05 Pertemuan Dengan Ibu Tiri.

...Cerita berlanjut....

^^^31 : 48 : 14 . Arcan-40 . Lunaxia-04 . 5460 Kalender Rigelia Baru.^^^

Episode lima.

Suara gemericik dedaunan samar terdengar sebab hembusan angin lembut.

Beberapa daun beterbangan nampak melayang meliuk dengan mulus, sebelum kemudian akhirnya menyentuh tanah.

Melihat itu, akupun mengalihkan pandangan kearah cangkir yang isinya mencerminkan diriku dengan keruh.

Setelah memandanginya sesaat, akupun membawanya ke arah mulut sebelum kemudian menyesapnya dengan tenang.

Setelahnya aku meletakan kembali cangkir itu ke atas meja.

Sedangkan perhatianku teralihkan oleh seorang wanita yang duduk di seberang tempat persinggahanku kini.

Sesaat setelah itu, bibirnya bergerak dengan lembut. Dan mulai berkata.

"Fu fu fu... Astin, apa kamu mengubah penampilanmu? Itu terlihat bagus."

Wanita itu berkata sembari menaruh kembali cangkir teh yang ia sesap sesaat sebelumnya, keatas piring kecil cantik nan mewah, yang berada di atas meja putih yang mewah pula.

Sembari memandang penuh perhatian pada anak laki-laki dihadapannya.

Mendengar pertanyaan itu, aku hanya menjawabnya singkat.

"Ya."

Kemudian kembali menyesap teh dengan santai.

Sedangkan pandanganku kini seakan ditawan olehnya, membuatku terus memperhatikannya tiada henti.

.

Wanita itu kembali menyesap tehnya dengan begitu anggun.

Senyuman bibir manisnya yang diwarnai cream merah muda, menghiasi wajah keibuannya yang begitu halus nan mempesona.

Pandangan mata coklatnya yang begitu dalam, agak menutup saat bertemu dengan pandanganku.

Tahi lalat kecil terlihat menghiasi sudut bawah mata kirinya.

Sedangkan rambut lavender nya yang tergerai tertiup angin terlihat begitu indah, dengan poni yang disisir ke arah depan terbelah tepat di tengah keningnya.

Setelah memandangi parasnya begitu lama. Akupun bertanya sebab tidak habis pikir.

'Apakah dia ibu tiriku?'

'Bukankah dia terlalu muda, untuk seorang wanita yang memiliki anak gadis yang usianya lebih tua dariku?'

'Dia terlihat seperti gadis yang baru menginjak umur dua puluh.'

'Dan parasnya itu bahkan terlihat seperti seorang dewi. Apakah orang sepertinya akan mencelakaiku?'

Setelah memikirkan itu, aku mulai tidak mempercayai penglihatanku sekarang.

-

Setelah Amy membereskan kamarku dan beranjak keluar untuk berganti pakaian. Beberapa lama kemudian, seseorang mengetuk pintu. Dan pria tua yang mengenakan jas berekor terlihat dari baliknya, setelah aku mempersilahkannya masuk.

Dia memintaku untuk menemui ibu tiriku, yang sedang meminum teh di taman yang berada di sisi utara mansion.

Dan nampaknya sekarang ibu tiriku ingin menanyai berbagai macam hal. Sebab kini ia mulai buka suara.

"Astin, apakah kamu benar-benar tidak mengingat apapun?"

Wanita itu bertanya dengan sedikit memiringkan kepalanya ke kiri, ekspresinya sedikit santai, sembari terus memperhatikan wajah anak laki-laki di hadapannya.

Aku hanya menjawab singkat.

"Sepertinya begitu."

Kemudian aku mengalihkan pandangan ke arah cangkir teh, sebab aku sudah tidak sanggup lagi, menatap kecantikan yang luar biasa itu.

Melihat subjek dihadapannya kini beralih pandang, wanita itu mencondongkan tubuh, sembari berkata untuk menarik perhatiannya kembali.

"Kamu bersikap begitu tenang, tidak seperti biasanya. Biasanya kamu akan bersikap manja pada ibu, dan etiket mu juga masih terlihat bagus."

Kemudian ia menggapai ringan salah satu manisan dengan jemarinya yang lentik.

Setelah mendengar perkataannya, akupun lantas berpikir.

Apakah Astin sangat manja pada ibu tirinya?

Kukira dia akan membenciku, sebab Astin bukan anak kandungnya. Ternyata Astin lebih dicintai dari yang aku kira.

Tetapi aku tidak boleh lengah, hanya sebab dia bersikap lembut padaku. Masih ada kemungkinan kalau dia yang telah melakukan sesuatu pada Astin, aku harus segera mengecek statusnya.

