Maya terus melenguh kesakitan. Tangannya terasa sakit, kepalanya pusing, semuanya gelap. Napasnya sesak, karena semua gela[p, apalagi dia paling takut dengan kegelapan. Maya terus memberontak, namun kesusahan, karena tangannya diikat. Ia baru saja sadarkan diri, karena tadi saat diculik Maya dibius oleh penculik tersebut.
“Kalian mau bawa aku ke mana!” pekik Maya.
Maya menangis, ia meraung ketakutan karena gelap gulita. Maya terus memanggil Mommynya, juga memanggil Daddy nya disela-sela isak tangisnya.
"Tolong aku!" teriak Maya.
“Diam kamu!” bentak seorang laki-laki yang mendudukkan Maya di kursi kayu.
Maya yakin dia sedang berada di sebuah ruangan yang cukup luas, karena suaranya cukup menggema. Maya merasa sudah sendirian di dalam ruangan, ia menangis, takut, dan menyesal karena tidak mendengarkan ucapan Erga.
“Aku takut, Dad. Ini sangat gelap,” isak Maya.
“Dad, maafkan aku, kalau aku mendengar kata-katamu, dan menuruti apa yang opa katakan, pasti tidak akan seperti ini,” ucap Marta dengan sesegukkan.
Maya mendengar derit pintu terbuka. Ia yakin ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan yang digunakan untuk menyekap dirinya.
“Tolong, tolong aku!” pekik Maya.
Maya merasa ada yang memegangi bahunya, ia semakin takut. Tubuhnya bergetar, dan isakkan tangisnya terdengar jelas. Dilepasnya penutup mata Maya, Maya mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya di dalam ruangan.
Maya tahu siapa orang yang ada di hadapannya. Benar ini semua perbuatan Ayahnya dan orang tua Ayahnya.
"Ngapain kamu bawa aku ke sini!" teriak Maya.
“Hai cucu oma yang cantik? Maafin oma ya, Sayang? Oma pakai cara kasar seperti ini, ini semua karena Oma ingin kamu ikut ayahmu,” ucap Sandra dengan tertawa sinis.
“Lapaskan aku!” pekik Maya.
“Lepaskan? Kamu ini berada di tempat yang tepat, Sayang? Kamu ada di tengah-tengah keluarga besarmu, bukan berada di tempat Wijaya,” ucapnya dengan tertawa kecil.
“Lepaskan aku nenek tua!” teriak Maya.
“Kamu bilang apa tadi? Coba ulangi lagi?”
“Nenek tua! Nenek tua gila!” teriak Maya dengan menatap sinis penuh kebencian pada Sandra.
“Oh sudah berani rupanya? Rupanya kau seperti ibumu, yang angkuh dan keras kepala sekali,” ucap Sandra.
“Lepaskan aku, Nenek sihir tua!” pekik Maya.
Sandra malah tertawa dengan keras, melihat Maya yang meronta ingin dilepaskan. Setelah itu terdengar beberapa langkah kaki mendekati ruangan luas tempat di mana Maya berada.
“Meilan! Mama ini apa-apaan, kenapa tangan putriku diikat, Ma!” bentak Ehsan pada Mamanya.
“Kau berani membentak mama? Mama lakukan ini, supaya dia menurut!” pekiknya.
“Tapi gak gini, Ma!” bantah Ehsan.
Ehsan menedekati putrinya, lalu ia akan melepaskan tali yang mengikat tangan Maya. Namun, ditepisnya tangan Ehsan saat akan membuka tali yang mengikat tangan Maya.
“Hei anak bodoh! Kalau kamu melepaskannya, dia pasti akan kabur, sebentar lagi Tuan Erlangga akan datang. Pernikahan Putrimu dan Tuan Erlangga akan segera di laksanakan hari ini juga!”
Mata Maya membeliak mendengar Sandra bicara kalau dirinya akan dinikahkan dengan seseorang yang bernama Erlangga.
“I—ini maksudnya gimana? Menikah? Siapa yang akan dinikahkan hari ini?” ucap Maya dengan ketakutan.
“Kamu, Sayang ... sebentar lagi kamu akan menjadi istri ketiga dari Pengusaha kaya raya. Kamu akan bahagia, Sayang? Karena akan menjadi istri seorang sultan,” ucap Sandra dengan tertawa bahagia.
“Gak, aku gak mau! Jangan macam-macam kamu nenek tua. Gila kamu!” umpat Maya.
“Sayang ... ayolah, kamu adalah keturunan kami, penerus kami, kalau bukan kamu siapa lagi? Lihat ayahmu belum punya akan lagi, kan?” ucap Sandra.
“Tolong saya, tolong jangan begini, Pak Ehsan. Saya tidak mau menikah dengan cara seperi ini!” ucap Maya memohon pada Ehsan. “Ayah ... aku mohon ...”
