Semanjak bunga Yi menyatu dalam tubuh laki-laki itu, tubuhnya kini sudah mulai bisa ia gerakkan dengan perlahan. Dewi Alkasia melihat pemulihan yang cukup besar membuatnya juga merasakan kebahagiaan.
"Aku akan membantu mu untuk bangun," kata Dewi Alkasia yang sudah bersiap untuk menopang tubuh laki-laki yang masih berbaring di ranjang.
"Tidak perlu, aku akan mencobanya sendiri."
Laki-laki di hadapannya ternyata cukup memiliki pendirian yang kuat. Tapi entah sudah berapa puluh tahun atau berapa ratus tahun tubuhnya tidak bergerak. Dia tidak akan bisa melakukannya sendiri. "Jangan bawel, aku akan membantu."
Laki-laki itu tidak menanggapi kata-kata Dewi Alkasia lagi. Dia diam dan membiarkan tubuhnya di arahkan seperti apa yang wanita di depannya inginkan. Sekarang hanya mulutnya yang bisa bergerak. Tubuhnya masih berusaha untuk memulai penyembuhan, tentu tidak akan mudah jika dia sendiri yang melakukannya.
"Pelan-pelan," berusaha menyandarkan tubuh lemah itu di bahunya. "Lihat sekarang kamu bisa duduk," ia mengunakan tubuhnya untuk menjadi sandaran. Hingga wajahnya sangat dekat dengan wajah laki-laki itu.
Eci melihat itu juga sangat senang. Usaha yang sangat besar sudah di korbankan oleh majikannya. Jika masih tidak menunjukkan hasil majikannya pasti akan merasakan sedih dan tertekan lagi. Melihat itu dia menjadi lega.
"Siapa nama mu?" kata Dewi Alkasia membuat laki-laki di pelukannya menjadi menatapnya dengan binggung. Entah dia lupa dengan namanya atau memang dia tidak memiliki nama. Dewi Alkasia atau pun Eci tidak pernah menanyakan namanya semanjak dia bertemu hingga saat ini. Dan sekarang seseorang menanyakan namanya.
"Nama?" Dia terlihat memiliki pertanyaan yang rumit di wajahnya. Entah apa yang ia pikirkan tapi pertanyaan sederhana itu membuatnya berpikir cukup keras.
"Iya, siapa nama kamu? Tidak mungkin kamu tidak memiliki nama," kata Dewi Alkasia menimpali dengan tatapan yang hampir membuat wajahnya bersentuhan dengan laki-laki yang masih ada di pelukannya.
"Aku tidak ingat."
Dewi Alkasia dan Eci terlihat kebingungan, bagaimana bisa seseorang tidak memiliki nama. Dia bahkan tidak ingat namannya sendiri. Mungkin dia sudah terlalu lama di kurung dan di siksa hingga dia melupakan identitas aslinya.
"Jika begitu, Yun Xi itu nama yang bagus. Kamu aku panggil Yun Xi saja. Bagaimana?" menatap kearah mata yang masih mencari kembali ingatannya.
"Kedengarannya bagus," laki-laki itu tidak memberikan jawaban yang pasti tapi Dewi Alkasia membuat keputusan jika laki-laki di hadapannya akan ia panggil Yun Xi.
"Dewi Alkasia itu nama yang indah," kata Eci menimpali dengan terbang berputar di seluruh ruangan.
"Jika kamu lelah aku akan membaringkan mu," kata Dewi Alkasia.
"Baik."
Dengan perlahan tubuh itu ia baringkan kembali dan mencoba untuk menambahkan energi dalam dirinya. "Besok aku akan mencoba untuk mengambil batu permata hati di perbatasan dunia siluman dan dunia langit. Eci kamu tunggu dia dan jangan pernah meninggalkannya sendirian. Aku akan membuatkan perisai di seluruh tempat tinggal. Agar tidak ada yang bisa masuk tanpa izin dari ku."
"Baik," saut Eci yang mulai mendekat. "Tapi Dewi tempat itu sangat jarang ada yang mengunjungi. Jika ada siluman yang jahat bagaimana?"
"Apa kamu lupa, aku bahkan membawa kabur tawanan raja iblis. Lalu siapa lagi yang bisa melawan ku dengan mudah di dunia ini."
