A Meeting with Lord Bloomsbury.
Boris dan Scott keluar dari sasana Savate di Stamford Hill. Scott melihat jam tangannya. Hujan belum berhenti di situ, walau tidak deras.
“Sepertinya hari ini ia tidak datang!” kata Scott Gittelbaum.
“Lisa?” tanya Boris Aldriche.
Scott tidak menjawab. Ia sibuk menyalakan geretannya yang sepertinya basah kena air hujan.
“Lupakan mate,” kata Boris menoleh kepada Scott yang masih bergumul dengan geretan yang tidak bisa menyalakan rokoknya. Ia membanting geretannya dan mengucapkan sumpah serapah.
“Lupakan apanya?” Scott balik bertanya, “Lisa atau rokoknya?”
Boris Aldriche hanya mendengus tertawa.
“Geretan sialan!” gerutu Scott, “Kau ada lighter?”
Boris memberikan korek api-nya kepada Scott, “Sepertinya kita harus beralih ke rokok elektrik, supaya tidak bergantung lagi dengan benda lain yang menciptakan percikan api.”
Scott menoleh ke arah Boris sambil menghembuskan asap rokoknya, “Aku tahu iklan itu! Lupakan lighter, get a Flamerz.. Maksudmu Flamerz? Kau mau mati?”
“Apakah semua rokok elektrik adalah Flamerz? Ada yang lain kan?”
“Tidak sekali pun, Boris!” Scott menunjukkan wajah kurang senang, “Tidak sekali pun. Aku tidak akan menyentuh Flamerz atau apa pun itu. Kau gila!”
“Ya, ya. Ya.. aku tahu!” jawab Boris mengambil geretan dari tangan Scott lalu menyalakan rokoknya sendiri.
“Lagi pula itu iklan yang buruk!”
Scott menghisap rokoknya sambil memandang langit London yang nyaris seperti malam hari karena hujan sudah sejak satu jam yang lalu, “Kau bawa payung?”
“Scott, paspor kita saja yang Inggris.. Kita tetap Ashkenazi dari sisi ras..” jawab Boris santai, “Hanya pria Inggris sejati yang membawa payung ke mana-mana seperti di film A Bridge Too Far. Kita bukan Inggris sejati, kita juga imigran. Walau yang berimigrasi nenek moyang kita.”
Boris kemudian mengeluarkan telepon selulernya.
Scott menoleh ke arahnya, “Menelepon Yasser? Suruh dia jemput kita?”
“Mana mau dia jam segini datang?” jawab Boris sambil menghembuskan asap rokoknya, “Sopir sombong itu hanya mau bekerja sampai jam 16.00 - sekarang sudah 16.41!”
“Lalu?”
“Ini?” tanya Boris menunjukkan ponselnya, “Kita harus melacak jalang Armenia - atau Indonesia itu atau apa itu, bruder! Lihat ini.. Dia masih terjebak di rumahnya tidak ke mana-mana!”
“Bagaimana jika ia pergi keluar tanpa memakai jaket yang kau pasang pelacak lokasi?”
“Tidak mungkin, brud!” jawab Boris, “Adikmu sukses membuat dia bangkrut. Gaji terakhir tidak dibayar, minggu lalu bayar denda, tadi siang dibuatkan surat utang. Aku yakin dia pasti menggunakan jaket satu-satunya itu ke mana-mana di musim dingin ini!”
“Hahahahaha..” Scott tertawa puas, “Hujan sudah reda nih!”
“Schmuck!” teriak Boris, “CCTV mati!”
“Jelas saja mati, barang rongsokan seperti itu dibeli!” kata Scott, “Besok saja kita ke sana lagi! Merepotkan sekali! Ayo pergi.. Hujan sudah reda!”
Boris berlari kecil mengikuti Scott yang sudah lebih dulu meninggalkan sasana Savate.
Sekitar 100 meter dari lokasi mereka, tampak Lisa Chukwuemeka yang mereka perbincangkan tadi sedang menaiki sepeda listrik sewaan Lime Uber. Sepeda sistem sewa melalui aplikasi ini, baru saja dikenalkan kepada masyarakat London tepat 1 tahun yang lalu - di Desember 2018.
Lisa Chukwuemeka adalah warga negara Perancis keturunan Senegal berkulit hitam dan berwajah cantik menarik. Ia sangat menjaga tubuhnya tetap fit, membuat siapa pun yang melihatnya, langsung iri ingin juga memiliki tubuh seperti itu.
Lisa mantan atlet savate yang menjuarai aneka pertandingan internasional savate wanita beberapa tahun yang lalu. Ia tidak melanjutkan karir di pertandingan seni bela diri, karena alasan pribadi. Januari 2020 nanti adalah tepat ia berusia 30 tahun, di mana ia memutuskan di usia tersebut ia berencana bergabung dengan rekannya di sebuah kota di Timur Perancis untuk berbisnis kafe.
Lisa kebetulan berada di London, karena undangan pertandingan eksibisi yang diselenggarakan oleh perkumpulan seni bela diri savate di seluruh London. Ini dunia savate terakhirnya sebelum ia resmi pensiun.
Di acara ini lah Scott dan Boris bertemu dengannya, sampai Scott tertarik kepadanya. Awalnya dimulai ketika Lisa dengan indahnya memperagakan tendangan Coup de Pied de Biche yaitu seperti pukulan hook tapi dilakukan oleh kaki - yang kemudian langsung dipadu dengan tendangan memutar yang disebut Coup de Pied Bas.
