Kemampuan Brisella

Nirana menggeleng dengan mimik muka sendu. “Hingga kini belum ada obatnya. Biasanya orang-orang yang menderita penyumbatan akar mana hidupnya takkan bertahan lebih dari dua puluh tahun.”

Brisella terhanyut dalam kesedihan. Hestio masih sangat muda. Di umurnya yang baru menginjak dua puluh tahun seharusnya dia sedang sibuk bepergian ke sana kemari menjalani berbagai pekerjaan di luar istana. Terlebih lagi, posisi Hestio sebagai putra mahkota menambah kekhawatiran di hati Brisella.

“Kalau memang seperti itu, aku akan membuatkan makanan paling enak. Setidaknya, sebelum kakakku pergi, dia bisa menikmati masakan buatanku. Ya sudah, ayo kita pergi ke istana tempatku tinggal. Aku tidak mau terlalu lama menyaksikan pemandangan memilukan ini.”

Brisella memutuskan melanjutkan langkahnya menuju istana pangeran kedua. Dia tidak sabar meracik kaffa dan buah glem. Brisella memiliki firasat bagus tentang hal ini. Mungkin saja buah glem dijadikan sebagai pengganti gula merupakan keputusan yang tepat.

Sesampai di istana pangeran kedua, Brisella langsung merebus bubuk kaffa di dalam panci kecil. Setelah mendidih, segera ia tuangkan ke cangkir yang sudah diisi dengan perasan air buah glem. Perpaduan aroma buah glem dan kaffa amat menggugah selera. Aromanya pun menyeruak memenuhi dapur.

“Portia, coba cicipi ini,” ucap Brisella memberikan secangkir kaffa kepada Portia.

“Aromanya enak sekali. Bahkan, jauh lebih enak dibanding tadi.”

Portia lekas meneguk minuman kaffa tersebut. Begitu pula dengan Brisella juga ikut mencicipi kaffa yang dia buat. Tidak lupa ia memberi Nirana secangkir kaffa sesuai yang dia janjikan.

Portia dan Nirana terpaku hanyut dalam kelezatan sesaat yang disajikan racikan bubuk kaffa serta buah glem. Sekejap mereka merasakan kesegaran menyapu kepala dan tubuh mereka. Rasa lelah yang dirasakan pun mendadak hilang. Sensasi tidak biasa dari kaffa racikan Brisella memberi mereka kesan yang luar biasa.

“Ternyata memang lebih enak buah glem dibanding gula biasa,” gumam Brisella.

“Yang Mulia … benarkah ini terbuat dari biji kaffa? Saya tidak menyangka biji kaffa yang tampak seperti tanaman hias itu mempunyai rasa seenak ini. Ditambah lagi, energi saya tiba-tiba terisi penuh. Mana di dalam tubuh saya terasa meningkat setelah minum racikan kaffa buatan Anda.”

Portia memberi penilaian positif. Rasa yang kuat, mendatangkan efek yang juga kuat. Kala itu Nirana menyadari sesuatu yang penting dari kemampuan Brisella.

Aku mengerti sekarang. Gadis ini punya kemampuan yang tidak biasa. Hanya dengan meminum secangkir minuman yang disebut kaffa ini, manaku menjadi meningkat dua kali lipat dari sebelumnya. Mungkinkah dia memiliki kekuatan itu?! Mustahil! Namun, tidak dipungkiri juga kekuatan itu muncul kembali setelah ribuan tahun lamanya.

Brisella tersenyum senang. Usahanya mengolah biji kaffa membuahkan hasil memuaskan.

“Sungguh? Aku tidak bisa merasakan mana karena aku tidak punya bakat dalam sihir. Syukurlah jika kau menyukainya. Aku berencana membagikannya ke yang lain. Tolong bantu aku, ya,” tutur Brisella.

“Baiklah, Yang Mulia, serahkan semua pada saya.”

Dengan semangat membara, Portia membantu Brisella. Sebelum pindah ke istana utama, Brisella ingin semua orang menikmati minuman yang dibuat oleh tangannya sendiri. Untung saja buah glem yang diberi Nirana sangat banyak sehingga dia bisa menyajikan lebih banyak kaffa untuk orang lain.

“Minuman ini buatan Brisella? Dan dia membuatnya dari biji kaffa?” Razen melirik cukup lama secangkir kaffa yang disajikan secara khusus oleh Portia.

“Benar, Yang Mulia. Saya sendiri yang membantu tuan putri,” jawab Portia.

Duarte kala itu terlihat ragu-ragu. Semua orang di kerajaan ini tahu bahwa biji kaffa tidak bisa dikonsumsi. Akan tetapi, sang tuan putri tiba-tiba saja menciptakan minuman dari biji kaffa tersebut. Wajar bila Duarte menaruh curiga atau pun keraguan pada minuman itu.

