Bab 2

"Cihhh , jadi kamu tidak iklas untuk membantu keuangan di keluarga ini ? Pantas saja sudah usia setua itu kamu masih belum mendapatkan jodoh, karena kamu tidak iklas dan tukang mengungkit." Sahut ibu dengan tersenyum dengan sinis, begitu pula dengan Dela yang terlihat sangat puas ketika aku dijadikan bulan bulanan oleh ibu dan bapak.

"Bu, seharusnya ibu itu mengerti kenapa aku belum menikah di usia setua ini? Aku terlalu fokus untuk menghidupi keluarga ini dan belum lagi aku menyekolahkan adik adik ku yang tidak tahu diri, seharusnya dari dulu aku hanya memperdulikan diriku sendiri daripada memperdulikan orang yang tidak menghargai jerih payahnya sama sekali, aku benar benar sangat muak Bu !" Akhirnya aku bisa mengeluarkan semua yang menjadi beban pikiran dan sakit hatiku selama ini, jika aku terus terusan diam maka orang yang ada di dalam rumah ini akan semakin menginjak ku.

"Dihh, mengungkit terus !! Itukan sudah jadi tanggung jawab anak sulung" jawab Dela dengan enteng.

Aku pun tersenyum sinis mendengar ucapan dari Dela, anak itu benar benar tidak memiliki adab dan juga sopan santun kepada kakak yang notabene nya telah menyekolahkan dan membiayainya.

"Oh iya ?? Lalu gunanya seorang bapak di suatu keluarga itu apa? Apa tidak ada gunanya?" Mendengar kalimatku, Bapak langsung menghajarku habis habisan karena aku juga mengerti Bapak melakukan semua ini karena tersindir oleh ucapanku.

Bapak sebenar nya bekerja di perusahaan yang cukup besar, bahkan Bapak menjadi staf senior di sana , namun entah mengapa keluargaku ini sangat senang sekali merongrong ku, aku sempat berpikir apakah aku ini anak pungut?

"Sudah pak sudah , kalau terus terusan dipukul Deva bisa mati ditangan Bapak , nanti Bapak juga yang rugi." Ujar ibu menghentikan aksi Bapak, ibu terkadang menjadi penengah dan ibu juga terkadang menjadi kompor meledak untuk pertengkaran ku dan bapak.

"Besok aku akan keluar dari rumah ini, aku ingin mencari kebahagiaanku sendiri dan jangan harap aku akan memberi uang gajiku sepeserpun untuk keluarga ini."

Dengan tegas kuucapkan lagi bahwa aku akan pergi dari rumah ini, aku sudah sangat muak di beda bedakan dan uangku terasa di peras oleh mereka.

Sering kali aku sudah memberi mereka uang 80% dari gajiku, ibu atau kedua adik ku terkadang suka meminta lagi, entah dipakai apa uang Bapak sampai sampai ibu dan adik ku merasa tidak tercukupi.

"Oh ahah, kamu menantang? Jika selangkah pun kamu pergi dari sini membawa barang barang mu, maka kamu tidak akan pernah Bapak anggap sebagai anak lagi !" Ucap bapak mengancamku, ini bukan ancaman kali pertama yang dilontarkan oleh mulut bapak, dan ini juga bukan pertama kalinya aku meminta pergi dari rumah ini.

"Oh silahkan, semakin dewasa aku semakin berpikir bahwa tidak ada untungnya juga aku dianggap anak oleh kalian, jadi lebih baik aku tidak pada unya keluarga sekakian" aku menantangku balik Bapak, aku bukan Deva yang dulu, yang takut jika diancam oleh Bapak.

" Kurang ajar kamu ! Mentang mentang sudah dewasa Kamu mulai berani membantah omongan orang tua" karena aku tidak mau pusing mendengar teriakan bapak yang membuat telingaku sangat sakit, aku memutuskan masuk ke dalam kamar dan mengemasi pakaian ku.

Setelah sekitar 20 menit aku pun selesai berkemas, semua barang berharga yang ada di kamarku dibawa termasuk beberapa perhiasan yang memang aku beli dsri tabunganku, hujan terdengar sangat deras di luar, tapi aku berpikir aku akan lebih menderita lagi jika aku semakin lama di rumah ini, lalu aku mencati jas hujan ponco milikku, sekarang aku sudah siap untuk pergi membawa sebuah tas gendong dan mengenakan jas hujan.

Kriettttt

"Benar benar pergi kamu?" Tegur ibu.

"Iya ! Memangnya ibu melihat aku sedang bercanda ?" Jawab ku dengan sinis

, Ini juga kali pertama aku berbicara sinis seperti ini kepada ibu.