Tetapi jarak kami sekarang cukup jauh, lihat saja ini.

...(Tidak bisa memindai jarak terlalu jauh dengan target).♪.♪.♪...

Bahkan aku sudah mencoba mengarahkan artefak ku beberapa kali. Apa memang harus benar-benar dekat dengan wajahnya?

Ini benar-benar tidak praktis. Ya, nanti aku akan langsung memeriksanya segera setelah ada kesempatan.

Untuk masalah etiket yang ia sebutkan, entah kenapa aku berperilaku seperti ini, kemungkinan tubuh ini masih mengingat kebiasaannya.

Ditambah efek skill pasif ku yang kemungkinan sudah aktif. Walau tidak ada notifikasi tapi aku bisa merasakannya, sebab sikapku lebih tenang dan bermartabat, berbeda saat aku sedang sendiri maupun bersama Amy.

Ya, aku sangat menyukai sikap yang bersih dan bermartabat ini, sebab sebelumnya akupun orang yang cukup rapih.

Merasa subjek dihadapannya tidak kunjung menanggapi perkataannya, wanita itu lantas memanggil.

"Astin, apa kamu benar-benar tidak apa-apa?"

"Ya, aku tidak apa-apa."

Aku hanya menjawab singkat, sebab merasa canggung berbicara dengan wanita secantik dirinya.

Setelah subjek dihadapannya menanggapi, wanita itu kembali bertanya, sebab anak laki-laki dihadapannya ini tidak kunjung kembali memandang dirinya.

"Apakah begitu? Itu terdengar bagus."

Kemudian ia kembali meraih manisan, sembari menggigitnya ringan, dengan tangan kiri menutupi bibir yang sedang mengunyah ringan pula.

Setelah menghabiskannya iapun lanjut bertanya, sembari tetap memandangi subjek dihadapannya itu.

"Apakah kamu juga mengingat pengetahuan yang lain?"

Kemudian wanita itu mengelap ringan bibirnya, dengan sapu tangan putih dengan inisial A.♡.H dan sulaman bunga serta hati menghiasinya.

Akupun menjawab singkat.

"Sepertinya tidak."

Sembari tetap mengalihkan pandanganku.

Setelah mendengar jawaban anak laki-laki dihadapannya, wanita itu memasang senyuman yang seakan menyembunyikan sesuatu. Kemudian berkata.

"Baiklah, ibumu ini akan mengajarimu kembali, sebab sebentar lagi kamu akan segera berangkat ke academy."

Apakah ini sudah dekat dengan tahun ajaran baru academy?

Setidaknya aku harus segera menaikkan levelku yang rendah ini.

Akupun mengalihkan pandangan pada wanita dihadapanku, sebab aku merasa tidak sopan bertanya sembari melihat ke arah lain.

"Ibu, kapan kira-kira aku akan berangkat ke academy?"

Melihat subjek dihadapannya kini memandang ke arahnya, wanita itu tersenyum lembut sembari memandanginya, kemudian menjawab.

"Hmmm... kamu harus segera berangkat satu enhard* dari sekarang."

^^^*Enhard : Minggu.^^^

Kemudian ia melanjutkan perkataannya, setelah menyesap tehnya dengan anggun.

"Kamu harus mempersiapkan diri untuk berangkat ke ibukota nanti, sebab banyak anak-anak bangsawan yang akan berkumpul di sana."

Wanita itu berucap seakan menekankan perkataannya.

Setelah mendengar jawabannya, akupun lantas berpikir.

Bukankah waktunya terlalu mepet?

Berarti aku hanya memiliki waktu kurang lebih 20 hari sampai Awal skenario gamenya dimulai.

Kukira setidaknya akan diberi waktu sekitar satu lunaxia*.

^^^*Lunaxia : Bulan.^^^

Walaupun jika di dunia sebelumnya satu enhard itu sekitar satu bulan. Tetapi tetap saja itu masih kurang untuk mengembangkan kekuatanku.

Ini lebih mendesak dari yang ku kira.

Setelah memikirkan itu, aku penasaran dengan sesuatu, oleh sebab itu akupun bertanya.

"Ngomong-ngomong, dengan apa aku akan melakukan perjalanan menuju academy? Bukankah ini berada di benua langit?"

Aku penasaran sebab tidak ada kendaraan lintas udara didalam gamenya.

Apakah kita akan melewati portal seperti didalam game?

Tetapi tidak ada informasi apapun tentang portal yang menuju ke benua langit.

Setelah mendengar pertanyaan berikutnya, wanita itu menjawab dengan percaya diri.

"Tentu saja kamu akan berangkat dengan kapal udara yang berada di tepi benua, setelah kamu menaiki kereta kinetik dari ibukota."

