Lima

Teresa mengernyit heran melihat wajah Lea yang terlihat gelisah tak seperti biasanya. Sikap tenang yang selalu terpampang, seolah hilang berganti raut resah yang tak mampu ia jelaskan.

Menarik pundak Lea, Teresa memaksa gadis itu agar menghadap kearahnya. "Lo gapapa?"

Lea menggeleng, tersenyum sedikit gugup. "Gue gapapa, kenapa emangnya?"

"Lo kayak resah gitu, ada masalah?"

Lantas Lea menggeleng lagi untuk kedua kalinya. "Gak ada, kenapa? ada yang aneh ya dari gue?"

"Kalau ada masalah tuh cerita Le, karena Sajune lagi ya Le?" tebak Teresa setengah berbisik menghindari perhatian orang-orang.

Lea membasahi bibir sejenak, menetralkan degup jantungnya saat nama Sajune disebut.

"Masalah gue tuh bukan cuma tentang Sajune doang, kenapa harus Sajune terus sih?"

"Biasanya dia terus yang suka bikin ulah."

Berbicara perihal Sajune, Lea berusaha menghindari pemuda itu sejak tadi pagi. Ingatan tentang apa yang terjadi dihari kemarin, tak bisa Lea hapuskan begitu saja.

Lea terus menyela tentang apa yang terjadi pada dirinya, detik demi detik ia terus mengutuk hatinya yang tak mampu dikendalikan.

"Lea! ada yang nyariin!"

Mata Lea melebar, kala seorang gadis menyembulkan wajahnya dari balik pintu bersama satu sosok dibelakangnya.

Lea menegak ludah kasar, ragu untuk beranjak dari sana. Ada sedikit jeda sebelum Teresa menggoyangkan lengannya mencoba menyadarkan Lea dari lamunan.

"Jangan bengong, samperin dulu gih. Kalau ada apa-apa teriak aja panggil gue."

Anggukan pelan menjadi jawaban Lea sesaat setelah Teresa menyuruhnya untuk menghampiri Sajune yang tengah menyandarkan punggung kesisi tembok.

Alunan debar aneh itu kembali menari-nari dalam dada. Sebisa mungkin Lea ikut menghalau dengan bisikan kecil pada hatinya agar ia tak jatuh lebih dalam.

Senyum Sajune menyapa, tepat saat Lea berdiri dihadapan pemuda itu. "Kelasnya masih lama?"

Lea menggaruk tengkuk gugup. "U-dah selesai kok, kenapa emang?"

"Lea kenapa gugup? masih salah tingkah sama kejadian kemarin?"

Kedua mata Lea membelalak tak percaya, bukan jawaban yang ia dapatkan, melainkan pertanyaan lain yang membuat Lea memejamkan mata saat itu juga, ia merutuki diri sendiri.

"Enggak gila! Ngomong-ngomong nih-" Lea memberikan isyarat pada Sajune untuk mendekat kearahnya. "Bisa lupain tentang apa yang kita lakuin kemarin gak?"

Sajune tersenyum meledek mendengar bisikan Lea, sudut hatinya terus berbisik agar terus menggoda Lea hingga pipi gadis didepannya berubah memerah.

"Lea tuh kalau salting suka keliatan!" Ucap Sajune gemas seraya mengacak surai Lea lembut. "Sana bawa tasnya, kita pulang sekarang."

Untuk sejenak sang puan hanya mematung atas perlakuan sang tuan. Usapan itu, bukankah ini adalah hal biasa yang sering Sajune lakukan sebelumnya? Namun mengapa hari ini berbeda?

Tak ingin larut lebih lama, Lea membalikan badan, dan mengambil totebag miliknya tak lupa mengucap salam perpisahan pada Teresa sebagai penutup pertemuan mereka hari ini.

Sajune membawa Lea mendekat dan merangkul pundak gadis disampingnya tanpa melihat perlawanan, hal yang biasa Lea berikan sebagai respon penolakan.

Senyum kecil kembali terbit membentuk sebuah ceruk bulan sabit dipipi Sajune. Sedari tadi ia sudah menahan diri untuk tak mendekap Lea diruang publik seperti ini. Gila, gadis disampingnya ini begitu menggemaskan, bagaimana mungkin Sajune tak tahan untuk segera melahap Lea kedalam pelukan?

