Joshua Berulah

Zidan menoleh cepat. Jika ia kepergok orang lain menggunakan kekuatan sihir, ia akan menghilangkan ingatan orang itu.

"Zora, kamu mengagetkanku!" pekik Zidan hampir saja melenyapkan ingatannya. Zidan menurunkan tangannya.

"Kak Adam," Zora termangu menyaksikan kebahagiaan sang kakak yang kini bisa berjalan lagi.

Zora sontak memeluk Zidan, "Kak Zidan, terima kasih sudah mengembalikan senyum kak Adam. Sudah 3 tahun kami terpuruk oleh keadaan dan sekarang kamu mengubah semuanya."

Zidan mengukir senyum, "Itu tidak seberapa. Sudah tugasku sebagai pelindung dan akan terus aku lakukan."

Zora setengah berlari menghampiri Adam. Adam terlihat berseri. "Zora, lihatlah! Aku sudah bisa berjalan lagi! Kakiku sudah sembuh!"

"Syukurlah Kak, ini suatu keajaiban."

"Iya," lalu Adam berteriak sekeras - kerasnya hingga membuat tuan Rasimoon dan nyonya Rasuna setengah berlari untuk melihat apa yang terjadi.

Kedua orang tua itu terpaku menyaksikan suatu keajaiban yang sudah lama mereka tunggu.

"Adam, kakimu?" Rasuna sampai berair sudut matanya merasakan bahagia melihat sang putra kembali ceria.

Rasimoon sendiri mengucap banyak syukur pada sang pencipta karena putranya telah sembuh dari kelumpuhan dan tidak perlu menggunakan kursi roda lagi.

Selama hidup bersama Zora ada saja perubahan yang Zidan rasakan seperti sekarang, gampang terharu. Seolah Zidan menjadi manusia dalam arti manusia yang sesungguhnya.

Karena Adam sudah sembuh dan sesuai kesepakatan di awal, kekuasaan tertinggi di perusahaan Adidas akan dipegang oleh putra sulung.

Suatu hari ketika Rasimoon, Adam dan Zidan tengah duduk santai sambil bermain catur. Rasimoon membuka obrolan.

"Adam, kamu sudah siap untuk kembali memimpin perusahaan?" tanya Rasimoon yang sebenarnya ia sudah merasa tenang dengan keadaan yang sekarang. Tapi, Rasimoon sudah berjanji dan itu harus ditepati.

Menyikapi hal ini Zidan bersikap biasa saja. Toh, kedudukan tidaklah penting baginya.

"Dadd, aku hargai keputusan Daddy menawariku untuk kembali di Adidas. Tapi, sepertinya aku merasa tidak nyaman dan akan terkesan aku menikung saudaraku dari belakang. Aku putuskan untuk menolak. Aku menjadi bawahan saja. Biarkan Zidan yang tetap menjadi pemimpin." ujar Adam dengan bijak.

Rasimoon sampai tak percaya dengan sikap Adam yang sudah banyak berubah. Tidak egois dan mau menghargai seseorang.

"Adam," Rasimoon sangat bangga dengan keputusan yang Adam ambil.

"Baiklah. Jika itu sudah menjadi kehendakmu. Semoga kalian berdua bisa bekerja sama untuk meningkatkan kinerja Adidas baik di masa sekarang atau pun di masa depan. Mengingat persaingan bisnis semakin ketat."

Adam tersenyum ke arah Zidan. Begitu pula sebaliknya.

...****************...

Hari ini ada meeting diantara klien. Adam dan Zidan sudah mempersiapkan dokumen yang akan dipresentasikan. Mereka berdua terlihat berjalan beriringan menuju lift.

Zidan terpaksa harus menghentikan langkahnya untuk menjawab telepon dari Zora. Adam menuju ruang rapat seorang diri.

"Hallo, Kak Zidan !"

"Ya, hallo Zora, ada apa?"

"Boleh siang nanti aku mengunjungimu di kantor?"

Zidan tak perlu mempermasalahkan hal ini, seharusnya Zora juga tak perlu meminta izin padanya. Dia bisa sesuka hati datang dan pergi jika ingin ke perusahaan Adidas. Dan tanpa berpikir panjang Zidan menjawab, "Ya, datanglah!"

Zora merasa senang setelah mendapatkan izin dari Zidan dan sebelum berangkat ke kampus, ia akan memasak lebih dulu dan akan mengantar bekal itu siang nanti.

Bibi May memergoki Zora sedang berada di dapur. "Non Zora perlu bantuan?" tawarnya dengan senang hati.

Zora menggeleng cepat, "Ah, tidak perlu Bik!"

Bibi May melakukan pekerjaan yang lain. Saat Bibi May tanpa sengaja melihat non Zora tidak memegang pisau dan hanya menatap berbagai bahan dapur. Seketika bahan dapur itu berubah menjadi olahan makanan yang sudah matang. Bibi May menggosok matanya seperti salah lihat. Zora hanya mengayunkan telunjuk seketika itu piring dan sendok melayang ke udara. Bibi May memekik dan langsung pingsan.

Zora menoleh cepat, "Bibi May, dia pasti tahu aku mengunakan kekuatan sihirku!" Zora segera membangunkan bibi May. Menepuk pipi dan memijat ujung jempol kakinya.

Bibi May sadar. "Ada hantu! Tiba - tiba, piring, sendok bisa terbang!" cerocosnya begitu bangun.

'Tuh bener kan, dia pasti lihat semuanya tadi. Lain kali aku harus berhati - hati.'

"Hantu? Mana Bik?"

"Ada, di sana!" Bibi May menunjuk dekat kompor.

"Ah, Bibi pasti mengarang. Sudahlah, ayo bangun!" Zora membantu pembantu itu untuk berdiri.