Iapun tersenyum seakan menggoda setelah mengatakannya.

Setelah mendengar jawaban itu, akupun lantas terperangah penuh tanya.

Haah?

Bukankah namanya terdengar modern?

Aku penasaran dengan bentuknya seperti apa. Apakah ada kendaraan sejenisnya?

Ya, aku akan langsung menanyakannya.

"Ibu, apakah kita memiliki kendaraan semacam itu juga? Bukankah kediaman kita juga cukup besar?"

Setelah melihat ekspresi subjek dihadapannya yang terlihat penasaran, wanita itu melebarkan senyumannya, dan diam sesaat seakan men jeda. Kemudian berkata.

"Hmmm... ada beberapa motor kinetik dan mobil kinetik yang biasa digunakan oleh prajurit."

Setelah itu ekspresinya sedikit berubah, seperti sedang merasa sebal, kemudian melanjutkan perkataannya.

"Tetapi sebagian besar sekarang sedang digunakan oleh ayahmu dan tim ekspedisi dua lunaxia lalu, kemungkinan mereka akan kembali satu lunaxia ke depan."

Setelah mendengar perkataannya, itu membuatku jadi kepikiran.

Apakah penguasa daerah ini melakukan ekspedisi sampai selama itu?

Seberapa jauh mereka pergi?

Pantas saja saudara-saudara ku kabur, sebab harus meninggalkan kediaman dan keluarganya selama itu.

Apalagi ayahku meninggal kan istri secantik ini sendirian. Apakah dia tidak merasa kesepian?

Aku juga ingin kabur kalau begitu persoalannya.

Setelah memikirkan hal itu, akupun beralih pikiran.

Bukankah motor kinetik terdengar bagus, untuk menyelinap dan mencari sarang monster di tempat terpencil?

Oleh sebab itu akupun meminta izin.

"Apakah aku boleh melihatnya nanti?"

Mendengar permintaan subjek dihadapannya, wanita itu berpikir sejenak, sembari melahap manisan, setelah itu iapun berkata.

"Hmmm... ku rasa tidak masalah sebab kamu juga sudah cukup dewasa."

Kemudian ia beralih topik setelah menyeka lembut bibirnya.

"Ngomong-ngomong, nanti jangan lupa menyapa kakakmu saat sudah tiba di academy."

Mendengar tentang kakakku, entah kenapa tubuhku tersentak, kemudian berkata seakan bertanya.

"Kakak Rinea?"

Setelah mengatakan namanya, perasaanku semakin menjadi, pandangan ku agak bergetar.

Bug bug bug! Bahkan jantungku berdegup kencang hingga merasa sesak, saat membayangkan apa yang mungkin dia alami.

Apakah karena aku sekarang berada di tubuh adiknya, makanya aku sangat mengkhawatirkannya sampai tubuhku gemetar?

Mendengar subjek dihadapannya menyebut nama kakaknya, wanita itu sedikit melebarkan mata, sebelum kemudian ia kembali tenang, sebab memikirkan kemungkinan lain. Kemudian berkata.

"Ya, bukankah kalian cukup dekat? Jadi sampaikan juga salam dari ibu padanya."

Mendengar wanita dihadapanku berkata biasa saja, akupun mengutuk.

Sial!

Mendengar itu entah kenapa kekhawatiranku padanya semakin berkecamuk.

Mau tidak mau aku harus mengalirkan energi untuk menenangkan diri. Dan kembali bertanya.

"Ibu, apakah kakak pernah membicarakan tentang osis? Seperti dia ingin mencalonkan diri sebagai ketua osis atau semacamnya?"

Aku bertanya dengan suara sedikit bergetar, sembari tanganku meremas pangkuan untuk menahan perasaanku yang bergejolak.

Bug... bug... bug! Jantungku berdegup menjadi-jadi, dipenuhi rasa khawatir yang tiada henti.

Mendengar pertanyaan subjek dihadapannya, wanita itu merasa bingung, sembari menjawab.

"Hmmm... ibu belum pernah mendengarnya dari kakakmu, diapun akhir-akhir ini jarang mengabari ibu. Makanya ibu menjadi sedikit khawatir."

Mendengar jawaban itu, entah kenapa hatiku menjadi sakit, dan berpikir.

'Sedikit kamu bilang?'

'Membayangkan apa yang akan terjadi padanya saja sudah membuat jantungku ingin meledak.'

Aku mengeratkan remasan tanganku, dan menggertakkan gigi saat memikirkannya.

Melihat anak laki-laki dihadapanya hanya terdiam, wanita itu lantas buka suara.

"Tapi bukankah bagus jika kakakmu menjadi ketua osis di academy pahlawan?"