Maya akhirnya memanggil ayah pada Ehsan. Hati Ehsan tersentuh, ia pun tak tega melihat putrinya yang terus memohon padanya supaya tidak dinikahkan paksa dengan orang yang sudah memiliki dua istri.
“Ayah ... aku mohon, jangan lakukan ini,” pinta Maya memelas.
“Maafkan ayah, Nak. Ayah sangat terpaksa,” ucap Ehsan lirih dengan penuh penyesalan.
Seandainya waktu itu Ehsan tidak meninggalkan Nadine dan Maya, ia pasti sudah akan hidup bahagia. Ehsan tidak tega melihat Maya terus meringik meminta dirinya membatalkan apa yang sudah disepakati oleh Sandra dan pihak keluarga Erlangga.
“Ayah ... aku mohon?” pinta Maya lagi.
“Ehsan, cepat kamu siap-siap, dan kamu Marisa, dandani dia layaknya pengantin!” perintah Sandra, karena dia sudah mendapat kabar dari Adinata, kalau Erlangga sudah datang.
Gedung milik Adinata yang dikhususkan untuk menyimpan senjata ilegal, dan juga untuk menyimpan narkotika itu dijaga sangat ketat. Apalagi hari ini akan ada pernikahan Erlangga dan Maya secara paksa. Itu semua karena Adinata memiliki utang pada Erlangga, sebagai jaminannya adalah Maya, yang akan dijadikan istri ketiga Erlangga.
**
Erga sudah habis kesabarannya. Ia terpaksa mengerahkan semua orang suruhannya untuk menyelamatkan Maya, apalagi Erga sudah tahu kalau Maya hari ini akan dinikahkan dengan Bandot tua itu. Namun, Wijaya masih terlihat santai, dan membuat Erga semakin kesal. Padahal Wijaya sudah menyuruh orang untuk memata-matai Maya, dia menjadi penyusup dan menyamar sebagai orang-orang suruhan Adinata.
“Kenapa kalian tenang sih!” sarkas Erga pada papanya dan adiknya.
“Ya mau gimana lagi sudah begini?” jawab mereka kompak.
“Sabar, Bro. Ayo kita berangkat!” ajak Arga.
“Ke mana?” tanya Erga.
“Ke laut! Pakai tanya ke mana? Ya nolongin calon istrimu lah!” jawab Arga.
Mereka pergi ke lokasi. Sudah ada beberapa orang yang memberikan informasi kepada Wijaya.
Sedangkan Marisa dari tadi sibuk merias wajah Maya. Maya menatap sengit Marisa yang terlihat begitu dingin dan angkuh. Bukan hanya itu, Marisa sangat galak, dan dari tadi memaksa sekaligus membentak Maya.
“Kau harus pakai gaun ini!” perintah Marisa pada Maya.
“Kalian keluar, dia mau ganti baju!” perintah Marisa pada penjaga.
“Tapi, Nyonya, kalau dia kabur?” tanya salah satu penjaga.
“Kamu tidak percaya dengan saya? Kamu tahu siapa saya, kan?” pongah Marisa.
“Ba—baik, Nyonya!”
Para penjaga sudah pergi dari ruangan. Marisa melepaskan tangan Maya, sambil membisikkan sesuatu pada Maya.
“Pergilah, sebelah utara ada pintu, kau kabur lewat pintu itu. Pintu berwarna hijau, ingat warna hijau! Ini kuncinya. Aku tidak ingin kamu bernasib sama denganku di keluarga Ayahmu. Pergilah gadis cantik. Saya akan membereskan semuanya, jangan pernah kau benci ayahmu, dia juga korban dari kekerasan dan keserakahan orang tuanya!” perintah Marisa.
“Tapi, Tante?” ucap Maya.
“Jangan banyak bicara, kamu harus segera pergi. Lewat pintu sebelah sana, lalu kamu jalan lurus, belok kiri ada pintu warna hijau, ini kuncinya!” Marisa memberi interuksi pada Marta. Ia yakin pintu itu tidak ada yang menjaganya, karena pintu itu adalah pintu rahasia.
“Tante juga harus pergi dari sini,” pinta Maya.
“Tidak, Sayang. Urusan tante belum selesai. Kasihan ayahmu, Tante akan temani ayahmu, tante sangat mencintai ayahmu, Nak. Pergilah, di depan sana ada mobil sedan warna putih, dengan nomor polisi XXXX, keponakan tante sudah menunggu kamu, akan menyelamatkan kamu dari sini.”
Maya bergegas berlari sesuai apa yang Marisa arahkan, disaat semua sudah aman, Marisa mulai dengan aktingnya.
“Aaakkkhhh!!! Tolong!!!” pekik Marisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trusceris
2024-03-28
0
Nicknoah
Ucap maya gasih
2024-03-18
0
Dewi Suntana
mama tirimu baik bget . .sepertinya . marisa akan membawa ehsan kejalan yg baik juga
erga tuh calon mu kabur cpet bergerak
2024-03-16
0