Sementara ini Maya tinggal bersama dengan kedua orang tua Erga. Erga tidak ingin Maya bertemu dengan ayah kandungnya, karena Maya pun tidak ingin bertemu dengan ayah kandungnya. Sudah dua hari Maya tinggal di rumah Wijaya. Erga pun turut berada di rumah orang tuanya.
Namun, membawa Maya ke rumah orang tuanya Erga, malah justru membuat Maya bertemu dengan Ayah kandungnya. Tidak disangka oleh Erga, ternyata Ehsan malah sudah berada di rumah Erga. Erga terkejut saat asistennya di rumah mamanya bilang kalau ada Ehsan menunggu dirinya dan Maya di dalam. Bersama kedua orang tua Ehsan.
“Dad, bagaimana ini?” tanya Maya.
“Kamu tenang, ya? Mereka gak akan bisa ambil kamu dari Daddy,” jawab Erga tegas.
Maya mengangguk percaya dengan ucapan Erga. Ia yakin Erga akan selalu melindunginya.
“Ayo masuk, May!” Erga menggamit tangan Maya untuk masuk ke dalam rumah papanya.
Erga akan pastikan tidak akan ada yang bisa mengambil Maya dari sisinya, apalagi harus diambil ayah kandungnya yang sudah membuang Maya dengan ibunya, saat Maya masih bayi.
“Ini ada apa?!” tanya Erga dengan lantang.
“Er, duduk dulu,” perintah Wijaya.
“Gak usah basa-basi, ini ada apa, Pa? Mereka mau ambil anakku?” tanya Erga.
“Maaf Tuan Erga yang terhormat, bisa kita bicarakan baik-baik? Kita ke sini datang juga dengan baik-baik,” ucap Ehsan.
“Baiklah. Ayo May, kita duduk,” ucap Erga.
Keadaan semakin tegang dan memanas. Apalagi Ehsan yang dari tadi saat berangkat ke kediaman Wijaya sudah ditekan oleh kedua orang tuanya, supaya bisa membawa Maya sekarang juga untuk tinggal bersama Ehsan dan keluarga besarnya.
Sandra menatap Maya, tidak Sandra sangka cucunya begitu cantik sekali. Kecantikan Nadine menurun pada Maya.
“Ini cucu Oma?” ucap Sandra dengan mendekati Maya.
“Maaf, saya bukan cucu anda! Sejak kapan saya punya Oma seperti anda yang tidak pernah menginkan saya dan ibu saya ada?!” jawab Maya dengan ketus.
“Meilan, ini Oma kamu, Nak. Ini Ayah,” ucap Ehsan dengan mata mengembun.
“Ayah? Pantas anda disebut sebagai Ayah?! Seorang Ayah yang tega meninggalkan anaknya yang masih bayi, dititipkan pada sahabatnya, dan dialah yang mengasuhku hingga beranjak remaja. Ke mana saja Anda saat itu?!” sarkas Maya dengan tatapan sengit. “Dan satu lagi, saya buka Meilan!” tegas Maya.
“Maafkan, Ayah, Nak. Ayah terpaksa melakukan semua itu,” ucap Ehsan dengan menunduk, lalu tubuhnya merosot ke bawah untuk berlutut di depan Maya.
“Saya bukan Tuhan! Tidak usah sok memelas seperti itu!”
“Maafkan Ayah, Nak. Ayah sangat terpaksa melakukan itu,” ucap Ehsan dengan suara serak.
“Terpaksa karena harta, jabatan, kedudukan? Orang macam apa kalian? Dan anda yang tadi mengaku Oma saya, tidak malu anda bicara seperti itu? Anda menyuruh putra Anda untuk lepas tanggung jawab pada istri dan anaknya. Menceraikan istrinya sepihak, padahal anaknya masih bayi. Setelah itu tidak pernah meninggalkan sepeser pun untuk hidup anak dan istrinya. Sekarang anda bilang kalau anda oma saya? Jangan mimpi!” Maya sudah benar-benar muak melihat wajah munafik mereka yang ada di hadapannya.
“Nak, kamu tidak tahu apa-apa soal semua ini, kenapa sampai Ayah kamu pergi meninggalkan kalian,” ucap Adinata.
“Oh begitu? Kalau sudah meninggalkan ngapain cari lagi? Gak ada gunanya bukan?!”
“Maafkan Ayah, Nak. Ayah ingin kamu kembali ikut Ayah, kamu anak ayah satu-satunya,” ucap Ehsan.
Ehsan dengan Marisa memang belum memiliki anak. Sudah puluhan tahun mareka belum dikaruniai keturunan. Sampai Sandra yang tadinya sangat menyayangi Marisa, sekarang malah renggang hubungannya, hanya karena Sandra tidak bisa memberikan keturunan untuk Ehsan.
