Matahari sudah tenggelam, pesta pernikahan sudah berakhir dan tamu undangan sudah pulang lebih awal. Yang tersisa hanyalah para pelayan yang sedang membereskan kediaman dan menatanya kembali. Adipati Ning sangat rapi dan suka kebersihan, dia akan marah jika kediaman ini masih berantakan.
Ning Ziyu memasuki pelataran bangunan di halaman belakang yang masih dihiasi kain merah. Meski lampu-lampu lilin yang dipasang di dalam lentera gantung sudah menyala, cahayanya masih belum cukup mengalahkan kegelapan yang datang semakin dalam.
Pintu itu terbuka. Ning Ziyu masuk, menutup pintu dan berbalik. Di pinggir tempat tidur, dia melihat Cheng Yao duduk dengan wajah masih tertutup kipas. Kemudian, Ning Ziyu duduk di kursi di depannya, memandangi Cheng Yao dengan santai.
Cheng Yao mulai kesal. Kipas ini sudah ada di tangannya sejak pagi. Tangannya sudah pegal, lehernya serasa kaku. Pinggangnya agak sakit. Tapi, Ning Ziyu tidak kunjung mendatanginya sejak dia masuk beberapa saat yang lalu. Karena tidak tahan, ia akhirnya menurunkan kipas itu sendiri dan menatap Ning Ziyu dengan ekspresi ditekuk.
“Apakah menurutmu itu lucu?”
Ning Ziyu berujar santai, “Apa maksudmu, Tuan Putri?”
“Kamu sudah duduk di sana selama sepuluh menit dan terus menatapku tapi tidak menyuruhku menurunkan kipasnya. Apakah kamu tahu berapa lama aku memegang kipas ini?”
“Tidak ada yang menyuruhmu tetap memegang kipasnya setelah upacara.”
Cheng Yao tahu Ning Ziyu sangat pandai bicara dan tidak mudah dihadapi. Ia menghela napasnya, menahan diri untuk tidak mengumpat kasar.
Cheng Yao turun dari tempat tidur, lalu duduk di kursi di depan Ning Ziyu. Dia menuangkan minuman ke dalam dua buah cangkir merah. Satu untuknya, satu untuk Ning Ziyu.
“Selesaikan ritualnya terlebih dahulu,” ucapnya sambil menyodorkan cangkir.
Ning Ziyu hanya menatapnya. Sebenarnya ia agak risih berada di ruangan yang sama dengan seorang wanita, tapi wanita ini adalah istrinya sendiri.
“Putri Danyang ternyata sangat mengejutkan,” ucapnya.
“Aku masih bisa mengejutkanmu dengan banyak hal lain di masa depan.”
Ning Ziyu menerima cangkir tersebut dan meminumnya dengan tenang. Sejak ia bertemu dengannya di aula pernikahan tadi, Ning Ziyu langsung tahu bahwa rumor tentangnya yang menyebar di seluruh wilayah kekaisaran sepenuhnya adalah bohong.
Putri Danyang, yang katanya pemalas, bodoh, dan nakal tidak seperti itu. Dari sorot matanya saja sudah menunjukkan bahwa dia adalah tipe pemikir yang mendalam.
Melihat dari cara dia bersikap dan berbicara, jelas kalau wanita ini memiliki karakter lain yang sangat bertolak belakang dengan pemberitaan tentangnya di luar sana.
“Orang lain mengatakan kamu sangat bodoh, pemalas, dan tidak berguna. Kamu nakal saat kecil dan sangat abai terhadap dunia luar. Sepertinya, rumor itu tidak bisa dibenarkan,” ucap Ning Ziyu setelah dia menenggak habis anggur pernikahannya. Dia dengan santai meletakkan cangkirnya di meja.
“Kamu salah. Yang dikatakan oleh orang lain tentang Putri Danyang yang bodoh, pemalas, tidak berguna, nakal, dan sangat abai adalah kebenaran. Tapi, itu adalah Putri Danyang yang ada di istana. Orang yang duduk di hadapanmu saat ini, Tuan Adipati, adalah Cheng Yao.”