Perkataan Dewi Alkasia mencoba untuk menenangkan Eci. Dia tahu jika dirinya berhasil mengalahkan raja iblis karena kekuatan yang tersegel dalam dirinya. Dan untuk mengeluarkan kekuatan itu akan membuat rasa sakit yang luar biasa. Bahkan seperti ribuan sayatan yang menusuk setiap daging di tubuhnya. Dan dia tidak ingin merasakan rasa sakit seperti itu lagi.
"Iya, Dewi memang hebat."
Eci terbang mengelilingi ruangan itu dengan sangat riang. Hingga membuat laki-laki itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Dewi Alkasia melihat senyuman itu menatap sebentar dan menyipitkan matanya. Dia tidak menyangka bisa melihat senyum dari laki-laki yang sangat dingin dan pendiam itu.
.................
Di alam Kui, pangeran keempat terlihat sudah merapikan dirinya dan bersiap untuk menemui siluman burung itu. Tapi, baru melangkahkan kakinya beberapa langkah. Wanita itu datang dengan pandangan yang dingin.
"Aku kira kamu mati tenggelam."
Kata itu terdengar sangat nyaman di telinga pangeran keempat. Terasa aneh tapi dia terlihat tersenyum gembira. Dan berkata, "Kamu menghawatirkan ku?"
"Jangan bermimpi, aku hanya tidak ingin ada orang mati di kolam pemandian yang sakral ini."
"Benarkah?"
"Kamu pergi atau tidak?" kata wanita itu dengan cukup ketus namun pangeran keempat terlihat bahagia mendengar kata-kata itu. Dalam pendengarannya kata-kata itu lebih seperti perhatian dari seorang wanita.
Wanita itu berjalan pergi dengan langkah yang cukup cepat. Pangeran keempat mencoba menyamai langkahnya. Dan mengeluarkan pertanyaan yang sudah ia nantikan semenjak pertama bertemu. "Siapa nama mu?"
"Huan Qi," kata wanita itu dengan nada biasa.
"Huan Qi, nama yang indah," pangeran keempat mencoba untuk mengorek beberapa informasi dari wanita yang berjalan di depannya. Langkahnya terlalu cepat dia tidak bisa menyamainya.
Obrolan mereka terhenti setalah sampai di ujung kebun buah pir dan apel yang sangat luas. Pohon anggur ada di sepanjang jalan menuju pedesaan kecil namun terlihat sangat indah. Warna hijau menjadi warna utama yang ia lihat. Dengan berbagai tanaman dan bunga yang sangat indah dan menyegarkan pandangannya.
"Aku tidak pernah menyangka akan menemukan tempat sehidup ini di dunia siluman."
"Berwawasan sempit," Huan Qi tersenyum dengan tatapan yang tidak percaya ada orang sebodoh ini dan tidak memiliki pengetahuan sama sekali.
Pangeran keempat tidak bisa memalingkan pandangan kearah perkampungan kecil dengan keasrian yang luar biasa. Dia berjalan dengan cukup cepat dan terkadang berlari kecil seperti anak-anak.
"Peri Huan," seseorang dari arah belakang menyapa dengan suara lembut. Peri Huan tersenyum menanggapi sapaan itu.
Pria cukup tua dengan tongkat di tangannya terlihat masih segar dan bersemangat.
"Peri?" pangeran keempat terkejut mendengar kata itu. Dia tidak menyangka jika wanita itu adalah peri. Tapi bukankah peri hanya ada di dunia langit. Lalu apa yang ia lakukan di sini. Bahkan siluman dan peri bisa berbaur dengan nyaman di alam Kui ini. "Aku kira kamu siluman seperti ku?"
Wanita itu tidak menanggapi pertanyaan pangeran keempat dia hanya tersenyum dan berlalu pergi berjalan bersama dengan pria tua itu. Dengan cepat pangeran keempat tidak ingin tertinggal dia berlari mengejar dan melupakan kebingungannya untuk sesaat.
Di sebuah pondok yang sederhana namun terlihat rapi dan indah. Pangeran keempat duduk dengan nyaman dan melihat peri Huan masih saja berbincang dengan pria tua itu. Dia ingin mendekat tapi tidak berani, mungkin saja mereka sedang membicarakan sebuah rahasia. Dia takut akan menganggu dan hanya diam dengan tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments