Pagi ini seperti biasa, Dara sedang bersiap-siap untuk ke sekolah. Hujan masih mengguyur kota sejak dini hari tadi dan belum ada tanda-tanda akan berhenti.
Ayah yang akan pergi berjualan terpaksa keluar agak sedikit terlambat setidaknya menunggu hujan sedikit reda. Jalanan pun sudah dipenuhi oleh air hingga mata kaki orang dewasa.
Dara merapatkan jaketnya dan menggenggam payung lipatnya dengan sangat erat karena pagi ini hujan disertai angin yang agak sedikit kencang.
Huft...
"akhirnya sampai juga, kelas masih sepi" gumam Dara yang melihat situasi kelas yang seperti kuburan, sepi.
Dara mengeluarkan buku-buku sekolah dan mengangsur tugas kelompok mereka yang akan dikumpulkan Minggu depan.
Tak lama berselang, Sagara muncul dari pintu masuk disusul dengan Reva yang terlihat menggandeng lengan laki-laki itu.
Dara sempat mengangkat pandangan nya dan menatap dua sejoli yang kabarnya baru saja jadian kemarin, lalu kembali menunduk menatap deretan tulisan pada buku yang ia baca hingga Hanifa datang dengan wajah cemberutnya dan mata sembab.
Dara mengernyitkan dahi, pasalnya gadis yang bernama Hanifa itu hampir tidak pernah menangis sepanjang Dara mengenalnya.
"Nanti aku ceritakan..." lirih Hanifa seolah tahu isi pikiran sahabat nya itu padahal Dara hanya menatapnya saja tak berkata apapun.
Sesuai ucapan Hanifa tadi pagi, di jam istirahat kedua sahabat karib itu memilih menepi sejenak dari bisingnya siswa yang berebut ke kantin sekolah.
Hanifa masih asik memainkan jari-jari tangannya. Belum ada tanda-tanda ia akan memulai pembicaraan dan Dara menanti dengan sabar.
Dara tak ingin memaksa gadis itu untuk bercerita, karena prinsip Dara adalah semua orang punya privasi dan jika memang Hanifa ingin menceritakan maka Dara akan siap selalu mendengarkan keluh kesah dan masalah sahabat nya tanpa memaksa.
"Papa nikah lagi ,dan mama sekarang lagi dirawat dirumah sakit sebab syok karena papa membawa pelakor itu tinggal dirumah yang sama dengan mama" akhirnya Hanifa mulai bercerita dengan suara bergetar.
Sontak Dara langsung mengalihkan pandangannya pada Hanifa. Tanpa banyak bicara Dara merangkul bahu Hanifa dan membawa tubuh rapuh itu ke pelukannya sebagai bentuk penyaluran kekuatan padanya.
Tanpa banyak bertanya,tanpa banyak memberikan komentar-komentar yang Dara rasa tak perlu karena nggak semua orang butuh pendapat orang lain.
Bagi Dara,jika memang tak diperlukan jangan pernah memberikan masukan yang hanya akan memojokkan orang lain. Cukup dengarkan saja semua keluh kesahnya dan seperti saat ini, Hanifa menceritakan semuanya pada Dara tanpa ada satu kalimat bantahan yang Dara utarakan.
"Ra... Aku harus bagaimana? Mama dan papa akan bercerai karena papa lebih memilih pelakor itu dari pada mama. Padahal mama lah yang menemani papa disaat papa lagi susah dan sakit tapi lihat apa yang dia lakukan sekarang. Dia malah selingkuh dengan pacar mas Bram. Dan kamu tahu kan mas Bram cinta mati dengan si Felly itu" ucap Hanifa dengan sisa tangisan nya.
Dara menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia takut jika apa yang akan ia katakan akan membuat situasi lebih runyam.
Dara menggenggam tangan Hanifa.
"Jika memang itu yang mama kamu inginkan dan jika memang itu yang terbaik, maka kamu dan mas Bram jangan pernah ninggalin beliau sendiri... " ujar Dara bijak.
Hanifa mengangguk. Hal ini memang sudah ia pikirkan sejak semalam dan ternyata Dara juga memiliki pendapat yang sama dengannya.
"Mama berencana akan pindah ke Singapura, kembali kerumah Oma dan melanjutkan usaha Oma disana yang sempat mama tinggalkan" lanjut Hanifa.
"Kapan kamu akan pergi? Apa nggak sebaiknya kamu selesaikan dulu ujian kita disini?" tanya Dara berusaha tenang meski hatinya tak rela kehilangan sahabat satu-satunya yang ia miliki.