Ning Ziyu mengernyit. “Cheng?”
Marga keluarga kekaisaran adalah Ye. Putri Danyang juga bermarga Ye, nama aslinya adalah Ye Yao. Sejak kapan berubah menjadi Cheng?
Apakah wanita yang menikah dengannya hari ini bukanlah Putri Danyang, melainkan seseorang yang diutus untuk memalsukan pernikahan?
Cheng Yao mengerti kebingungan Ning Ziyu. Karena dia telah memutuskan untuk menerima pernikahan dan menjadi dirinya sendiri di luar istana, maka dia tidak perlu takut akan ketahuan lagi. Dia tidak perlu pura-pura berlagak bodoh lagi untuk bertahan hidup.
“Aku tidak suka marga kekaisaran atau nama yang diberikan oleh ayahku. Jadi, aku mengubahnya sendiri. Adipati, kamu tidak akan melaporkannya kepada Kaisar, bukan?”
Ning Ziyu yakin Kaisar juga sudah tahu Putrinya ini mengubah namanya. Jadi, Ning Ziyu tidak perlu repot mempermasalahkannya di saat Kaisar sendiri tidak memedulikannya.
“Putri bercanda. Namamu adalah milikmu, aku tidak akan mencampurinya.”
Cheng Yao langsung menyunggingkan senyumnya. Ning Ziyu tertegun sesaat, menikmati senyuman indah yang baru pertama kali ia lihat.
Wanita ini, selain cantik, senyumnya juga menawan. Dia adalah kecantikan yang diturunkan dari garis keturunan kekaisaran, yang sulit ditemui tandingannya.
“Sudah aku duga, kamu adalah orang yang sangat pengertian,” ujar Cheng Yao. Ning Ziyu langsung tersadar dan menenangkan diri.
Ning Ziyu kemudian berjalan menuju tempat tidur, melepas sepatunya dan duduk di pinggir tempat tidur sambil menatap Cheng Yao. Tatapannya tenang, tapi hatinya tidak.
“Sudah malam. Putri, beristirahatlah.”
Ning Ziyu merebahkan diri di tempat tidur, telentang menatap langit-langit kamar. Kediaman ini disiapkan untuk istri sah adipati oleh ibunya dan didekorasi dengan sangat baik.
Gaya mewah namun elegan membuat kediaman ini memiliki cirinya tersendiri. Ning Ziyu tiba-tiba saja teringat pada ayah dan ibunya, dan ada sedikit kerinduan muncul di hatinya.
Saat itu, Cheng Yao menyusulnya, membaringkan diri di sisi Ning Ziyu. Setelah terdiam beberapa saat, Cheng Yao tiba-tiba bangkit dan menarik kerah pakaian pengantin Ning Ziyu.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Ning Ziyu sambil mengerutkan kening.
“Karena upacaranya sudah selesai, anggurnya juga sudah diminum, kalau begitu, Adipati, bukankah kita harus melakukan hal yang paling penting?”
“Hal penting apa?”
“Tentu saja menyempurnakan pernikahan!”
Seketika Ning Ziyu tersedak. Ia batuk karena dadanya terasa seperti dipukul dengan keras. “Aku rasa tidak perlu terburu-buru melakukannya, Putri.”
“Apa maksudmu? Sepasang suami istri yang baru menikah harus menyempurnakan pernikahan mereka!”
“Sebenarnya tidak juga.”
“Siapa bilang?”
Ning Ziyu tidak pernah menyangka Cheng Yao akan selugas ini dalam berkata dan bertindak. Dia tidak hanya tidak malu mengatakan soal penyempurnaan malam pernikahan, tapi juga tidak segan-segan mendekatinya. Demi apa, seorang Putri Danyang begitu vulgar seperti ini!
Dia tahu menyempurnakan pernikahan adalah kewajiban, tapi dia tidak buru-buru melakukannya. Mereka baru saja bertemu hari ini, menikah, dan belum saling mengenal satu sama lain.