Namun rupanya ketertarikan Scott berlanjut ke arah intensi pribadi, karena memang diakui banyak orang, wajah Lisa sangat cantik. Jika ia mencalonkan diri menjadi miss Senegal atau miss France sekalipun, kemungkinan menangnya sangat besar.
Konon, banyak atlet lain seperti yang pernah diutarakan atlet savate Rusia, Natalja Petrova - ia menolak menendang wajah Lisa di arena pertandingan karena ia tidak mau wajah cantik tersebut terluka.
Scott dan Boris tiap sore melatih paduan tendangan khas Chukwuemeka tersebut di sasana, namun hasilnya belum memuaskan. Sepertinya perlu latihan bertahun-tahun dengan teknik yang tepat.
Juga sayang sekali, Scott hanya bisa mempraktekkan Coup de Pied Bas dengan cara yang tidak jantan tadi siang ke arah Scarlett Corbyn yang tidak berdaya melawan - seperti samsak di arena latihan tadi.
“Katanya ini sepeda listrik..” guman Lisa dalam hati, “Tapi tetap saja harus dikayuh.. Listrik apanya nih?”
Lisa menyusuri jalan Stamford Hill melewati Scott dan Boris yang sedang berlarian menghindari hujan gerimis di seberang jalan - mereka berdua tidak melihat Lisa lewat.
Ia bergegas menuju stasiun kereta Stoke Newington, tempat di mana sepeda listrik sewaan ini bisa diparkir - untuk kemudian digunakan kembali oleh pelanggan lain.
Di dekat stasiun Stoke Newington, Asher Thompson dengan gelisah menunggu - berjalan ke sana ke sini sambil melihat jam di ponselnya.
Sesekali ia menggosok-gosokkan tangannya untuk menghalau dingin, dan beberapa kali menggaruk rambut dreadlocks nya yang sepertinya tidak gatal.
Asher menerima pesan Yasser melalui kode morse, satu kedipan panjang, dan dua kedipan pendek yang berarti “TR” - sebuah kode untuk Asher menemui seseorang di sebuah kafe di dekat Stoke Newington.
Sementara itu di pertigaan Manor Road, tidak jauh dari situ - Seraphina Meadows dan Oliver Ravenscroft tampak sedang memata-matai Asher dari kejauhan.
“Phina, tampaknya ini berlebihan! Kau juga merasakan itu kan?” tanya Oliver was-was.
“Tenang Olie..” Seraphine berusaha membuat rekan kerjanya tidak gelisah seperti Asher di seberang jalan, “Aku hanya penasaran siapa sumbernya. Akurat sekali! ..dan menguntungkan kita bertiga. Kita masih dipaksa mengalahkan 46 News! Kau ingat kan?”
"Iya," jawab Oliver sambil mengingat meeting menyebalkan beberapa hari lalu.
"Maka itu kita harus tahu siapa sumbernya Asher!"
“Tapi dia kan teman kita sendiri Phin..” Oliver masih tidak setuju dengan acara memata-matai Asher.
“Justru itu, Ollie!” sahut Seraphina, “Sumbernya Asher sangat analog, tidak menggunakan email, ponsel atau jejak digital lainnya. Aku merasa harus melindungi Asher jika ternyata sumbernya orang jahat!”
“Kita tinggal tanya saja ke Asher, siapa sumbernya. Beres kan?”
“Kau sudah tahu jawaban pertanyaan itu tadi di mobil,” jawab Seraphina, “Jawaban yang tidak memuaskan. Seperti kita diberi anggur tua yang tidak ada pembuka botolnya.”
“Ya, tapi ini rasanya tidak benar,” Oliver masih kuatir, “Asher akan membunuhku jika kita ketahuan..”
“Sssttt!” Seraphina memberi tanda untuk diam, lalu wajahnya memberi kode untuk melihat ke seberang.
Tampak seorang gadis dengan rambut diikat ke belakang datang dari arah Stamford Hill. Warna jaketnya serasi dengan sepeda Lime sewaan yang ia tumpangi. Sama-sama hijau muda. Ia memakai celana cargo tahan cuaca berwarna sage, dan sepatu anti air berwarna hitam dan merah.
Gadis itu memarkirkan sepeda sambil bicara beberapa patah kata dengan Asher.
“Itu kah saudarinya?” tanya Oliver berbisik kepada Seraphina, “Si pembaca Tarot?”
“Wow! Cantik sekali!” seru Seraphina tertahan, “Ini sih Ariana Grande versi Afrika!”
Diam-diam Oliver setuju dengan Seraphina, “Tapi.. apa benar itu saudaranya Asher? Wajah mereka berbeda..”
“Ah tidak juga..” Seraphina memberi pendapat, “Menurutku Asher juga lumayan ganteng kok! Mirip Michael B. Jordan di film Black Panther.”
“Apa?!’ Oliver tidak setuju sambil sibuk menaikkan kacamatanya karena merosot karena titik gerimis hujan.
“Ayo kita mendekat!” Seraphina menggandeng tangan Oliver menyebrang jalan ke arah stasiun kereta Stoke Newington.
“Sudah lah, ayo kita pulang saja!” Oliver menolak ajakan Seraphina, “Kan sudah tahu bahwa informannya anggota keluarganya sendiri.”
“Jangan banyak bicara!” Seraphina menaikkan scarf Oliver supaya mukanya tertutup. Mereka kemudian menyebrang jalan.
“Lepas kacamatamu!”
“Tidak!”
“Ini penyamaran!”
“Tidak, nona Meadows!”
“Aku gandeng, supaya gak nabrak!”
“Jika ketahuan, aku akan membunuhmu Phina,”
“Kita akan ketahuan jika kau terus merajuk dan kikuk!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments