Bab 5

Semua orang menoleh pada asal suara. Arga berdiri ujung tangga, dengan koper ditangannya. Ia menatap tak bersahabat pada Galih.

Galih yang mendapat tatapan, hanya bisa bersembunyi di belakang Mami Sita. " Nyonya Mami, Galih takut." Adu Galih.

" Arga sudah! Kamu ini seperti anak kecil saja." ujar Mami Sita.

" Tapi Mi-"

" Nggak ada tapi-tapian, sekarang kamu berangkat, atau jabatan Ceo akan Mami berikan pada Jefan!" ancam Mami Sita.

" Iya, iya. Aku nggak mau posisiku digeser oleh sepupu laknat itu! Cukup bocah ini yang menggeserku dari hati Mami," Arga langsung pergi sambil menarik kopernya.

" Eh, kenapa dia jadi seperti bocah saja. Dengan Galih saja dia cemburu, apalagi kalau aku akan menikah lagi. Bisa kejang-kejang itu anak," ujar Mami Sita geleng-geleng kepala.

" Nyonya Mami, kenapa Tuan Agra sangat galak?" tanya Galih.

" Arga, Galih. Bukan Agra, dia itu tidak galak. Hanya saja dia belum kenal sama kamu." sahut Mami Sita.

" Oh, kalau gitu nanti Galih ajak kenalan Tuan Agra-nya."

" Arga, Galih." Mami Sita merasa gemas dengan Galih. Ia bahkan sampai mencubit pipi tembem Galih.

" Iya, Ag-, hm, Arga." ujar Galih sambil mengerutkan dahi seperti orang yang sedang berfikir keras.

" Memangnya kamu berani, ngajak Arga kenalan?" tanya Mami Sita membuat Galih tersenyum menunjukkan deretan giginya.

" Enggak, tapi nanti minta ditemenin Papa aja." ujar Galih cengengesan.

 

Malam hari dikediaman sederhana Ayumi. Ayumi dan Desi tengah menikmati makan malam mereka. Ayumi merasa sangat beruntung memiliki Desi. Disaat ia merasa sendiri, ada Desi yang membuatnya kalau ia tak sendiri didunia ini. Apalagi saat pertama kali Ayumi mengetahui dirinya tengah hamil, ia ingin menggugurkan kandungannya, karena ia merasa tak sanggup untuk menghidupinya, apalagi mengingat siapa ayah dari anak yang ia kandung. Tapi Desi menasehatinya, dan memberikannya dukungan untuk mempertahankan kandungannya.

 Desi merupakan anak korban broken home. Ibu dan Ayahnya telah berpisah sejak tujuh tahun lalu. Ayahnya yang seorang pemabuk, dan suka kdrt, membuat Ibunya Desi tak kuat hidup bersama dengan ayahnya.

Desi ikut Ibunya, dan sedangkan kakaknya ikut sang Ayah. Karena hidup serba kekurangan dengan sang Ibu, membuat Ibunya sakit-sakitan. Dan akhirnya sang Ibu meninggal dunia.

Karena sama-sama tak memiliki keluarga, Ayumi dan Desi bisa saling mengerti satu sama lain.

" Kak Ayumi mau ngapain?" tanya Desi, saat melihat Ayumi beranjak dari duduknya.

" Aku mau bersihin bekas makanan kita." sahut Ayumi.

" Nggak usah kak, biar aku aja. Ini tuh udah tugas aku kak, aku udah numpang tinggal disini sama kak Ayumi, jadi aku harus tau diri." ujar Desi, ia merebut piring bekas Ayumi dari tangannya.

" Bisa nggak sih, kalau nggak bahas soal tau diri? Aku juga ngerasa nggak tau diri terhadap kamu. Kamu bantu aku diwarung, tapi aku nggak pernah ngasih kamu gaji." ujar Ayumi tak enak hati.

" Enggak kayak gitu juga kak, konsepnya. Intinya kita harus saling bantu, kakak bantu aku ngasih tempat tinggal, dan aku bantu kakak diwarung." ucap Desi.

" Iya, iya. Pokoknya aku berterima kasih banget sama kamu." Ayumi memeluk Desi. " Akhirnya, aku punya adik juga. Dari dulu aku udah pengen banget punya adik." ucapnya lagi.

" Em, kak. Aku rasa kak Rendi itu suka deh sama kak Ayumi. Dan dia itu kelihatannya tulus sama kakak. Menurut kakak gimana? Kakak tertarik juga nggak, sama kak Rendi?" tanya Desi.

" Aku sangat tak pantas jika bersanding dengan Rendi. Mengingat keadaanku yang seperti sekarang. Lagi pula, aku nggak berniat mencari pasangan lagi. Aku akan fokus mengurus si kembar." sahut Ayumi yakin.

" Aku akan mendukung apapun keputusan kakak. Asalkan itu adalah pilihan terbaik."

Karena malam semakin larut, keduanya memutuskan untuk segera tidur. Sebab mereka harus terbangun pagi-pagi untuk menyiapkan masakan untuk dijual.

