Sebelumnya aku kasih tau ya, aseekkk.🤭🤭
Di cerita ini juga, nampaknya kita akan mengenang sosok juru kunci Gunung Merapi yang telah tiada. Almarhum Mbah Maridjan, sosok fenomenal yang meninggal dunia pada Oktober 2010 silam. Yang di disebabkan, meletusnya Gunung Merapi di tahun tersebut.
Aku dapet cerita ini dari gulu-gulu, dari beberapa orang yang berbeda-beda. Ada 1 cerita dari satu orang, yang aku jadiin untuk 2 cerita. Sesuai dengan tempatnya, ga semua tempat sih. Selamat menikmati, semoga feel nya dapet ya.🤗🤗
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kini semua murid dan panitia sudah ada di kaki Gunung Merapi, seperti biasa mereka menemui juru kunci gunung tersebut yang bernama bapak Kliwon Suraksohargo Asihono. Yang kerap di panggil atau di sapa, dengan panggilan mas Asih.
Seperti yang biasa dilakukan, tentunya mereka meminta ijin sebelum memasuki kawasan tersebut. Karena tentunya kalian tau sendiri, di setiap tempat ataupun Gunung. Pasti memiliki juru kuncinya masing-masing
SRAAAASHHHH
Entah kenapa, kesepuluh saudara kembar tersebut, merasakan hal yang berbeda saat angin berhembus cukup kencang.
"Sebelum kita naik ke atas, sebaiknya kita kembali membaca doa."
Suasana pun langsung terasa hening, perasaan berebeda lagi-lagi di rasakan oleh mereka.
'Apa kalian merasakannya?' tanya Anin
'Ya, sebaiknya kita berdoa terlebih dahulu. Memohon perlindungan, selama di perjalanan sampai puncak.' jawab Haidar yang paham dengan apa yang di rasakan Anin. Mereka pun dengan khusuk membaca beberapa surat, memohon perlindungan kepada Allah.
"Selesai, kalian siap?" tanya guru mereka. Di setiap kelompok juga, akan ada satu guru yang jadi pembimbing.
"SIAAAPP"
"Mohon bantuannya mas Asih" ucap pak Guru
"Monggo monggo, yang penting sampean-sampean jangan berbicara sompral, jaga sikap sampean, jangan ambil apapun dari Gunung Merapi ini, dan jangan sampai kalian terpisah dari rombongan." ucap mas Asih
Semua murid mengiyakan dan satu per satu grup, mulai masuk kawasan dan naik ke Gunung Merapi.
Mereka mulai jalan setapak demi setapak, pendakian berjalan tenang dan tanpa halangan berarti. Sampai di pos bayangan, mereka beristirahat sebentar. Pos bayangan sebelum pos satu ini tidak terlalu luas. Sisi kirinya yang langsung berhadapan dengan jurang ditumbuhi pohon-pohon besar. Sementara itu, di sisi kanan adalah tebing pendek dengan tanaman menjalar. Di sisi kanan ini ada semacam pos ronda yang terbengkalai. Membuat suasana jadi singup. Namun, tempatnya memang teduh dan sangat sejuk. Enak sekali untuk duduk dan selonjoran.
Satu per satu grup, mulai bangkit dan melanjutkan kembali perjalanan. Ada satu kejadian, yang membuat beberapa orang di grup Yas dan Anisa terkejut.
Yaitu beberapa temannya yang tidak tau cerita mengenai mbah Maridjan, ternyata berpapasan dan menyapa beliau.
Jadi... Setelah beristirahat sebentar, grup Yas dan Anisa melanjutkan perjalanan. Baru beberapa langkah, dua orang teman grup mereka terdengar menyapa seseorang di sebelah kanan rombongan. Ternyata, di sana, berdiri almarhum Mbah Maridjan sambil tersenyum. Mereka sama sekali tidak sadar kalau Mbah Maridjan ikut naik kalau saja kedua temannya itu tidak menyapa beliau.
"Selamat pagi menjelang siang mbah" sapa temannya tersebut, mbah Maridjan mengangguk dan tersenyum
Awalnya mereka yang tau, terkejut bukan main. Karena mereka tau, bila Mbah Maridjan sudah meninggal dunia. Namun Anisa memperingatkan mereka, bila semua akan baik-baik saja. Setelah mendengar Anisa berbicara seperti itu, lambat lau mereka pun mulai tenang.
"Tenang, beliau hanya ingin menjaga kita. Jadi tolong patuhi, apa yang di ucapkan oleh mas Asih sewaktu di bawah. Jangan berbicara sompral dan jaga sikap kalian." ucap Anisa, teman-temannya pun mengangguk
Yang pasti, mereka merasa “ditemani” Mbah Maridjan. Rasanya jadi lebih tenang saja. Mereka pun berpikir positif, kejadian itu merupakan pertanda baik. Namun ternyata sebenarnya, beliau memperingatkan grup mereka dan juga yang lain. Apalagi, jalur Kinahrejo itu sangat menguras tenaga.
