadi salah satu kantor berita terbaik. Dan saat ini kantor berita yang Sagara dirikan sedang mengepakkan sayapnya lebih luas lagi.
Tapi lagi-lagi, keegoisan sang Papa lah yang menghancurkan karir dan masa depannya. Dengan memaksa ia menikah dengan wanita yang tak pernah ia sukai sejak dulu.
to be continued.....
Jangan lupa jempolnya dan vote....
Terima kasih 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
hadehhh
pemaksaan total....
2024-08-03
0
RossyNara
pak Robi gak niat buat cari mantu yang baik hati tapi mantu yang turunnan kaya tapi mines ahlak nya baru mantu idaman pak Robi
2024-06-15
1