Meski terikat tali pernikahan, melakukan penyempurnaan pernikahan haruslah didasarkan pada kerelaan dan perasaan suka sama suka dari kedua belah pihak.
Ning Ziyu belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun. Soal menyempurnakan pernikahan ini, ia rasa lain kali saja dibahas. Dia dan Cheng Yao juga sama-sama tahu kalau mereka dinikahkan karena dijodohkan Kaisar, bukan atas dasar saling mencintai.
“Putri, apakah tidak ada yang mengajarimu bahwa kamu harus bersikap sopan terhadap suamimu?”
“Justru karena kamu adalah suamiku, aku bebas bertindak semauku. Asal kamu tahu, aku menempuh perjalanan jauh kemari bukan untuk bermain-main!”
Cheng Yao mendengus dan mulai kesal. Dia sudah ditipu Kaisar untuk menikah ke Kota Feng, mendapat suami yang tidak pernah dibayangkan dan tiba-tiba menjadi istri orang.
Untung saja suaminya tampan dan muda. Jika tidak, di malam pernikahan ini, mereka tidak akan berbincang seperti ini karena Cheng Yao akan menyuruh Xiuli atau Jun Heng meracuni adipati.
“Singkirkan dulu tanganmu dari bajuku!” seru Ning Ziyu yang mulai merasa risih atas tindakan Cheng Yao.
Ning Ziyu mencoba menyingkirkan Cheng Yao dari tubuhnya, tapi ternyata tenaga wanita itu cukup besar. Rasanya ia seperti sedang mendorong seekor kerbau gemuk yang sulit bergerak.
Cheng Yao ini, sang Putri Danyang yang banyak dibicarakan orang, rupanya punya ketahanan diri seperti seorang prajurit.
Apakah dia berlatih ilmu beladiri diam-diam?
“Tidak! Aku harus mendapatkan malam pertamaku!”
“Cheng Yao, menyingkirlah dari tubuhku!”
“Tidak, Ning Ziyu, kamu harus menyempurnakan pernikahan ini!”
Keduanya bergelut di tempat tidur sambil terus berdebat. Derit ranjang terdengar hingga ke luar, membuat para bibi yang berjaga di depan pintu diam-diam tersenyum.
Mereka berpikir kalau Adipati Ning adalah orang suci, tapi nyatanya dia tidak tahan terhadap godaan. Saat ada wanita yang sudah menjadi istrinya sendiri di rumah, dia tidak bisa menahan diri.
“Putri Danyang, tolong jangan memaksa!”
“Adipati Ning, kamu ingin melanggar titah Kaisar? Bagaimana jika ada yang melapor kalau kamu belum menyempurnakan pernikahanmu setelah menikahiku?” Cheng Yao masih bersikeras dan memaksa.
Risih akan tindakan wanita itu, Ning Ziyu pada suatu kesempatan kemudian memukulnya sampai pingsan. Barulah keributan itu berhenti. Ning Ziyu mengembuskan napas lega dan lelahnya, membaringkan tubuh Cheng Yao di tempat tidur dengan hati-hati.
Dia sendiri mengambil selimut dan bantal, kemudian membentangkannya di lantai. Sebelum lilin di dalam kamar padam, ia sudah terlebih dahulu membaringkan diri di atas lantai yang dialasi selimut dan memejamkan matanya.
Putri Danyang adalah Putri Kaisar. Meskipun dia vulgar dan tidak senonoh, Ning Ziyu juga tetap harus menghormatinya.
Yah, setidaknya malam ini dia bisa menghindari malam pernikahan. Untuk malam-malam selanjutnya, sepertinya tidak akan mudah dilewati lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Daniela Whu
katax suka kebersihan, La kok malah milih tdur dilantai, memang tdk ada kursi ato sofa gitu🤔🤷♀️
2024-10-22
0
Oi Min
astaga Cheng Yao
2024-08-13
1
dnu19
putri yang bar bar /Facepalm/
2024-07-25
1