Senin pagi tanpa adanya Naka, suasana sarapan menjadi berbeda. Biasanya anak Jepang itu selalu sarapan paling banyak dan setelah itu mereka pergi sekolah bersama. Kali ini hanya ada Hana, Papa dan Mama.
"Sepi juga ya kalau tidak ada Naka" kata Mama.
"Iya, seminggu ini kita akan kehilangan Naka" kata Papa.
"Aku berangkat sekolah bersama Pak supir lagi?" tanya Hana.
"Iya, Sayang. Papa tidak mengizinkan kamu membawa mobil sendiri!" kata Papa.
"Mama titip makanan untuk Naka ya?!" pinta Mama.
"Boleh" kata Hana.
Hana pun memberikan bekal titipan dari Mama untuk Naka saat mereka bertemu di sekolah. Naka senang sekali menerima kiriman itu.
"Makasih ya, Hana" kata Naka.
"Iya, sama-sama Naka" kata Hana.
"Nanti kita ke tempat latihan bareng ya?"
"Boleh, aku sudah bawa sepatu hadiah dari Papa kamu!"
Naka merasa sangat bahagia melihat sikap Hana menjadi ramah dan bersahabat. Apakah karena aku sudah tidak tinggal di rumahnya lagi? Atau karena kejadian Sabtu siang itu saat aku tidak sengaja jatuh menimpa tubuhnya? Atau karena Hana menerima hadiah dari Papa?
"Waduh, tumben Tuan putri Hana jadi baik sama Naka" komentar Peter yang ada di sebelah Naka.
"Ya bagaimanapun juga kan aku dan Naka akan mewakili sekolah dalam turnamen badminton perseorangan. Jadi kami harus kompak" kata Hana.
"Kapten Okta tidak akan marah?"
"Tidak akan! Justru Kapten yang memintaku untuk mulai bersikap baik kepada Naka"
Oh, jadi karena Okta yang meminta Hana untuk bersikap baik kepadaku?! Karena Okta!
Sepulang sekolah Hana dan Naka berjalan bersama menuju tempat latihan badminton. Mereka hari itu berlatih dengan cara di pasangkan sebagai ganda campuran melawan Leo dan Inda yang juga akan ikut bertanding di turnamen badminton sebagai pasangan ganda campuran yang asli. Mau tidak mau mereka harus tampil kompak dan saling support. Malahan Hana dan Naka selalu berjabatan tangan saat mereka mendapatkan poin.
Hal yang wajar untuk pasangan ganda campuran. Tapi tidak wajar bagi seorang Kapten tim sepakbola. Ya, Okta yang saat itu hadir di tempat latihan juga merasa tidak enak saat melihat bagaimana Naka dan Hana saling berjabat tangan jika mendapat poin, atau sebaliknya bagaimana Naka menepuk pundak Hana jika mereka kehilangan poin. Dan akhirnya di akhir pertandingan bagaimana Naka mengacak rambut Hana saat mereka memenangkan pertandingan.
Darah dalam tubuh Okta seolah mendidih hingga membuat dadanya terasa terbakar dan kepalanya berdenyut-denyut! Kenapa Naka dengan lancang menyentuh Hana!
Hana milikku dan hanya aku yang berhak menyentuh dirinya!
Tapi tidak mungkin juga untuk mengamuk pada Naka disaat seperti ini. Okta terpaksa memendam perasaan kesalnya karena tidak mau membuat onar. Okta bahkan tidak berkata apapun saat akhirnya Hana menghampirinya dengan senyum manis penuh kebahagiaan karena berhasil memenangkan pertandingan.
"Kapten, aku berhasil memenangkan pertandingan melawan Leo dan Inda! Padahal mereka berdua adalah pasangan ganda campuran asli yang akan ikut bertanding nanti!" seru Hana.
"Kamu dan Naka hebat! Bisa-bisa nanti kalian di minta main rangkap untuk menggantikan Leo dan Inda" kata Okta.
"Ya enggaklah! Aku tidak akan bisa fokus kalau main rangkap"
"Kita pulang yuk?" Okta berdiri.
"Sebentar. Aku bilang Naka dulu ya!"
Bilang Naka dulu? Sebegitu pentingnya kah seorang Naka bagi kamu sehingga kamu harus pamit dulu padanya!
Okta hanya bisa memperhatikan bagaimana Hana mengambil tas raketnya sambil bicara pada Naka dan akhirnya mereka saling melambaikan tangan.
