"Eci ingat, jangan pernah meninggalkan dirinya sendiri."
Pesan Dewi Alkasia sebelum pergi meninggalkan pondoknya. Perisai tipis mengelilingi seluruh pondok tanpa ada celah sedikit pun. Setelah merebus obat, dia pergi dengan membawa pedang miliknya. Pedang setipis benang terlihat berkilau saat terkena cahaya. Warna biru keemasan dengan ketajaman yang tidak bisa di jelaskan. "Pedang Kaca" nama yang ia berikan setelah mendapatkan pedang itu dari kaisar langit. Rumbai biru dengan mutiara kecil berkilau di bagian atas rumbai. Menambah keindahan pada pedang. Setelah pedang itu ada di tangannya, pedang menghilang dengan sendirinya.
Di pondok, Yun Xi berusaha untuk duduk dan berdiri, mencoba semua cara agar dia bisa berjalan tanpa bantuan. Berkali-kali dia terjatuh dan bangkit lagi. Eci melihat itu hanya diam dan memperhatikan. Dia tidak pernah melihat laki-laki di hadapannya menjadi bersemangat seperti ini. Sepertinya dia mulai memiliki keinginan untuk hidup kembali.
"Jika Dewi melihat diri mu yang berusaha untuk bangkit, dia pasti akan bahagia."
Binatang itu terus terbang dan berusaha untuk membantu menopang tubuh manusia dewasa dengan tubuh kecilnya. "Aaa...jangan menyerah berdiri," teriaknya setelah tubuhnya berada di punggung Yun Xi yang hampir jatuh lagi. "Aku akan membantu," suara berat dan menekan terdengar jelas jika dia benar-benar keberatan dengan tubuh Yun Xi.
Dengan perlahan Yun Xi akhirnya berhasil melangkahkan kaki untuk pertama kalinya. Dia tersenyum bahagia, dia tidak pernah merasa bahagia untuk waktu yang lama. Perasaan di jaga dan di lindungi oleh seseorang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ini kali pertama dia merasakan semua hal baru ini. Dia mencoba beberapa langkah namun dia terjatuh.
"Aku akan membantu mu, agar kamu bisa duduk di kursi goyang yang baru Dewi beli."
Eci mencoba membantunya bangkit. Dengan dirinya yang masih ada di belakang tubuh Yun Xi, dia mencoba mendorong dan menopang. Yun Xi berjalan hingga ia sampai di kursi goyang yang ada di dekat pintu masuk. "Akhirnya kita sampai," kata Eci dengan lega.
"Kita ada dimana?" kata itu akhirnya terucapkan juga.
"Aku kira kamu tidak perduli dengan tempat ini?" kata Eci yang mulai terbang dan membaringkan dirinya di kursi yang ada di dekatnya. "Akhirnya aku bisa istirahat."
Dia tersenyum, "Bagiamana bisa langit di sini berwarna hijau?" katanya memandang keatas. Rimbunya dedaunan menyelimuti tanpa ada celah dan tertutup rapat. Yang ia binggung bagaiman bisa ada cahaya di rumah ini, sedangkan semua tertutup dengan dedaunan dan ranting.
"Ee..." Eci bingung dengan apa yang harus ia katakan. "Itu bukan langit tapi kita ada di pohon Bing yang ada di antara perbatasan dunia langit dan alam hampa. Ada perisai dari Dewi Alkasia aku tidak bisa membuka celah dari pohon. Nanti saat Dewi kembali aku akan memberitahunya agar membiarkan cahaya masuk."
"Lalu bagaimana dengan cahaya yang ada disini?"
"Ini cahaya dari Permata yang ada di sana," menunjuk kearah permata besar berwarna putih susu yang ada di ujung halaman pondok. "Jika kamu lelah aku akan berusaha untuk membantu lagi," membantu menopang dengan sekuat tenaga agar Yun Xi bisa berjalan dan beristirahat di tempat tidur.
"Tidak, aku nyaman ada disini. Sudah lama tidak duduk dengan tenang."
Dia menatap kearah dedaunan yang rimbun dan menutup seluruh pondok. Wajahnya penuh semangat dengan senyum tipis di wajahnya.
Di batas antara dunia langit dan dunia siluman, terdapat tempat yang bernama kota mati. Meski dinamakan kota mati tapi disana cukup ramai dengan para pengunjung dan pengungsian selama dua ratus tahun terakhir. Kota mati menjadi tempat yang cukup berbahaya karena tidak ada aturan yang berlaku di tempat itu. Tempat yang memiliki semua yang kamu inginkan. Namun ada barang ada harga yang harus di bayar.
Sebelum memasuki kota mati, Dewi Alkasia merubah dirinya dengan dandanan seperti orang biasa. Dia menekan kekuatan dewinya dan mencoba memakan sebuah pil yang sangat pahit. Itu adalah pil siluman, setelah menelan pil itu dia akan memiliki aura seperti siluman. Meski di tempat itu tidak ada aturan siapa yang bisa atau tidak bisa masuk. Tapi jika dia masuk dengan aura sebagai Dewi mimpi dan putri kerajaan dunia langit. Dia pasti akan mendapatkan masalah.
Gerbang batu melengkung menjadi pintu masuk kota mati. Dua penjaga kekar dengan aura yang kuat terlihat berdiri dengan wajah sangar. Banyak orang-orang berlaku lalang di tempat ini. Siluman memiliki berbagai wujud, peri yang memiliki kekuatan biasa atau yang memiliki jabatan juga datang. Tapi memang benar dengan kabar yang sudah beredar ratusan tahun lamanya.