Sementara di perusahaan Adidas terlihat dari jauh, Joshua memantau pergerakan Zidan. Zidan sudah mematikan ponselnya lalu memasuki lift untuk sampai ke ruangan CEO yang ada di lantai 5.

Kesempatan yang bagus ini Joshua pergunakan untuk memberi pelajaran pada Zidan.

Joshua segera berlari kebagian pengaturan lift. Ia dengan sengaja memutus kabel agar Zidan tidak bisa mengikuti rapat. Dengan begitu citra Zidan akan terlihat buruk dimata para dewan direksi.

Zidan terpaku sejenak. Merasakan lift berhenti dan itu membuatnya tak terlalu panik. Untuk apa juga panik, ia kan Siluman.

Zidan mengeluarkan tongkat sihirnya lalu mengayunkan ke atas lift. Detik berikutnya lift kembali normal. Lift menuju ke lantai atas.

Zidan melangkahkan kaki menuju ruangan rapat. Joshua yang sedang mengepel lantai tampak bersiul - siul bahagia. Ia pikir rencananya berjalan lancar. Nyatanya ditengah mengepel ia melihat sepasang sepatu berdiri tepat di depannya.

Joshua ingin mengumpat siapa yang berani mengotori lantai yang baru saja ia pel.

Sorotan mata Joshua bergerak naik dari ujung sepatu hingga melihat wajah pemilik sepatu ini.

Kedua mata Joshua membelalak lebar. "Tidak mungkin!" pekiknya tak percaya.

"Lain kali kerjakan lebih awal!" hardik Zidan dan berlalu melewati Joshua yang masih melongo.

Joshua segera mengakhiri pekerjaannya dan mengecek sendiri keadaan lift. "Bagaimana bisa lift ini berfungsi sementara aku tadi sudah memutus kabel lift." Joshua beranjak dari sana menuju kotak kabel. Kedua matanya membola sangking tak percaya. Ia melihat semua kabel dalam keadaan utuh. Joshua mengangsurkan tubuhnya ke lantai. "Tidak mungkin. Aku yakin tadi sudah memotong dengan gunting ini." Joshua menatap gunting yang ia ambil dari kantong bajunya.

Mendadak kulitnya merinding. "Jangan - jangan, ada hantu...!" teriak Joshua dan berlari meninggalkan tempat itu.

Selesai meeting Zidan dan Adam mengobrol santai di ruangan CEO.

"Kamu sangat cerdas, Zidan! Terlihat saat penyampaian materi tadi semua orang langsung paham dengan rencana kerja perusahaan kita. Bahkan pertanyaan sulit pun kamu mampu memberikan solusi. Dulu kuliah di mana?" tanya Adam penasaran.

Zidan tampak berpikir. Jika di negaranya ia hanya belajar sampai jurus pengendali waktu. Itu pun juga belum sempurna lantaran sang guru tiba - tiba meninggal. Lantas ia harus menyebutkan apa pada Adam.

Seketika pintu ruangan terbuka. Zora seolah menjadi penyelamat baginya.

"Zora!" seru dua pria tampan bersamaan.

"Kalian sudah pada makan siang belum?"

Kedua pria itu menggeleng, kompak lagi.

"Nih, aku bawakan makanan!" Zora mengeluarkan semua bekal yang ia bawa dan menjejernya di atas meja panjang.

"Wah, sepertinya enak! Kamu beli di mana?" tanya Adam tapi terdengar suatu ledekan bagi Zora.

"Beli ? Masak sendiri kali...!" cibir Zora.

Adam tertawa lebar. "Kamu bisa masak? Enak nggak tuh!"

Zora mengabaikan sang abang dan sibuk menata piring Zidan. Ia berbisik. "Aku tadi hampir ketahuan bibi May."

Zidan mengernyitkan dahi dan ia langsung bisa menebak jika Zora tengah mengunakan kekuatannya untuk memasak. Zidan tidak melarang Zora menggunakan kekuatannya, justru itu artinya pecahan kubah matahari bisa terkontrol dengan baik. Karena jika disalah gunakan akan menimbulkan bencana besar, Zidan sendiri juga tidak tahu bencana apa itu.

Adam begitu menikmati makanan yang dibawa adiknya, "Enak, Zor! Lain kali bawakan aku masakan yang seperti ini ya!"

"Ogah! Aku kesini kan niatnya buat bawahan bekal kak Zidan."

"Makanya cari pacar biar ada yang merhatiin!" ledek Zora yang membuat Adam manyun.

Setelah makan siang selesai, Zora pamit pulang. Karena tidak ada pekerjaan lain, Zidan pun memutuskan untuk ikut pulang.

...****************...

"Bagaimana dengan pecahan kubah matahari yang ketiga ?" tanya Xelon pada putranya.

"Aku belum menemukannya, Ayah." sahut Leo.

"Dasar bodoh! Aku tidak perduli apa pun yang terjadi kamu harus menemukan pecahan yang terakhir! Pergi ke bumi dan menyamarlah menjadi manusia." Xelon tampak murka.

"Baik, Ayah." Leo tetap menunduk.

Xelon meninggalkan singgasana.

Leo meminta anak buahnya untuk ikut ke bumi.

Kilatan petir menyambar di tengahnya siang. Lingkaran hitam terbentuk di langit. Leo beserta anak buahnya datang ke bumi lagi. Ia bisa mendeteksi bau Zidan.

Dari serentetan mobil yang berlalu lalang di jalan besar, ia melihat Zidan.

Leo mengayunkan tangan hingga telapak tangannya keluar kilatan dan ia arahkan ke mobil yang dikendarai Zidan.

"Kak Zidan, awas!" pekik Zora.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!