"Ya... Rencananya selesai kita ujian. Kan sisa tiga bulan lagi. Kamu mau ikut aku ke Singapura Ra? Kita kuliah disana." sahut Hanifa dan ia pun mengajukan satu pertanyaan paling sulit untuk Dara jawab. Meski ingin tapi dara harus sadar diri dengan segala kondisi nya.
"nanti aku pikirkan" hanya itu yang Dara bisa ucapan saat ini.
"Thanks ya Ra ... Kamu memang sahabat terbaik ku. Meskipun kita berjauhan nanti, jangan pernah sungkan untuk selalu menghubungi ku dan kalau aku libur, aku akan mengunjungi mu" ucap Hanifa yang kini merebahkan diri pada bahu Dara.
"Kamu akan tetap jadi sahabat terbaikku hingga kapanpun, dan aku akan ceritakan nanti pada anak-anak ku jika mereka punya aunty yang baik banget dan selalu ceria" sahut Dara yang ikut menempelkan kepalanya diatas kepala Hanifa.
...----------------...
Hari-hari berikutnya kedua sahabat itu sibuk mempersiapkan diri mengikuti ujian akhir kelulusan. Tak ada waktu untuk bermain lagi.
Dara yang masih bekerja di warnet sepulang sekolah masih tetap melakukan rutinitas nya itu agar uang tabungannya cukup untuk mendaftar ke perguruan tinggi impiannya. Meski ia juga sering belajar disela-sela pekerjaan nya.
Semua murid kelas tiga sekolah Bina Bangsa telah selesai melakukan ujian akhir nasional dan sesuai kesepakatan bersama, sekolah mereka mengadakan malam puncak untuk perpisahan yang acaranya diadakan di penginapan tak jauh dari pusat kota. Setelah acara api unggun dan acara-acara puncak lainnya mereka lalui kini tibalah waktunya mereka semua beristirahat.
Sudah lewat tengah malam dan hujan kembali mengguyur dengan sangat lebat disertai angin kencang. Semua siswa serta guru-guru pendamping sudah kelelahan dan tertidur dengan pulas di kamar mereka masing-masing.
Dara yang hendak ke toilet terpaksa pergi sendiri karena tak ingin mengganggu istirahat Hanifa. Sebenarnya, ada perasaan tak enak yang sejak tadi menghampiri dirinya. Entahlah,ia juga tak tahu.
Saat Dara yang ingin kembali ke kamar nya yang berada masih satu lantai dengan toilet di pojok lantai satu, ada tangan besar yang membekap mulutnya dari arah belakang lalu menyeret tubuh mungilnya masuk kedalam salah ruangan yang terpisah dari bangunan utama villa atau lebih tepatnya di bagian belakang villa. Dara memberontak tapi tenaganya kalah kuat.
Saat tubuh Dara dibalik paksa, betapa terkejutnya ia melihat sosok yang amat sangat ia kenali kini sedang membuka kaos t-shirt nya.
"Ra... bantu gue... Cuma elo yang bisa bantu gue.." ucap laki-laki itu dengan suara parau menahan sesuatu. Keringat bercucuran dari dahinya.
"kamu apa-apaan Sagara, ngapain kamu buka baju dan kamu mabuk ya?" teriak Dara pada laki-laki itu yang tak lain adalah Sagara Adyaksa karena ada bau alkohol dari tubuhnya.
"Ra... Please..bantu gue..." Sagara lalu mendorong tubuh Dara hingga membentur dinding dan kemudian menyumpal mulut Dara agar ia tak berteriak, lalu tangan Dara diikat dengan menggunakan gesper milik Sagara.
Mata Dara melotot, kakinya berusaha memberontak namun tetap tak bisa karena Sagara menduduki pahanya. Sagara merobek pakaian yang Dara kenakan hingga sesuatu yang paling berharga miliknya terenggut paksa oleh laki-laki yang diam-diam dulu pernah ia kagumi.
Sagara melakukan nya hingga berkali-kali hingga Dara benar-benar lemas, bagian bawahnya perih, pinggang nya juga serasa mau patah. Tapi hal itu tak menyurutkan Sagara untuk tetap melakukan nya lagi dan lagi. Bahkan suara Dara pun sudah tak terdengar lagi memberontak. Dara hanya pasrah dan diam, benci,marah dan juga merasa hina bercampur dalam hatinya. Airmata bercucuran tanpa suara isakan darinya. Hujan semakin deras dan disertai petir dan guntur saling bersahutan menjadi saksi kekejaman yang dilakukan oleh laki-laki bernama Sagara Adyaksa.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Piet Mayong
lah kok cepet banget alurnya...
ampe binggung aku...
2024-07-10
1
nia perwita
sagara ini kok jahat pdhl dia pernah ditolong sm dara benar" air susu dibalas air tuba ini mh
2024-06-21
0