"Deva, fikirkan lagi, dunia diluar sana lebih kejam, dan jika kamu pergi. Siapa yang akan membayar cicilan ibu tiap minggu dan yang membayar arisan ibu tiap bulan, tolong pikirkan ibu" aku ingin tertawa terbahak-bahak dihadapan wajah ibu, berarti inu mengiginkanku untuk bertahan di rumah ini bukan berarti ibu sayang padaku, melainkan ibu pusing dengan semua cicilan, hutang hutangnya dan juga arisannya.

"Loh, memangnya anak cuman aku saja? Ada indah kan yang sudah bekerja, minta uangnya kepada indah dong buat cicilan dan arisan ibu." Ucapku menunjuk indah yang sedang mengutil kuku nya.

Meskipun indah sudah bekerja dengan jabatan yang bagus dj sebuah perusahaan karena dja sarjana, tapi indah sangat pelit kepada ibu beserta bapak, dia hanya mementingkan gaya hidupnya sendiri.

"Dihh enak aja ! Yang biasanya bayar cicilan ibu kan kamu, kok malah jadi aku, atau sudah biarkan saja dia pergi dari sini bu, lalu setiap bulannya suruh dia transfer saja uang nya untuk bayar cicilan dan juga arisan ibu." Sahut Dela memberikan ibu ide.

"Kalau dia tidak mentransfer bagai mana?" Tanya ibu, Dela hanya bisa mengangkat bahu nya.

"Gaji bapak besar bu, ibu bisa minta tolong mepada bapak, sudahlah anggap saja aku tidak ada dir rumah ini, aku pergi sekarang bu !" Lalu aku pun pergi ke luar rumah.

"Heh Deva, jangan pakai motor itu, biarkan motor itu tetap di rumah ini, akan aku gunakan untuk bekerja!"

Dela berteriak agar aku meninggalkan motor ku, padahal ini motor murni hasil aku membeli bekas dsri seorang teman, karena motor ini sebenarnya motor bekas kecelakaan yang merenggut nyawa kakak temanku, makannya saat itu temanku menjualnya dengan harga sangat murah karena jarang orang yang mau membeli motor bekas kecelakaan apalagi korbannya sampai meninggal di tempat.

"Enak saja, pakai uang gajimu untuk membeli motor, jangan hanya bisa dipakai untuk modal gaya doang" setelah mengumpat indah aku pun langsung tancap gas mengunakan motor, sebenarnya aku binggung hendak pergi ke mana, sedangkan uang cash yang ku punya hanya tinggal sisa 150.000 ribu.

"Sepertinya aku harus menjual perhiasan" lalu aku pun bergegas ke sebuah pasar yang posisinya tidak jauh dari rumah.

Setelah bernegosiasi dengan pemilik toko emas, akhirnya kalung yang ku punya laku senilai 6 juta rupiah, lumayan untuk mencari kos dan juga pegangan , toh besok juga aku gajihan.

Setelah berkeliling kesana kemari akhirnya aku juga menemukan kos kosan campur yang begitu asri di dekat pabrik tempat ku bekerja, untung saja ada sisa satu kamar yang kosong.

"Mbak, harga kos kosannya berapa?" Tanyaku lada mbak mbak penjaga kos kosan tersebut.

",5.20000 ribu perbulan" aku cukuo terkejut ketika mendengar harga kos kosan di tempat ini sangat murah, biasanya di tempat strategi seperti ini harga kos kosan nya bisa mencapai 1 juta rupiah, apalagi di dalam nya sudah ada kamar mandi dan kasur beserta lemari dan nakas.

"Jadi tidak? Halah banyak melamun tidak jelas" aku dikagetkan dengan suara mbak mbak penjaga kosan yang begitu ketus.

"Jadi, mbak" jawabku, lalu aku pun digiring masuk ke salah satu kamar kosong yang tepat berada di tengah tengah kamar yang lain.

Kosannya sangat rapi dan juga bersih, area parkit cukup luas ditambah lagi kamarnya seperti baru di cat.

"Ini mbak uang nya, makasih" lalu setelah menerima uang tersebut, perempuan itu berlalu pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata sedikitpun.

Karena pakaian ku cukup basah, aku langsung pergi ke kamar mandi dan berganti pakaian, setelah selesai mandi akupun merebahkan tubuhku di atas ranjang.

"Mulai detik ini aku akan mementingkan diriku sendiri dibandingkan orang lain, sekalipun itu adalah keluarga ku, aku tetap akan masa bodoh, toh mereka juga tidak menghargaiku" gumamku dalam hati, karena amu kelelahan aku pun akhirnya tertidur.

Srekkk

Srekkk

Aku terbangun dan melihat jam ternyata sekarang sudah menunjukan pukul 21.00, suara seperti Pisau yang sedang di Asah, membuatku terbangun dari tidur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!