Sebelum mereka berangkat, Yas masih ingat betul, Mbah Maridjan berkata, “Nanti saya susul,” dalam Bahasa Jawa. Sekali lagi, beliau berkata sambil tersenyum. Grup mereka pun balik tersenyum dan jalan lagi. Yas dan grupnya pun berjalan dengan hati tenang, mereka melanjutkan penanjakan tersebut.
.
Setelah itu, perjalanan terbilang lancar. Pos satu Sri Manganti, pos dengan gapura besar mereka lewati. Beberapa waktu kemudian, mereka sampai di pos dua Rudal. Yang membuat mereka kaget adalah Mbah Maridjan sudah sampai di sana!
Sebuah pemandangan yang tidak biasa. Membuat teman-teman grup Yas dan Anisa kagum, sekaligus merasa merinding. Bagaimana bisa, seorang sepuh, berjalan mendahului mereka sampai di pos dua. Padahal, mereka berangkat duluan. Akal sehat mereka menyimpulkan bahwa mungkin saja ada jalur pendakian lain. Namun, kok rasanya malah nggak masuk akal karena setahu Yas tidak ada jalur lain selain jalur hutan yang lebat.
Mereka, lebih tepatnya Yas dan Anisa hanya mengobrol singkat saja. Setelah itu, Mbah Maridjan memberikan beberapa nasihat, terutama hati-hati ketika melangkah. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan. Alhamdulillah, proses pendakian kala itu berjalan dengan lancar.
Mereka selamat, sampai puncak.
Yang membuat aneh adalah, kenapa mereka bisa melihat sosok legendaris tersebut. Apakah karena adanya Yas dan Anisa?
.
.
Mendaki Gunung Merapi itu sejatinya tidak terlalu lama. Kalian bisa mulai dari pagi, lalu sore sudah kembali ke basecamp.
Ada sedikit rasa janggal terasa di “jembatan setan”. Sebuah lokasi yang terbentuk dari pasir, di mana kanan dan kirinya adalah jurang. Salah satu lokasi paling berbahaya bila kalian mendaki dari jalur Kinahrejo, apalagi kalau malam dan turun hujan. Grup Adicandra dan Kalila, merasakan hawa yang berbeda.
Kini mereka berada di perjalanan kembali turun
Sampai di pos empat Mimbar, salah satu teman grup Kalila mengeluh sakit di bagian punggung bagian bawah dekat tulang ekor dan tengkuk. Lantaran tidak terlalu terburu-buru, mereka memutuskan untuk berhenti. Namun, teman mereka yang bernama Reza ini menolak. Dia tidak mau dianggap beban mengingat ini kali pertama dia ikut naik ke Gunung Merapi.
"Pak, Candra.. " panggil Reza
Mereka berdua pun berhenti dan berbalik ke belakang, menatap Reza.
"Punggung saya kok sakit" ucap Reza
"Kalau begitu, sebaiknya kita istirahat saja terlebih dahulu." saran Kalila
"Tidak tidak, sebaiknya kita melanjutkan perjalanan ini. Jangan karena aku, kita jadi terlambat untuk kembali." jawab Reza seraya meringis sakit, Kalila pun menatap Adicandra.
Adicandra, menyarankan yang lain untuk mengikuti kemauan Reza dan mereka pun kembali berjalan perlahan.
Menjelang pos dua, sebetulnya Reza semakin tidak kuat. Dan, Kalila melihat dia menahan rasa sakit. Baik Adicandra, maupun Kalila mungkin sudah merasakan ada yang janggal dan perlu kewaspadaan lebih dari rombongan. Adicandra pun membisikan sesuatu pada panitia yang menjadi pembinanya
"Ada yang ikut Reza pak, dari tadi mencoba masuk. Tolong jangan panik dan tetap berpikir jernih. Waspada saja. Nanti di pos satu kita istirahat, tapi jangan bermalam di Gunung Merapi."
Panitia tersebut yang mungkin, merupakan pengalaman pertama mendaki untuknya. Malah jadi kepikiran, apalagi saat Kalila mengatakan
"Yang ngikut Reza itu pocong, kepalanya terpuntir ke belakang. Sepertinya bukan asli dari Gunung Merapi." ucapnya
Guru itu terus saja, melihat ke arah belakang Reza. Ia semakin merasa tak nyaman, mungkin bisa di bilang bila kini ia merasa ketakutan.
Adicandra menghembuskan nafasnya agak kasar, sepertinya ia telah salah memberi tahu masalah Reza pada gurunya tersebut.
...****************...
Jangan lupa like, komen, gift, vote, dan masukin ke dalam favorit.... 🥰🥰🥰
...Happy Reading All💓💓💓💓...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Land19
ko bisa kek gitu ya🤔🤔🤔
2025-01-02
1
Oi Min
knp si poci kepala nya melintir?? apa habis gelud ma poci laen??
2024-09-09
1
Eli Elieboy Eboy
𝚗𝚐𝚎𝚛𝚒𝟸 𝚜𝚎𝚍𝚊𝚙
2024-07-20
1