Apakah harus sampai saling melambaikan tangan segala?! Sejak kapan Hana bisa bersikap seperti itu pada cowok lain?! Hana nyaris tidak pernah berinteraksi dengan cowok lain selama aku mengenalnya! Apakah kepergian Naka dari rumahnya justru semakin mengakrabkan mereka?!
Tanpa banyak bicara Okta segera menarik lengan Hana untuk segera meninggalkan tempat latihan badminton. Dalam perjalanan pulang pun Okta masih irit bicara. Sayangnya Hana tidak peka karena masih excited dengan kemenangannya tadi bersama Naka.
Hingga saat mobil Okta tiba di rumah Hana dan Hana memintanya mampir. "Mampir dulu yuk, Kapten" ajaknya.
"Sudah sore ah" tolak Okta. Masih kesal dengan kedekatan Hana dan Naka.
"Kan kamu dari siang nonton aku latihan. Masak kamu gak mau mampir. Aku kan kangen"
"Kangen apanya?"
Hana mendekati Okta dan mencium pipinya. "Makasih ya, udah nemenin dan anterin aku sampai rumah"
"Itu kan kewajibanku"
"Beneran gak mau mampir?"
"Iya, sudah sore kan kamu juga pasti capek. Belum mandi juga. Sekarang kamu makan, mandi, trus istirahat. Besok adalah hari pertama turnamen badminton yang akan kamu ikuti"
Hana merenggut. "Aku tahu Kapten Okta tidak mau mampir ke rumah karena aku belum mandi ya?"
Hana berbalik dan hendak membuka pintu mobil Okta tapi tiba-tiba Okta mendekapnya erat dari belakang. "Siapa yang bilang aku tidak mau mampir kalau kamu belum mandi?! Kamu sudah mandi atau belum juga aku tetap gemas! Kamu tetap candu buat aku, Tuan putri Hana!"
Okta menciumi leher Hana yang masih lengket dengan keringat. Bukan hanya di ciumi tapi juga di jilati dan di gigit-gigit pelan.
"Aduh! Geli Okta! Ya ampun! Jangan di ciumi! Aku belum mandi! Awh! Jangan di gigit nanti merah!" Hana melejang-lejang dalam dekapan Okta tapi tidak bisa melepaskan diri.
..."Diam!" hardik Okta dan menarik dagu Hana ke samping agar bibirnya bisa bertemu dengan bibir Okta. Ciuman Okta yang biasanya lembut kali ini agak kasar sehingga membuat Hana merasa agak kewalahan. Tapi lagi-lagi tidak bisa melepaskan diri....
Hmph...! Hmph...! Suara Hana tidak bisa keluar karena bibirnya tersumbat oleh bibir Okta.
Dan saat Okta melepaskan diri, bibir gadis itu sudah terlihat memerah dan membengkak. Hana menyentuh bibirnya sendiri yang terasa sedikit perih dan panas. "Kamu kasar sekali, Kapten. Kamu menyakiti aku..." desahnya.
Okta terperangah melihat bagaimana mata Hana berkaca-kaca dan bibirnya membengkak. Okta langsung merasa menyesal karena mencium Hana terlalu kasar. Lebih karena ingin membuktikan pada dirinya sendiri kalau Hana adalah miliknya. Okta masih merasa kesal karena Naka menyentuh tangan Hana, menepuk pundaknya dan mengacak rambutnya.
"Maaf, Sayang" Okta meraba bibir Hana yang langsung di tepis oleh Hana.
"Udah ah! Jangan sentuh! Sakit!" gerutu Hana.
"Aku minta maaf... Aku kelewat bergairah"
"Iya, tidak apa-apa..."
"Kamu marah ya? Sakit?" Okta membawa Hana dalam dekapannya dan menciumi rambutnya. "Aku minta maaf ya? Please maafkan aku...!"
Hana mengangguk dan melepaskan diri dari dekapan Okta. "Aku masuk dulu ya. Selamat sore"
"Sore"
Hana turun dari mobil Okta dan segera berlalu tanpa menoleh atau melambaikan tangan seperti biasanya.
Hati Okta terasa sakit! Penyesalan merasuki pikirannya!
Kenapa aku mencium Hana dengan kasar?! Padahal Hana sudah melejang-lejang dalam dekapanku!
Sial! Ini semua karena Naka! Kalau saja dia tidak menyentuh Hana seperti tadi, pasti aku tidak akan kelepasan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments