Menara Sihir

Brisella mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya, mencoba menggiring diri ke dalam ketenangan. Gadis itu khawatir membuat Cassis cemas, jadi dia mengusap punggung Cassis sebagai isyarat bahwa dia baik-baik saja.

“Kak, aku tidak apa-apa,” ucap Brisella, suaranya terdengar bergetar.

“Syukurlah.” Cassis melepaskan pelukannya. “Sekarang kita pindah dulu ke tempat yang lebih aman. Lalu aku akan menyelidiki penyebab ledakan ini.”

Brisella segera dibawa ke tempat yang jauh dari lokasi ledakan. Sejujurnya, Cassis bertanya-tanya bagaimana cara Brisella mengetahui terlebih dahulu tanda-tanda ledakan tersebut. Padahal Cassis merupakan seorang penyihir tingkat atas, sudah jelas bahwa dia pandai mendeteksi adanya marabahaya. Namun, kali ini dia gagal mendeteksi kejadian itu. Cassis pun berasumsi bahwa orang yang melakukan ini adalah seseorang yang jauh lebih handal.

“Yang Mulia, saya menemukan ini di roda kereta.” Salah satu kesatria membawa sebuah anak panah yang tertancap di roda kereta.

“Anak panah? Biar aku lihat.”

Cassis memperhatikan baik-baik anak panah tersebut. Walaupun sebagian anak panah itu terbakar, tetapi setidaknya ada bagian penting yang tersisa di sana.

Di anak panah itu rupanya tertulis sebuah mantra sihir yang tidak diketahui oleh Cassis. Mantra itu ditulis dengan cara yang berbeda. Selama mempelajari sihir, pertama kali ia menemukan mantra aneh yang tidak tertulis di buku mana pun.

“Simpan ini. Nanti aku selidiki lagi jenis mantranya.” Cassis menyerahkan kembali anak panah tersebut ke bawahannya. Dia memutuskan untuk menunda sejenak penyelidikan perihal jenis mantra di anak panah itu.

Sementara Cassis disibukkan dengan masalah ledakan tadi, Brisella justru menghela napas lega. Di sela ketakutan akibat serangan mendadak, masih ada satu hal yang patut disyukuri yakni kotak perhiasannya selamat dari ledakan.

“Untung aku selalu menggenggam kotak perhiasanku di atas kereta. Jika aku kehilangannya, maka pupuslah sudah rencana bisnisku,” gumam Brisella.

Kemudian sebelum melanjutkan perjalanan, Cassis membereskan terlebih dahulu mayat-mayat bandit yang berhasil ditumpas oleh kesatria. Tidak lupa Cassis memeriksa sekitar dan memastikan tak ada lagi orang yang akan menghalangi jalannya.

“Brisella, ayo kita berangkat,” ujar Cassis mengulurkan tangan.

“Bagaimana cara kita mencapai Kota Yelind? Sedangkan kereta kuda kita sudah lenyap ditelan api. Tidak mungkin kita jalan kaki, jaraknya masih sangat jauh,” tanya Brisella seraya meraih uluran tangan Cassis.

“Kau tidak perlu khawatir soal itu. Kalau tidak ada kereta, kita terbang saja.”

“Terbang?”

Tanpa mengatakan penjelasan apa pun, Cassis menggendong Brisella dan membawa badan gadis itu membumbung tinggi di udara. Brisella sempat berteriak kaget, tetapi dia akhirnya terdiam tatkala menyaksikan pemandangan dari langit. Ternyata terbang tidaklah semenakutkan itu.

Daripada menaiki kereta kuda, mereka lebih cepat tiba di gerbang teleportasi. Sesaat memasuki gerbang teleportasi, Brisella merasa mual. Hal ini normal dirasakan oleh seseorang yang tidak mempunyai mana di tubuhnya.

“Nah, Brisella, selamat datang di Kota Yelind!”

Rasa mual di perutnya mendadak menghilang begitu melihat betapa banyaknya manusia berlalu lalang di depan mata. Kedua manik mata Brisella berbinar-binar kala menyaksikan para pedagang berbaris di sisi kanan dan kiri bahu jalan. Namun, yang paling menarik perhatian Brisella ialah deretan penjual bahan makanan segar.

“Wah, aku tidak percaya bisa melihat banyak pedagang di pasar.”

Perasaan gembira hampir membuat Brisella lupa kalau dia sedang berada di luar wilayah Kerajaan Sizilien. Cassis sontak menarik Brisella menjauh dari kerumunan. Dia memakaikan jubah yang menutupi wajah Brisella agar tidak dikenali orang lain.