“Bukankah biji kaffa tidak bisa dikonsumsi? Bagaimana bisa tuan putri membuat minuman dari biji kaffa? Apa kau tidak melarang tuan putri?” Duarte bertanya ke Portia dengan nada suara agak tinggi.

“Maafkan saya, Tuan Duarte. Sebaiknya, Anda coba terlebih dahulu. Saya sudah meminumnya, tidak ada sesuatu yang aneh dirasakan tubuh saya setelahnya.”

Razen tanpa keraguan sedikit pun meneguk habis secangkir kaffa tersebut. Alangkah terkejut Duarte kala melihat Razen menghabiskan kaffanya tanpa sisa.

“Yang Mulia! Anda tidak boleh meminumnya sebelum saya mencoba—”

“Rasanya enak sekali. Mana di tubuhku meningkat drastis setelah meminumnya. Sakit kepala yang aku rasakan juga hilang seketika. Rasa pahit dan manis berpadu satu menjadi rasa yang unik. Ini pertama kalinya aku meminum minuman seenak ini.”

Reaksi Razen sungguh tak terduga. Pria yang biasanya tidak pernah memberi pujian terhadap minuman atau makanan yang dikonsumsinya, kini malah terang-terangan menunjukkan rasa suka ke minuman buatan sang putri.

“Tunggu! Anda bisa merasakan minumannya? Bukankah Anda kehilangan indra perasa?”

Benar yang dikatakan Duarte. Razen telah kehilangan indra perasanya sejak ia membangkitkan sihirnya pertama kali. Seseorang berbakat dalam sihir seperti Razen biasanya akan kehilangan indra perasa. Namun, setelah sekian lama, indra perasanya aktif kembali.

“Aku juga tidak tahu kenapa. Sebaiknya, kau coba dan rasakan sendiri,” kata Razen.

“Baiklah. Saya jadi penasaran seperti apa rasanya.”

Duarte pun mulai meminumnya. Ternyata benar, Razen tidaklah berbohong. Dia juga merasakan sensasi luar biasa dari kaffa tersebut. Pikirannya sontak menjadi jernih serta mana yang ada di tubuhnya mengalami peningkatan. Duarte terdiam cukup lama merasakan satu demi per satu rasa yang belum pernah dia dapatkan pada minuman maupun makanan lain.

“Hahaha.” Razen terkekeh. “Tampaknya putriku punya kemampuan dalam memasak. Sangat mengejutkan saat lidahku bisa merasakan minumannya. Biasanya apa yang aku makan terasa hambar. Pertama kali seumur hidupku, indra perasaku aktif kembali.”

Duarte dan Portia perdana menyaksikan Razen tertawa. Selama mengikuti Razen, pria itu selalu bersikap dingin serta jarang berbicara. Semenjak bertemu Brisella, dia jadi lebih sering berbicara.

“Bagaimana cara tuan putri mendapatkan ide mengolah biji kaffa?” tanya Duarte sekali lagi pada Portia.

Portia menjawab, “Saya tidak tahu. Ketika beliau melihat biji kaffa yang tumbuh di dekat istana pangeran kedua, beliau langsung menyuruh saja memetiknya.”

“Ternyata begitu.”

Di waktu bersamaan, Brisella kini tengah duduk bersama di kursi kosong dekat bekas taman istana. Nirana sejak tadi tidak berhenti meminum kaffa. Padahal peri adalah makhluk pecinta manis, tetapi entah mengapa Nirana bisa menyukai kaffa yang justru ada campuran rasa pahit.

“Sepertinya kau bisa menyembuhkan kakakmu dengan kemampuan tanganmu itu.” Nirana tiba-tiba berkata demikian.

“Aku bisa menyembuhkan kakakku? Bagaimana caranya? Bukankah penyumbatan akar mana tidak bisa disembuhkan?” Brisella terlihat bingung.

“Awalnya memang tidak bisa disembuhkan. Namun, setelah aku merasakan kaffa buatanmu, aku langsung menyadari kemampuanmu. Dengan tanganmu, dengan masakanmu, pertama kali dalam sejarah, penyumbatan akar mana dapat disembuhkan.”

Terpopuler

Comments

Ita Xiaomi

Ita Xiaomi

Pd ngopi ntar malam pd begadang 😁

2024-09-10

4

nacho

nacho

😍😘😍😘😍😘😍😘😍😘

2024-08-15

1

Susilawati

Susilawati

nah benar kata nirana, dgn cara Brisella membuatkan makanan2 sehat dan bergizi tinggi pasti bisa membantu proses penyembuhan kakak nya.

2024-08-15

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!