“Jangan mimpi anda!” pekik Maya.
“Nak, maafkan Ayah, maafkan kami semua. Ayah harus bagaimana supaya kamu bisa memaafkan ayah?” ucap Ehsan.
“Saya sudah memaafkan anda. Tapi, saya tidak pernah merasa anda adalah ayah saya. Jadi saya menganggap anda orang lain. Bukannya kita sebagai manusia harus saling memaafkan? Kalau sudah selesai urusannya, silakan pergi!” usir Maya.
Semua tidak menyangka Maya akan bicara seperti itu. Dia menghadapinya dengan begitu berani. Padahal sejak dalam perjalanan Maya sudah ketakutan untuk bertemu dengan Ayah kandungnya, namun melihat wajah munafik kedua orang tua ayahnya, Maya menjadi murka dan ingin marah kepada mereka.
“Anda sudah dengar, Tuan Ehsan. Putri saya Maya meminta anda untuk pergi, silakan anda semua pergi dari sini, tahu pintu keluar, kan?” ucap Erga.
“Kamu hanya ayah tirinya, saya ayah kandungnya!” pekik Ehsan.
“Saya memang ayah tirinya, bahkan kalau Daren masih ada, yang berhak atas Maya adalah Daren, bukan anda!” tegas Erga.
“Sudah Ehsan, memang lebih baik kita pulang dari sini!” tegas Adinata.
“Memang seharusnya kalian pergi dari sini, sebelum saya memanggil petugas keamanan untuk mengusir anda semua!” tegas Wijaya.
“Tidak perlu anda usir, Tuan Wijaya, kami akan pamit. Tapi, kami akan tetap ke sini untuk menjemput cucu saya yang canti ini,” ucap Sandra dengan tatapan sinis.
“Sampai jumpa lagi cucu oma cantik. Oma akan menjemput kamu secepatnya, kita akan tinggal bersama, karena kamu adalah cucu oma satu-satunya,” ucap Sandra dengan mengusap pipi Maya.
“Jangan pernah menyentuhku lagi! Aku tidak sudi ikut kalian! Pergi!” pekik Marta dengan mengusir mereka.
“Kamu bagian dari keluarga kami, jadi kamu harus ikut kamu, Nak. Maafkan kami yang sudah membiarkanmu hidup dengan ibumu saja,” ucap Adinata.
“Saya tidak butuh keluarga macam keluarga Anda. Saya bisa menentukan hidupku sendiri. Saya sudah bukan anak di bawah umur, saya sudah bebas menentukan pilihan hidup saya mau bagaimana! Silakan pergi, atau Opa Wijaya akan memanggil petugas keamanan untuk menyeret anda keluar dari sini!”
“Baik, kami pamit pulang, nanti kami ke sini lagi untuk menjemput kamu, Nak,” ucap Adinata.
“Saya tidak sudi ikut anda! Pergi dari sini sekarang juga!” pekik Maya mengusir mereka.
Mereka pergi dari kediaman Wijaya. Bisa-bisanya mereka tanpa malu meminta Maya untuk ikut dengan mereka. Selama puluhan tahun mereka membuang Maya, sekarang mereka malah menginginkan Maya untuk bersama dirinya. Maya sangat yakin mereka memiliki rencana sesuatu pada Maya, itu kenapa mereka sangat ingin Maya ikut bersamanya.
Dengan napas memburu, Maya meredakan emosi yang meluap-luap. Kesabarannya hampir habis menghadapi orang seperti mereka.
“Kau hebat, cocok kamu sama Erga. Sama-sama garangnya,” puji Wijaya.
“Opa, aku tidak mau ikut mereka!” ucap Maya dengan terisak.
“Tadi garang, sekarang kok nangis?” ucap Laras.
“Oma gak lihat mereka? Mereka orang-orang munafik, aku tahu dan aku yakin ada sesuatu yang mereka inginkan dariku, itu kenapa mereka mencariku sekarang!” ucap Maya.
“Sebentar, iya ada benarnya juga ucapan kamu, May. Daddy yakin mereka memiliki rencana, entah itu apa, karena mereka terlihat sangat menginginkan kamu,” ucap Erga.
“Kita harus segera menyelidikinya, Er!” tegas Wijaya.
“Aku tidak mau ikut mereka!” pekik Maya.
“May, tenang, ya?” bujuk Erga.
“Jalan satu-satunya, kalian harus segera menikah!” tegas Wijaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussabar
2024-03-28
0
Putri rahmaniah
up lagi Thor
2024-03-12
0
afaj
he cepat Mamat prosesnya
2024-03-12
0