"Tunggu June, Angeline gimana?" suara Lea menghentikan langkah mereka.

Sajune menoleh bentuk refleks atas respon dirinya. "Bisa gak bahas Angeline saat kita berdua?"

Entah mengapa, semenjak sikap Sajune yang berubah seperti sekarang, Angeline adalah topik yang sensitif dan tak pernah disukai oleh lelaki itu, padahal gadis cantik yang satu tahun lebih muda dibanding Lea itu merupakan kekasih Sajune sejak mereka masih mengenyam pendidikan dibangku SMA.

Dulu sekali, Sajune seringkali membatalkan sebagian janji dengannya atau dengan Jiani, Yasha dan Teresa hanya untuk menuruti permintaan Angeline yang meminta lelaki itu agar menemaninya ke pusat Kota.

Itu dulu, sebelum Lea didekati seorang pemuda blasteran Thailand dan mengetahui fakta bahwa Jiani diam-diam menaruh rasa pada Lea. Membuat Sajune merasa kehadirannya sebagai sahabat Lea tergantikan, ia nampak tak terima hingga berani mengatur segala bentuk tindakan Lea yang menjurus pada hubungan gadis itu bersama lawan jenisnya.

Lambat laun semuanya berubah, atas peristiwa itu, Sajune perlahan menunjukkan sikap tak suka atas kedekatan Lea dengan Jiani, pun dengan Yasha.

Padahal seharusnya Sajune sadar, bahwa mereka sudah berada dalam ruang lingkup pertemanan yang sama dan dalam kurun waktu yang cukup lama.

Dan Sajune adalah alasan, mengapa pertemanan mereka perlahan runtuh hingga menyebabkan kebencian Teresa terus mendalam.

"Bukan itu maksudnya, tapi akhir-akhir ini, kenapa lo jarang keliatan jalan bareng dia?"

"Bosen aja liat muka dia tiap hari."

Lea sontak melebarkan mata mendengar jawaban Sajune. "Brengsek! Jauh-jauh lo dari gue, lo beneran udah kerasukan setan ya?!"

"Kenapa ada yang salah dari jawaban aku?" tanya Sajune tanpa dosa.

"Lo bego apa gimana? sadar Sajune, lo lebih bajingan daripada Jiani tau gak?"

Tatapan tajam menghunus netra Lea saat itu juga. Tak sampai satu detik tangan pemuda itu beralih menggenggam pergelangan Lea hingga mereka tiba disamping mobil Sajune yang terparkir diantara ratusan kendaran lain.

Tak butuh waktu lama, Sajune segera menekan tombol kunci dan mendorong paksa punggung Lea agar masuk kedalam.

Sajune benar-benar marah.

Lea memutar bola mata, jengah dengan sikap si koala. "Gue bener-bener gak habis pikir sama lo! kenapa jadi lo yang marah?"

"Aku tuh muak denger nama Jiani dari mulut kamu!"

"Gue lebih muak denger jawaban lo yang bilang bosen sama dia? otak lo dimana?"

"Apa yang salah dari kata bosen? kalau aku maunya sama kamu kenapa juga aku harus nyamperin dia? kesannya aku jadiin dia pelampiasan."

"Lo yang jadiin gue pelampiasan bego! Brengsek lo! Gue pulang sendiri aja." Marah Lea sembari membuat gerakan hendak membuka pintu jengah.

Sajune tentu tak tinggal diam, ia lantas menarik tangan Lea sehingga pergerakan sang puan tertahan dan terpaksa membalikan badan.

"Lea..." panggil Sajune pelan.

Lea hanya diam dan memutar bola mata jengah. Ia pastikan sebentar lagi Sajune akan merubah diri menjadi bunglon.

Lambat laun Sajune mendekatkan diri, menarik tangan Lea dan menangkap tubuh gadis itu untuk didekapnya erat. Ia menyimpan dagu dibahu Lea lalu mengerucutkan bibir layaknya seorang anak yang tak mau kehilangan orang tersayangnya.

"Jangan marah Lea, aku cuma pengen ngabisin waktu sama Lea, itu doang." Manjanya diakhiri dengan mengecup ujung bibir Lea sebentar.

Terpopuler

Comments

+sakuran+

+sakuran+

🙌 Suka banget sama buku ini, kayaknya bakal aku baca lagi deh.

2024-05-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!