Kamar Ayumi dan Desi terpisah, kamar Ayumi berada di sebelah kanan, dan kamar Desi berada disebelah kiri depan, dekat dengan pintu keluar.

Disaat tengah asyik menyelami alam mimpi, tiba-tiba Desi mendengar suara sebuah ledakan.

" Suara apa itu ya? Nggak mungkin suara ledakan gas kan?!" ujar Desi panik, ia langsung keluar dari kamar menuju dapur.

Sesampainya didapur, ia langsung celingukan. Dan saat hendak mendekat pada tabung gas, tapi tanpa sengaja ia tersandung kaki meja.

" Aw, aw, aduh! Sejak kapan sih, ini meja ada disini!" kesal Desi, ia berjongkok mengusap jempol kakinya yang berdenyut dan memerah.

" Kamu gimana sih, main bawa aja! Bukannya diperiksa dulu,"

" Maaf Tuan,"

Samar-samar Desi mendengar suara seseorang diluar rumah. " Siapa ya, apa jangan-jangan ada maling? Wah, nggak bisa dibiarkan nih!" ujar Desi.

Desi mengambil sapu, dan memegang gagang sapunya dengan kuat. Perlahan ia berjalan mengendap-endap keluar, menuju pintu rumah. Dan dengan hati-hati dia memutar kunci. Satu tangan yang memegang sapu, sudah ia angkat sampai dikepala, dan bersiap untuk memukul. Dan satu, dua, tiga...

Bugh, bugh,bugh.

" Dasar maling! Pergi kau maling, berani-beraninya kamu maling disini!" Desi memukul seseorang dengan membabi buta.

" Aw, aw. Sakit woy, stop!" ucap pria tersebut, ia berusaha menangkap gagang sapu yang terus memukulnya, namun ia selalu gagal. Karena Desi menggerakkan gagang sapunya dengan lincah.

" Aku nggak akan berhenti! Dasar maling!" geram Desi.

" Hei, stop bocah!"

Tiba-tiba Desi merasakan leher baju belakangnya ditarik seseorang.

" Lepas! Oh, pasti Om teman maling itu kan?!" tanya Desi sambil menunjuk Tom yang terduduk ditanah.

" Bukan, kami ini bukan maling." elak Arga.

" Terus kalau bukan maling, apa dong namanya? Pencuri?!" geram Desi sambil menunjuk sendal jepit yang dipakai Arga.

Sendal milik Ayumi, yang berwarna pink bermotif bunga-bunga. Dan terlihat sangat tak muat dikaki besar Arga.

" Oh, ini saya cuma pinjam. Karena sendal saya tadi putus, dan sepatu saya tertinggal di mobil." sahut Arga.

" Halah, alasan. Cepat lepas sendalnya!" perintah Desi, sembari memukul kaki Arga dengan gagang sapu yang masih ia pegang.

" Aw! Iya, iya. Nggak usah mukul segala!" bentak Arga, ia menatap tajam Desi.

" Biasa aja natapnya Om, mau matanya aku colok juga pakai gagang sapu ini?" ancam Desi, sembari mengambil sendal milik Ayumi dari tangan Arga.

Sontak Arga memejamkan matanya, " Dasar bocah ini, pengen aku cekik rasanya!" geram Arga, hanya ia ucapkan dalam hati.

" Hei, bocah! Jangan kurang ajar ya sama kami berdua, apa kamu tidak tau kami ini siapa?" ujar Tom.

" Enggak! Nggak tau, dan nggak mau tau!" tegas Desi.

" Dasar bocah! Ayo Tuan, kita lanjutkan jalannya. Ini, Tuan pakai sendal saya saja." ajak Tom.

" Terus, kamu pakai apa?"

" Saya nyeker aja Tuan, lagi pula penginapan kita sudah tak jauh dari sini."

Tom dan Arga pergi meninggalkan Desi, yang masih memperhatikan mereka berdua sambil berkacak pinggang.

" Gila itu bocah, rasanya sakit semua badanku ini. Wajah tampan seperti ini, masa dibilang maling? Dasar orang kampung!" Tom menggerutu dalam hati. Sesekali ia menoleh kebelakang ke arah Desi.

Sesampainya di penginapan, Tom kembali terkena omelan sang Bos.

" Iya Tuan, maaf. Lain kali saya akan memeriksa dahulu sebelum di pakai." ujar Tom.

" Gara-gara ban mobil pecah, saya jadi di tuduh maling. Apesnya lagi, dituduh maling sendal pink motif bunga dan kekecilan lagi!" omel Arga.

" Iya Tuan, maaf. Lain kali saya tidak akan mengambil barang tanpa izin lagi." Tom hanya bisa meminta maaf, dan menundukkan kepala.

" Hm, kamu urus mobilnya dulu. Saya mau tidur, udah ngantuk banget." ujar Arga sesekali menguap.

Tom geleng-geleng kepala, " Dasar Pangeran tidur!"

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

wah ternyt Arga berada di kota yg sama dgn Ayumi

2024-04-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!