“Jangan lupa, kita saat ini ada di salah satu wilayah bawahan kaisar. Jangan sampai orang lain tahu seorang tuan putri dari Kerajaan Sizilien masuk ke wilayah lawan. Kau mengerti?”

Brisella mengangguk. “Iya, tenang saja, aku paham maksud Kakak.”

Pertama-tama, menjelang berbelanja, Brisella dan Cassis pergi menjual perhiasan di sebuah toko. Berkat tawar menawar dari Brisella, akhirnya mereka mendapatkan harga terbaik. Kini di tangan Brisella ada sekitar 50 koin gold dan 7 koin silver. Brisella tersenyum lebar mempunyai uang sebanyak ini pertama kalinya semenjak mendatangi dunia ini.

“Ternyata perhiasanmu itu harganya lumayan mahal ya. Siapa sangka adikku pandai dalam tawar menawar.”

Sepanjang menawar harga perhiasan di toko tadi, Cassis hanya diam termenung menyaksikan perdebatan Brisella dengan sang pemilik toko. Perdebatannya cukup sengit sebab pemilik toko mencoba menawar dengan harga yang sangat rendah.

“Pada dasarnya perhiasanku punya harga tinggi, tetapi pria sialan itu berniat menipuku. Dia pikir aku tidak paham soal perhiasan,” gerutu Brisella kesal mengingat kejadian beberapa menit lalu.

“Ya sudah, ke mana kita akan pergi lebih dulu?”

Sepersekian detik Brisella terhening, berpikir tentang tujuan awalnya.

“Kak, aku mau ke menara sihir.”

Sepasang kornea hijau emerald Cassis membulat sempurna ketika Brisella menyebut hendak ke menara sihir. Belum ada pemberitahuan dari Brisella sebelum ke Kota Yelind. Cassis mengira sang adik hanya pergi menjual perhiasan sekaligus membeli bahan-bahan makanan saja.

“Menara sihir? Mengapa kau mau pergi ke sana? Terlebih menara sihir Kota Yelind. Tidak ada yang bisa kau lihat di menara sihir kota ini. Ayo kita berbelanja saja, lalu setelah itu kita langsung pulang.”

Cassis tampak menghalang-halangi Brisella menuju menara sihir seolah-olah dia sengaja menghindari menara sihir Kota Yelind.

“Ada alat sihir yang mau aku beli,” kata Brisella menatap curiga Cassis.

“Kenapa tidak aku saja yang membantumu membuatkan alat sihir?” Cassis semakin mencoba melarang Brisella.

“Memangnya Kakak bisa?”

Cassis tertawa kaku sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Tidak bisa karena aku tidak pernah belajar soal pembuatan alat sihir.”

Brisella menggeleng-geleng keheranan. Dia tetap bersikukuh pergi ke menara sihir.

“Pokoknya aku mau ke menara sihir. Terserah Kakak mau melarangku atau tidak.”

Brisella berjalan lebih dulu meninggalkan Cassis di belakang. Cassis disertai hati yang berat terpaksa mengikuti Brisella.

Hingga tibalah mereka di depan pintu masuk menara sihir. Brisella terpaku menatap tingginya gedung menara sihir. Ditambah dia mendengar suara-suara gaduh bersumber dari dalam menara. Suara tersebut berasal dari sihir yang saling berbenturan. Tampaknya para penyihir sedang mengadu sihir mereka masing-masing.

Mendengar keributan dari menara, Cassis pun bergumam, “Selalu saja seperti ini.”

Tatkala Brisella melangkah ke pintu masuk, tiba-tiba saja sesosok pria terlempar dari dalam sampai menghancurkan daun-daun pintu. Melihat dari jubah pria tersebut, sepertinya dia adalah penyihir bagian menara sihir Kota Yelind.

“Dasar kau bajingn! Kenapa kau selalu saja menggangguku?!”

“Hah? Padahal kau sendiri yang lebih dulu mengusik pekerjaanku.”

“Aku hanya mencoba menegurmu! Cerobong asap dari ruanganmu mengganggu semua orang.”

Cassis menepung kening seraya membuang napas kasar. Beginilah kondisi menara sihir Yelind yang selalu ada keributan sepanjang hari. Tidak heran mengapa mereka diberi gelar sebagai menara sihir dengan reputasi terburuk.

Terpopuler

Comments

Susilawati

Susilawati

memang nya alat sihir apa yg mau di beli Brisella

2024-08-23

2

nacho

nacho

😍😘😍😘😍😘😍😘😍😘okk

2024-08-22

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!