"Keluarga kita akan semakin dihormati dikalangan bangsawan lainnya, apalagi sampai menjadi siswa terbaik."

Mendengar perkataan itu, membuat pikiranku semakin tidak karuan.

'Tidak ada bagusnya sama sekali dengan itu.'

'Jika mentalnya harus hancur untuk mendapatkan posisi itu.'

'Bagaimana aku harus menemuinya nanti, jika dia sudah bersikap dingin padaku?'

Sial!

Akupun lantas mengutuk ketidakberdayaanku.

Kemungkinan masih ada kesempatan untuk menyelamatkannya, jika aku segera menemuinya segera setelah aku sampai di academy.

Aku harus menemuinya mau bagaimanapun. Akupun semakin bertekad setelah memikirkan hal itu.

Melihat subjek yang hanya terdiam dihadapannya itu, mulai menyakiti dirinya sendiri. Wanita itu lantas melebarkan mata, sembari buka suara yang dipenuhi kekhawatiran.

"Astin, kamu kenapa? Apakah kamu sakit?"

Sedangkan kedua tangannya kini di tempatkan di atas meja, seakan ingin segera beranjak.

Sepertinya aku tanpa sadar menggigit bibir ku sampai mengeluarkan darah, sebab ini terasa seperti besi, bahkan ibu tiriku terlihat sangat khawatir.

Dan itu membuatku berpikir.

'Dia bahkan tidak memberitahu pada ibunya sendiri.'

'Apakah kakakku di ancam?'

'Sialan!'

'Membayangkan wajah sedihnya yang sedang kesakitan saja sudah membuatku sangat frustasi.'

Setelah memikirkan hal yang membuatku emosi, akupun lantas berniat untuk beranjak pergi. Dan mulai berkata meminta izin.

"Sepertinya aku sedikit lelah, apakah aku boleh kembali?"

Setelahnya akupun lantas berdiri.

Aku ingin segera membenamkan diriku ditempat tidur, untuk meredakan emosi ku yang akan meledak ini, sembari terus mengalirkan energi untuk tetap menjaga ketenangan.

Mendengar permintaannya, wanita itu lantas mengerti, kemudian berkata.

"Baiklah, nanti jangan lupa untuk makan malam dengan ibu di ruang makan."

Setelahnya ia kembali merapihkan posisi duduknya.

Mendengar itu, aku hanya menjawab singkat.

"Baik."

Kemudian mengajak...

"Ayo Amy."

Dan segera beranjak pergi.

"Ya, tuan muda."

Amy yang sedari tadi berdiri di belakang tuan mudanya, mengikutinya dengan patuh, setelah membungkuk ke arah wanita itu.

Tetapi setelah berpaling, wajah Amy jadi menggelap, dan kini ia menggigit bibir bawahnya, untuk menekan perasaannya itu.

Setelah itu akupun cepat berlalu bersama Amy untuk kembali menunju kamarku.

Meninggalkan ibu tiriku bersama pria tua yang mengenakan jas berekor, yang sedari tadi berdiri tegap dibelakangnya, dengan tatapan kosong.

Itu sangat aneh, dia terlihat seperti robot. Apa dia cyborg?

*

Setelah melihat punggung anak laki-laki yang beranjak itu tidak terlihat, seakan ditelan oleh lorong utara mansion.

Ekspresi wanita itu lantas berubah, kini seringai lebar muncul diwajah cantiknya, iapun terkikik sembari berkata lirih.

"Fu fu fu... sepertinya kali ini berhasil."

Segera setelah itu dia menyilangkan kaki, sembari menggapai cangkir tehnya. Kemudian berkata.

"Sebas, apakah kamu sudah menyiapkan apa yang aku minta?"

Tanpa menunggu jawaban, iapun dengan anggun menyesap tehnya.

Pria tua dengan pandangan kosong itu menjawab dengan patuh.

"Ya, nyonya."

Mendengar jawaban itu, wanita itu kembali menyeringai, sembari berkata.

"Bagus, akhirnya... persiapannya sudah selesai."

Setelahnya, ia meletakkan kembali cangkir teh, sembari menutupi senyumannya yang melebar itu dengan tangan kiri.

Kemudian ia tertawa anggun.

"Astin... fu fu fu..."

...Bersambung....

_

Terimakasih telah membaca.

@aegis998

Author baru belajar menulis, kritik & saran sangat diterima.

Terpopuler

Comments

Amelia

Amelia

semangat ❤️❤️❤️

2024-04-19

1

orange_ menulis

orange_ menulis

Yap...keren.

2024-04-06

1

Alizeee

Alizeee

minta donk tehnya, aku puasa/Facepalm/

2024-03-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!