"Tuan, aku orang baru di sini. Bolehkah aku bertanya?" Dewi Alkasia yang sudah merubah dirinya berusaha untuk mencari informasi yang berguna untuk bahan pembicaraan di pondok dengan Yun Xi dan Eci.
"Siluman?" menatap dengan tatapan yang aneh.
"Eh, aku siluman tikus."
Dewi Alkasia asal menjawab.
"Ah. Bisa asal," menengadahkan tangan kanannya.
"Tentu," mengeluarkan dua mutiara. Yang menjadi alat transaksi mereka. "Dari aku datang, aku tidak pernah melihat ada dewa atau pun dewi di sini, apa yang terjadi? setahu ku di ini tempat semua orang bisa datang dengan bebas?"
"Siluman kecil seperti mu tentu tidak akan tahu. Seribu tahun lalu ada pertempuran hebat di tempat ini. Dewa itu menghancurkan kota dengan sekali tebasan. Siluman lawannya terbunuh dengan mengenaskan. Dan dua ratus tahun lalu semenjak kota di ambil alih pengusaha siluman, dewa atau pun Dewi langit di larang masuk ke tempat ini," kata penjaga itu dengan berbisik.
"Oh. Aku tidak pernah tahu ada cerita semenarik ini," mengangguk dengan ekspresi yang mencoba memperlihatkan keterkejutan. "Kaisar langit tidak menanggapi masalah ini?"
"Tentu saja aturan ini telah di setujui oleh kaisar langit dan raja siluman. Hanya di tempat ini dua dunia bisa berbaur dengan leluasa."
"Benar, benar. Terima kasih banyak," Dewi Alkasia menambahkan dua mutiara dan membuat penjaga itu tersenyum lebih baik lagi. Setelah obrolan yang cukup panjang dia pergi dan masuk ke dalam kota mati.
Suasana hidup terlihat di sana, keramaian terlihat dengan banyak pedagang yang menjajakan jualannya dan para pembeli yang membutuhkan apa yang mereka inginkan.
"Sepertinya aku sudah terlalu lama di pondok dan menaburkan mimpi. Hingga tidak mengetahui apa pun," tersenyum menyindir dirinya sendiri yang tidak pernah perduli dengan dunia luar. Sekarang dia harus menemukan batu permata hati di pelelangan yang tersembunyi. Tempat yang memiliki penjagaan ketat dan tidak sembarangan orang bisa masuk.
Dia berjalan di sepanjang kerumunan, mencoba mencari tempat yang ia inginkan. Dia melihat tempat itu ada di ujung jalan. Rumah yang besar dengan penjaga yang berbaris mengelilingi luar rumah. Dewi Alkasia mencoba berjalan masuk dengan santai. Tapi dia di hentikan para penjaga.
"Tuan aku hanya ingin masuk dan mencoba keberuntungan."
"Siluman kecil seperti mu tidak di perbolehkan masuk," kata salah satu penjaga.
Tanpa banyak basa basi lagi dia mengeluarkan mutiara sebesar telapak tangan. Melihat itu semua penjaga terkejut dan memperbolehkan dirinya masuk. Dia masuk perlahan, dan saat sampai di dalam. Jejeran kursi tertata rapi di sepanjang halaman yang luas. Ada mimpar yang besar di depannya, sepertinya itu adalah tempat untuk para pelelang memperlihatkan barang lelangannya. Semua orang terlihat sangat rapi dengan pakaian yang mahal. Sepertinya mereka memiliki tambang mutiara di rumahnya.
Dia duduk di barisan belakang, tatapan aneh orang-orang yang melihatnya. Mungkin dalam hati mereka, bagaimana orang seperti dirinya bisa masuk? Dandanan seperti gelandangan yang tidak memiliki uang dan tidak terurus. Tapi dia tidak ingin menanggapinya, yang terpenting dia bisa mendapatkan apa yang ia inginkan.
Tidak lama seorang pria dengan tegap dan baju keemasan berjalan menuju mimbar. Dengan membawa sebuah alat yang terbilang aneh. Seperti suling tapi memiliki lubang yang jauh lebih banyak dan ujungnya runcing seperti pisau.
"Suling kematian, akan di buka dengan harga 100 mutiara" kata pria itu.
"100 mutiara," kata seorang perempuan yang ada di barisan depan.
"150 mutiara," saut laki-laki yang ada di bagian tengah.
"200," teriak perempuan itu lagi.
"200. Apakah masih ada?" pria itu melihat kesekeliling. "200 mutiara, terjual."
Hampir dua jam berlalu dan dia masih tidak melihat batu permata hati di keluarkan. Ini sudah terlalu lama. Hingga saat dia akan pergi. Pria itu mengeluarkan batu permata hati dengan kotak kaca yang menjadi wadahnya. Harga di buka dengan 500 mutiara.
"600 mutiara," teriak Dewi Alkasia.
Semua orang terkejut melihat dirinya. Mereka tidak menyangka orang yang berpakaian lusuh itu bisa menawar dengan harga yang tinggi.
"700 mutiara," pemuda yang berdiri tidak jauh dari mimbar berteriak dengan lantang.
"2000 mutiara," teriak Dewi Alkasia yang membuat semua orang terkejut. Pemuda itu diam dan tersenyum sepertinya dia sudah tidak sanggup untuk memberikan harga yang jauh lebih tinggi.
"Hebat, 2000 mutiara. Terjual," teriak pria di atas mimbar dengan semangat.
Semua orang terkejut dengan harga yang tidak masuk akal. Akhirnya Dewi Alkasia bisa membawa apa yang ia inginkan pulang ke pondok tercintanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments